Al-Khansa', Penyair Arab Wanita dengan Elegi Terindah Sepanjang Masa

Oleh: Nada Thursina*
(Ilustrasi: yakout.ma)


"الحمدلله الذى شرفني بقتلهم, وأرجوا من ربي أن يجمعني بهم فى مستقر رحمته" 

“Segala puji bagi Allah yang memberikanku kehormatan dengan kesyahidan anakku. Dan aku berharap Tuhanku akan mempertemukanku kembali dengan anakku di surga dengan rahmat-Nya.” 

Itulah penggalan doa yang ketika itu dilafazkan Al-Khansa' ketika mendapat kabar keempat anaknya; Yazid, Mu’awiyah, ‘Amr, dan ‘Amrah syahid dalam medan pertempuran Qaddisiyah (636 M). Hati mana yang tak meleleh, iri, serta kagum mendengar doa mulia yang dipanjatkan seorang ibu tangguh tersebut. Begitulah sekilas gambaran sosok Al-Khansa’ yang dikenal sebagai ibu para syuhada itu. Ia memiliki hati yang sungguh amat luas nan lapang dalam menerima segala suratan takdir yang telah digariskan Allah Swt. atas dirinya. 


Nama aslinya Tamadhar binti ‘Amru bin Haris bin Syarid berasal dari Bani Sulaim dan terhenti nasabnya tersebut pada Madhar, yang kemudian oleh bangsa Arab pada zaman itu memberinya sebuah laqab dengan sebutan Al-Khansa’. Ia berasal dari keluarga yang kaya raya dan lahir pada tahun 575 M di sebuah kota di wilayah tengah Arab Saudi bernama Najd. Dan wafat pada tahun 645 M di kota kelahirannya tersebut. 

Nama Tamadhar sendiri merupakan nama yang lumayan sering dibubuhkan untuk anak perempuan yang lahir dari bangsa Arab pada zaman itu, yang berarti wanita cantik lagi putih nan bersih kulitnya. Tentu banyak dari kita yang penasaran, mengapa Tamadhar diberi julukan Khansa’ dan kemudian lebih masyhur dengan nama tersebut? 

Al-Khansa’ sendiri berarti pesek. Ya, memang benar adanya bahwa Khansa adalah seorang wanita yang terkenal pesek hidungnya. Lalu apakah dengan julukan pesek tersebut, Tamadhar bukan seorang wanita yang cantik? Kita acapkali mengidentikkan pesek dengan kurangnya pesona kecantikan, maupun kegantengan seseorang. Padahal jika kita mengkaji ulang sejarahnya, Al-Khansa’ merupakan selah seorang wanita yang terkenal paling cantik di masanya, dan paling baik akal dan luhur budi serta akhlaknya. Maka tentu, pesek bukanlah menjadi sebuah tolak ukur utama bagi kita untuk menentukan bahwa paras seseorang cantik atau tidak cantik, ganteng maupun tidak ganteng bukan?

Al-Khansa’ dikenal sebagai seorang wanita yang cerdas, sempurna akal dan jiwanya. Fasih ketika berbicara, bijaksana serta mapan dalam bertutur kata. Dalam catatan sejarah sastra Arab, Al-Khansa’ dianggap sebagai penyair perempuan satu-satunya yang paling berpotensial di bidang sastra baik sebelum masanya maupun sesudahnya. Bahkan hal ini juga sudah mendapat pengakuan langsung dari Rasulullah Saw. ketika Al-Khansa’ bertemu langung dengan Rasul pada tahun 629 M untuk mengikrarkan dirinya pada agama Islam. 

Ia sangat terkenal dengan gubahan-gubahan syair ritsa’ untuk kedua saudara kandung laki-lakinya Sakhr dan Muawiyah yang pergi untuk meninggalkannya ke alam baka untuk selama-lamanya. Ritsa’ sendiri merupakan syair ratapan yang digunakan bangsa Arab Jahiliyah untuk merefleksikan ratapan dan kesedihan yang mendalam atas kemalangan yang menimpa mereka baik dari segi kematian maupun peperangan. 

Dari segi bahasa, istilah ritsa berasal dari kata “Ratsa (رثى)- Yartsi (يرثى )- Ratsyan (رثيا)- Ritsaa’ (رثاء)- Riyatsah (رياثة)- Martsah (مرثاة)- Martsiyah ((مرثية yang dalam Bahasa Indonesia berarti menangisinya setelah kematiannya. Syair beraliran ritsa’ ini telah dikenal lama dalam sejarah literasi bangsa Arab Jahiliah, yang dalam kesusastraan kita Indonesia, lebih dikenal dengan istilah "elegi", yaitu sajak, puisi ataupun lagu yang merefleksikan rasa sedih, rindu, maupun duka. 

Berbicara tentang ritsa’, seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa sosok Al-Khansa’ adalah seorang penyair perempuan yang hampir seluruh syairnya bergenre ritsa’ (ratapan). Syair-syairnya tersebut ia ciptakan secara khusus untuk mengenang kedua saudaranya, Muawiyah yang merupakan saudara laki-laki kandung, dan Sakhr yang merupakan saudara laki-laki se-Ayah. Namun, diantara keduanya, ia lebih sayang kepada saudaranya Sakhr. Itu tampak jelas dari mayoritas syair ritsa’-nya yang ditujukan kepada Sakhr yang terkenal memang sangat luhur budi dan akhlaknya, dermawan, serta sangat pemberani. Setelah Sakhr mati terbunuh, dalam Perang Kulab, Al-Khansa’ menghabiskan banyak waktunya di samping pusara saudaranya tersebut. Dari sanalah syair-syair ratapan tersebut akhirnya lahir. Dan di antara potongan mukadimah kasidahnya yang paling masyhur adalah: 

يا عين مالك لا تبكيان تسكابا إذا راب دهر وكان الدهر ريابا 

Wahai mata, mengapa Engkau tidak menangis dengan linangan air mata yang deras 
Sedang waktu kini menjadi nelangsa, dan sungguh amat nelangsa.

ياعين جودي بدمع منك مسكوب كلؤلؤ جال فى الأسماط مثقوب 

Wahai mata, menangislah dengan air mata yang sangat deras 
Bak permata yang berkilauan pada kalung.

أعينى جودا ولا تجمدا ألا تبكيان لصخرالندى 

Wahai mata, mengalirlah dan janganlah membeku 
Bukankah kau sedang menangisi seorang Sakhr yang amat dermawan 

فأبكى أخاك الأيتام وأرملة وأبكى أخاك إذا جاورت أجنابا 

Tangisilah saudaramu atas nama para yatim dan janda 
Dan tangisilah saudaramu, jika suatu saat nanti kamu bertetangga dengan orang lain. 

Dari penggalan syair di atas, kita dapat melihat bahwa kata "mata" dan "air mata" merupakan kata yang paling dominan dan diulang-ulang oleh penyair. Ini menandakan bahwasanya kepedihan dan rasa sakit akan kehilangan yang dirasakan oleh Al-Khansa’ sungguh amat mendalam. Begitulah kenyataannya, Kata begitu terbatas sedang manusia dengan pemikiran, ide, dan perasaannya luar biasa kompleks. 

Pada bait terakhir, Al-Khansa’ juga mengungkapkan kegelisahannya akan nasib anak-anak yatim dan para janda sepeninggal Sakhr. Anak-anak menjadi yatim, dan para istri menjadi janda karena ayah dan suami mereka terbunuh dalam perang. Fenomena seperti ini tentunya menjadi sebuah tekanan yang mengganggu psikis para wanita pada zaman jahiliyah, hingga tak heran syair-syair yang awalnya dimaksudkan untuk meluapkan rasa kesedihan yang tak terperi, malah melahirkan sebuah karya masterpiece yang amat luar biasa.


Karena pada hakikatnya sesuatu yang berasal dari hati, akan sampai juga ke hati. Maka tak berlebihan jika seorang penyair kontemporer Arab, Nabighah Al-Dhubyani pada suatu ketika pernah berucap bahwa Al-khansa adalah seorang penyair terbaik, baik dari golongan jin maupun manusia.[]

*Penulis adalah mahasiswi Al-Azhar Jurusan Bahasa dan Sastra Arab.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top