Mewujudkan Mahasiswa Produktif dengan Bakat Telematika

Oleh: Maulizal Akmal Muhammad*
(Image: bitrebels.com)

Mahasiswa adalah sebutan bagi orang yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Seorang mahasiswa tidak hanya fokus terhadap mata pelajaran saja, tapi, ia harus peka terhadap alam sekitarnya dan masalah di sekelilingnya. Sesuai dengan sistem belajarnya, di mana mahasiswa hanya mendapatkan sepintas penjelasan tentang mata pelajaran dari dosen, selebihnya mereka harus mencari sendiri dengan cara menelaah dan membaca banyak buku serta bertanya kepada orang-orang yang lebih banyak ilmunya. Berbeda dengan siswa SD, SMP dan SMA atau sederajat yang mendengar sepenuhnya mata pelajaran dari guru. Begitulah hidup seorang mahasiswa, mereka harus belajar mandiri dan bekerja keras. 

Menjadi mahasiswa, seorang dituntut untuk bersikap dewasa, kreatif, kritis dan jeli dalam berfikir serta cerdas dan produktif dalam menanggapi dan menyelesaikan sebuah masalah. Hal ini bisa terjadi karena mahasiswa menduduki tingkat paling atas dalam dunia pendidikan akademis. Mereka merupakan agent of change bagi setiap negara, mereka adalah pengganti para profesor, ilmuwan, pejabat negara, bahkan presiden di masa depan.

Baca juga: Nikah Muda, Dilema Baru Mahasiswa Milenial

Oleh karena itu, tak heran bila sosok mahasiswa begitu disegani dan dinomorsatukan di setiap negara. Bahkan, negara pun memberikan hak demonstrasi bagi para mahasiswa untuk mengkritik pemerintahan dan menegakkan keadilan. Sehingga, ada yang mengatakan “Bila rakyat dan pejabat negara takut kepada Presiden, maka presiden takut kepada mahasiswa.” Mahasiswa punya peran penting dalam kemajuan dan kemunduran sebuah negara. 

Sejarah mencatat bahwa reformasi pemerintahan yang terjadi di Mesir, Libya dan Sudan disebabkan karena kegigihan mahasiswanya. Negara kita, Indonesia, bisa mewujudkan kemerdekaannya karena peran mahasiswa, mereka berhasil menculik Ir. Soekarno untuk memproklamasikan kemerdekaan. Tidak hanya itu, mahasiswa kembali tampil dalam meruntuhkan Soeharto dan mewujudkan reformasi di bumi pertiwi ini. Hampir seluruh peristiwa penting yang tercantum dalam sejarah tidak luput dari campur tangan mahasiswa. 

Bahkan, sangat banyak organisasi-organisasi yang dibentuk mahasiswa untuk mewujudkan perubahan. Di indonesia sendiri, juga banyak terlahir komunitas-komunitas eksternal mahasiswa yang berpengaruh bagi negara, seperti GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), dan sebagainya. 

Dari uraian ini, jelaslah bahwa mahasiswa adalah sosok yang ditunggu kiprahnya oleh masyarakat, merekalah pelopor perubahan dalam mewujudkan negara aman, makmur dan sejahtera, serta warga negara yang produktif, inovatif dan kreatif. 

Mahasiswa milenial 

Dewasa ini, kemajuan teknologi, baik telematika (teknologi dan informatika) dan media lainnya, telah membuat mahasiswa melupakan jati dirinya. Banyak mahasiswa yang masuk perguruan tinggi hanya demi selembar ijazah. Sedangkan hal-hal lain yang berkaitan dengan tanggung jawab mahasiswa mereka abaikan. Kemajuan teknologi dan media sosial malah membuat mahasiswa menjadi kaku dan diperbudak. Mereka lebih cenderung menghabiskan waktu pada hal-hal tidak bermamfaat yang disediakan oleh media. Khususnya media hiburan, seperti game online, situs-situs yang menghibur dan masih banyak lagi. Pantas saja, bila angka pengangguran di Indonesia lebih besar dibandingkan angka produktifitas, penyakit sosial semakin merambah dimana-mana, kriminalitas dan sebagainya. Bahkan, kebanyakan pelaku pencurian, pemerkosaan, perzinaan dilakukan oleh mahasiswa. 

Hal ini tentu membuat mahasiswa yang lahir dan hidup di era milenial ini, dipandang rendah oleh setiap pihak. Ketika semua kebutuhan belajar terpenuhi, kenapa mereka malah merasakan kemunduran? Bukan perubahan dan perkembangan yang mereka wujudkan, tapi malah masalah yang mereka berikan. 

Seharusnya, dengan majunya teknologi komunikasi dan teknologi informasi para mahasiswa lebih leluasa dan mudah dalam mendapat ilmu pengetahuan, informasi, membuat hal-hal baru yang bermamfaat serta meningkatkan intelektualitas demi membanggakan negara. Lebih-lebih ada dari sebagian mahasiswa yang memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi dan ahli dalam telematika.

Hal inilah yang sedang dipraktekkan oleh mahasiswa Aceh yang belajar di Universitas Azhar, Mesir. Ketika banyaknya mahasiswa yang sibuk dengan game online, mengunggah video lucu dan hal yang tidak berbau pendidikan. Mahasiswa Aceh di Mesir mengajukan solusi yang tepat atas masalah ini, mereka membuat sebuah organisasi media, baik media cetak, online dan elektronik, untuk menyebarkan kebaikan kepada yang lain. 

Namun demikian, di zaman milenial ini banyak kita lihat mahasiswa yang terinfeksi dengan virus negatif media sosial. Di antaranya adalah kecanduan terhadap game online. Media hiburan yang satu ini sudah menjadi makanan sehari-hari sebagian mahasiswa. Bahkan, ada sebagian dari mereka yang tidak keluar rumah seharian, tidak makan, tidak masuk kuliah, tidak mempedulikan kejadian sekitarnya karena terlalu serius pada permainannya.

Sebenarnya, game online tidak seburuk anggapan sebagian orang jika dipergunakan dengan bijaksana, karena bermain game di gadget dapat menurunkan tingkat stres yang dialami. Namun, apa jadinya bila terus-terusan dilakukan dan akhirnya jadi kecanduan? Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa kecanduan game bukan membuat tingkat stres menurun, tapi justru dapat meninggkatkan stres dan depresi pada seseorang, menimbulkan kekerasan, menambah rasa malas, bahkan menjadi lebih apatis. 

Tidak hanya itu, masih banyak media hiburan yang menjadi menjadi tujuan utama dalam hidup mahasiswa dewasa ini. Lebih-lebih, sangat banyak mahasiswa kita yang memiliki tingkat intelektualitas di atas rata-rata. Tapi mereka tidak menggunakan media pada hal yang baik dan bermanfaat, mereka malah ditaklukkan oleh hawa nafsunya sendiri. Kepintaran mereka hanya digunakan untuk menipu orang, mencari popularitas dan memuaskan hawa nafsu belaka. Ini adalah masalah sosial dan penurunan budi pekerti yang umum terjadi di kalangan mahasiswa. Padahal, jika mereka bisa mendayagunakan kecerdasan dengan baik dalam dunia teknologi, mereka pasti bisa menjadi pakar dalam telematika dan pelopor terhadap mahasiswa lain. 

Sebenarnya, hal seperti ini adalah maklum, mengingat lingkungan yang mengelilingi mereka mengajarkan yang seperti ini. Namun, perlu dicatat bahwa penyimpangan yang sedemikian rupa masih bisa diubah, dengan cara memperbaiki yang rusak dan mencegah yang belum. Memperbaiki yang rusak bisa dilakukan dengan mengarahkannya ke jalan yang benar, di antaranya dengan mengadakan kompetisi intelektual yang membuat para mahasiswa berkreasi pada hal-hal yang baik dan bermanfaat. Sedangkan mencegah bisa dilakukan dengan mengajak mereka bergabung dalam sebuah komunitas yang memiliki visi dan misi yang baik dalam membentuk karakter anggotanya. Sehingga, para mahasiswa akan selalu terkoordinir dan punya tujuan dalam menggunakan media sosial dan alat teknologi lainnya. 

Mahasiswa harus sadar terhadap tantangan yang sedang menghadang mereka. Jangan sampai mereka terlelap dengan tantangan dan terus-terusan menjadi budak era modern. Para mahasiswa harus bangun dan keluar dari keterpurukannya. Mereka harus menguasai teknologi dan mengarahkannya ke jalan yang baik dan bermamfaat bagi diri mereka, agama dan bangsa. 

Oleh karena itu, dalam mewujudkan mahasiswa yang bijak dalam menggunakan teknologi, mahasiswa harus dididik keras dan dikontrol dengan baik, agar terbentuknya semangat keilmuwan yang tinggi, produktif, inovatif, kreatif, religius dan ahli di bidang telematika. Karena merekalah yang mampu membawa Indonesia menuju era bonus demografi. Era bonus demografi adalah sebuah masa dimana manusia yang produktif di Indonesia lebih besar ketimbang angka nonproduktif. 

Mahasiswa dengan bakat telematikanya 

Terlepas dari itu, untuk mengembalikan jati diri mahasiswa serta mewujudkan mahasiswa yang talenta dalam telematika, tidak semudah mengucapkan “bin salabin abra kadabra”. Tapi, membutuhkan langkah-langkah dan usaha yang nyata. 

Pendek kata, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, perlunya ketegasan dari pemerintah dan pihak akademik di setiap perguruan tinggi. Sebagai pemegang kekuasaan dua sosok ini sangat berpengaruh bagi mahasiswa. Mereka harus mengarahkan mahasiswa ke jalan yang baik, bisa dengan cara membuat peraturan khusus bagi mahasiswa dalam menggunakan media, atau membuat larangan bagi mahasiswa untuk tidak berpedoman pada Google dalam membuat tugas, dan sebagainya.

Nah, jika ada di antara mahasiswa yang melanggar mereka harus memberikan hukuman yang sesuai dengan keadaan mahasiswa dan membuat para mahasiswa jera. Selaku pemilik kekuasaan, dua sosok ini harus benar-benar memikirkan terhadap pengembangan kualitas mahasiswa dan memperbaiki moralnya. Dengan adanya ketegasan dari pemerintah dan pihak akademik, mahasiswa akan lebih terjaga dari hal-hal yang tidak baik. 

Kedua, mahasiswa adalah orang-orang dewasa dan leluasa berpikir, mandiri dan bebas dalam bertindak. Kendati pun demikian, sosok orang tua masih sangat berperan dalam hidup mahasiswa. Orang tua harus lebih menambah perhatian bagi anaknya yang baru saja tumbuh dewasa selama anaknya masih menjadi tanggung jawabnya (belum menikah). Orang tua harus selalu memantau anaknya, bisa dengan cara menanyakan keadaannya, memeriksa telepon genggamnya saat ia pulang atau ketika berjumpa. Salah besar bagi orang tua bila beranggapan bahwa tugasnya dalam mendidik telah selesai saat si anak lulus dari bangku SMA. Sebagai seorang anak, tentunya sangat membutuhkan dua sosok penting ini, walaupun telah menikah. Merekalah yang menjadi penyemangat bagi setiap anak untuk terus berkarya dan melakukan hal-hal yang bermanfaat. 

Ketiga, mahasiswa harus menjaga batasan dalam pergaulan bebas. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memilah dan memilih teman. Membatasi pergaulan adalah langkah yang paling signifikan, karena tidak sedikit orang yang tersengat penyakit sosial disebabkan karena pergaulan. Syeikh Az-Zarnuji pun menyetujui hai ini. Beliau menjelaskan dalam kitabnya, Ta’lim Mutaallim bahwa berapa banyak orang baik menjadi rusak karena berteman dengan orang yang rusak dan berapa banyak orang rusak menjadi baik karena berteman dengan orang baik. Memilah dan memilih kawan adalah hal yang paling dianjurkan oleh ulama-ulama terdahulu. 

Keempat, para mahasiswa mesti mengatur waktu dengan baik. Jangan sampai media malah mengganggu waktu belajarnya. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membuat daftar pekerjaan sehari-hari, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali. Mengatur waktu juga bisa dilakukan dengan cara men-download aplikasi-aplikasi yang bermanfaat di telepon genggam, seperti aplikasi Al-Qur’an, kitab-kitab turast dan bacaan-bacaan lain yang bermanfaat. Tujuannya adalah agar para mahasiswa bisa menghabiskan waktu luang dengan sesuatu yang bermanfaat, seperti halnya ketika sedang dalam perjalanan jauh, mahasiswa akan lebih mudah membaca Al-Qur’an karena tersedia langsung di telepon genggamnya. Jadi, mereka tidak lagi menghabiskan waktu pada hal yang sia-sia. 

Kelima, sebaiknya para mahasiswa yang ahli dan bijak dalam menggunakan teknologi membuat komunitas. Karena dengan komunitas mereka akan lebih kuat dalam menghadapi berbagai tantangan dan lebih mudah dalam menebar kebaikan. Mereka juga bisa mempengaruhi orang-orang yang menyalah gunakan telematika dan mengajari teman-teman yang tidak tahu cara menggunakan teknologi. Jika satu komunitas bisa mempengaruhi sepuluh orang, kemudian sepuluh orang tersebut membuat komunitas lagi dan mempengaruhi sepuluh orang yang lain. Maka tidak menutup kemungkinan, jika dalam waktu singkat akan banyak lahirnya mahasiswa yang berbakat dalam telematika serta bijak dalam menggunakannya.

Baca juga: Kertas Buram Teknologi dan Modernisasi

Inilah beberapa usaha dalam menciptakan mahasiswa yang ahli teknologi, sehingga mereka menjadi lebih produktif, inofatif dan kreatif dalam membangun Indonesia. Semoga Indonesia bisa bangkit dengan intelektualitas mahasiswanya.[]

*Penulis adalah alumnus pondok pesantren Ummul Ayman Samalanga, berasal dari kota Beureunuen, Aceh Pidie. Penulis sedang mengikuti program studi Bahasa Arab di Markaz Lughah Syeikh Zaid, Hay Sadis, Kairo.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top