Darul Lughah di Indonesia Lebih Efektif dan Unggul?

Oleh: Haris Akbar Zahari*
Wisudawan/wati KMA Mesir Universitas Al-Azhar. (Foto: Dok. KMA Mesir)
Darul Lughah Al-Azhar (Markaz Shekh Zayed Lita'limil Lughah Al-'Arabiah) merupakan wadah penampungan wafidin (mahasiswa asing) non-Arab untuk mendalami dan menekuni ilmu Bahasa Arab sebelum masuk ke dunia perkuliahan Universitas Al-Azhar. Calon mahasiswa akan mengikuti ujian tahdid mustawa (ujian penentuan tingkat) untuk melihat kemampuannya berbahasa Arab, hasil tersebut nantinya akan menentukan mustawa (tingkatan) ke berapa seseorang akan memulai pembelajaran bahasanya di Darul Lughah, secara umum ada 7 tingkatan.

Baru-baru ini Universitas Al-Azhar Kairo berencana ingin membuka Darul Lughah di Indonesia pada tahun 2019 ini. Namun, bagi sebagian orang kabar ini justru menjadi sebuah kemalangan lantaran beberapa faktor. Apakah langkah ini adalah sebuah prestasi yang harus diakui, atau malah menjadi tragedi yang sepatutnya ditangisi? Untuk menjawab hal itu kita harus melihat beberapa aspek, nilai kelebihan, dampak kerugian dan efektivitas. 

Dari segi kelebihan, Darul Lughah yang berdiri di Kairo teramat menguntungkan, selain bisa belajar Bahasa Arab fushah, calon mahasiswa baru (Camaba) juga bisa belajar Bahasa Arab ammiyah Mesir. Semangat untuk berbaur dengan masyarakat juga menjadi aspek yang bagus untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Arab, baik fushah atau ammiyah di lingkungan masyarakat. Hal itu merupakan sebuah bonus lebih dari alam untuk semua wafidin yang datang ke Mesir, karena pada hakikatnya pelajar Indonesia yang belajar di luar negeri memiliki masalah dalam komunikasi dan beradaptasi terhadap lingkungan luar.

Secara umum mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri kesulitan dalam bersosialisasi karena perbedaan bahasa, adat dan budaya. Begitu pula dengan kehidupan Camaba di Mesir, keberadaan Darul Lughah di Mesir sendiri menyediakan waktu yang berharga untuk mengambil kesempatan mengenal Al-Azhar, Kairo dan Mesir lebih dalam lagi, sebelum Camaba menjerumus masuk ke dunia perkuliahan Al-Azhar yang benar-benar memerlukan tenaga dan semangat belajar yang tinggi agar tidak kewalahan. 

Biaya hidup juga menjadi sesuatu yang patut diperhatikan dalam menelusuri Negeri Kinanah dalam rangka menuntut ilmu, walaupun biaya hidup di Mesir terkesan lebih murah daripada biaya hidup di Indonesia, Camaba juga tidak boleh memandang sebelah mata terhadap hal ini. Biaya hidup yang dimaksud sudah termasuk biaya sewa imarah (rumah), uang makan, membeli kitab dan lainnya. Salah satu cara ideal untuk mengatasi hal ini adalah dengan memerhatikan kehidupan dan kebutuhan di Kairo, terutama sebelum masuk masa kuliah. Kalau Mahasiswa yang baru datang dari Indonesia langsung memulai perkuliahan, mereka akan bingung untuk menimalisirkan biaya hidup semurah mungkin. 

Mesir adalah negara dengan empat musim, sangat berbeda dengan Indonesia yang memiliki suhu yang menengah. Sering sekali Camaba yang datang ke mesir akan terkejut dengan suhu yang berbeda-beda di setiap musimnya dalam setahun, adaptasi adalah jawaban yang terbaik. Lalu kapan? Tentu saja saat masa perkuliahan belum di mulai, yaitu ketika masa pembelajaran bahasa di Darul Lughah. Bayangkan kalau mahasiswa Indonesia datang ke Mesir saat musim dingin dan langsung disibukkan dengan kuliah, nah tentunya tubuh yang belum beradaptasi dengan suhu ini akan menyebabkan mereka jatuh sakit, sehingga banyak mata kuliah yang tertinggal. 

Minat dan semangat anak-anak muda Indonesia untuk kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo sudah menembus batas maksimal, betapa tidak? Di tahun 2018 jumlah peserta yang mendaftar mencapai 7.527 peserta dari seluruh Indonesia, seperti dimuat situs Kemenag. Peserta yang lulus berkisar sebanyak 1.950 orang. Kuantitas yang terus bertambah tiap tahun ini memicu ide untuk menggagas diadakannya Darul Lughah cabang Al-Azhar di Indonesia, tepatnya di Jakarta untuk tahun ini. 

Darul Lughah yang akan berdiri di Indonesia juga menjanjikan kualitas yang tidak kalah dengan pusatnya di Kairo, bahkan kurikulum, metode dan materi yang akan disuguhkan  akan sama. Sebagian guru yang akan mengisi pembelajaran dan pengurusan juga akan didatangkan langsung dari Mesir, hal ini menambah keyakinan khalayak ramai terhadap kualitas cabang Darul Lughah di jakarta.

Wisudawan/wisudawati Universitas Al-Azhar Kairo. (Foto: Dok. KMA Mesir)
Dalam rencananya, pihak Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar (OIAA) juga akan menggagas keefektifan dan keunggulan yang lebih mencolok, di antaranya jika di Kairo mereka belajar selama 4 jam sehari, 5 hari seminggu, di Jakarta nanti bisa lebih diintensifkan, misalnya 6-8 jam sehari, 6 hari seminggu. Sehingga 1 level yang harusnya 1,5 bulan bisa disingkat menjadi 1 bulan saja. Hal ini disampaikan sendiri oleh Romli Syarqowi, pengurus OIAA Indonesia. 

Keunggulan lainnya adalah sistem asrama wajib bagi seluruh calon mahasiswa baru. Hal ini dicetus guna untuk memfokuskan penguasaan bahasa. Nantinya Camaba akan mempraktekkan Bahasa Arab di asrama, tidak hanya di kelas belajar Darul Lughah, sebagaimana saat ini terjadi di Kairo. Bahkan di Mesir sendiri, sistem asrama tidak diwajibkan lagi seperti tahun yang lalu, mahasiswa kedatangan 2018 berhak memilih untuk menetap di Asrama atau di rumah. Sistem asrama ini dijamin akan membuat keunggulan dan terobosan-terobosan yang baru. 

Dengan mengikuti Darul Lughah cabang Indonesia, Camaba yang datang ke Mesir tidak perlu menunggu beberapa bulan atau bahkan setahun untuk masuk kuliah seperti yang terjadi sebelumnya. 


Pelaksanaan kelas persiapan bahasa Arab di Indonesia juga dipastikan akan banyak menyelesaikan persoalan calon mahasiswa di Mesir yang berkaitan dengan keamanan, izin tinggal, disorientasi dan masalah lain yang bisa merugikan calon mahasiswa itu sendiri 

Pada akhirnya, keputusan pihak Al-Azhar dan pihak Indonesia mendapat apresiasi yang bagus di kalangan mahasiswa Indonesia di Al-Azhar, tapi juga mendapat banyak kritikan dan saran terkait pemindahan Darul Lughah ke Indonesia, hal ini tentu berada pada kesimpulan mata masing-masing yang memandang dari sudut yang berbeda, sehingga keputusan ini bisa menjadi prestasi atau malah tragedi kita semua.[]

*Penulis adalah mahasiswa Darul Lughah Al-Azhar.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top