Filosofi Mie Aceh Goreng Basah


Oleh: Muhammad Mutawalli Taqiyuddin*

Sumber: google image

Aceh, salah satu daerah yang kaya akan beraneka ragam kuliner. Salah satunya adalah Mie Aceh. Tak hanya masyarakat lokal, seluruh warga Indonesia mengenal kuliner lezat ini sehingga menjadi salah satu kuliner khas Indonesia yang asal Aceh. 

Mie Aceh adalah makanan yang mengandung karbohidrat sebagai gizi utama, berbahan utama mie kuning tebal dengan irisan daging sapi, kambing, ayam atau makanan laut seperti udang dan cumi.

Disajikan dengan bumbu sejenis kari yang gurih dan sensasi pedas yang beraneka level. Biasanya ditaburi bawang goreng dan disajikan bersama kerupuk emping, potongan bawang merah, mentimun, dan jeruk nipis. 

Jika diklasifikasi, Mie Aceh terbagi kepada tiga jenis : Mie Aceh goreng (kering), Mie Aceh Tumis atau yang biasa dikenal juga dengan Mie Aceh Goreng Basah, dan Mie Aceh kuah. 

Mengapa Mie Aceh? Karena saya adalah orang Aceh dan saat menulis ini, perut saya sangat lapar. Mie Aceh merupakan salah satu menu makanan favorit yang membuat nafsu makan saya diatas rata-rata manusia normal, maka dari itu untuk menahan lapar, saya menulis kolom ini; Mie Aceh. 

Dan saya sarankan bacalah tulisan ini ketika anda lapar, karena tidak ada nikmatnya membaca ini ketika perut sedang full tank

Dari tiga jenis Mie Aceh yang disebutkan tadi, ada satu jenis yang mungkin terlihat biasa saja tapi sangat unik, yaitu Mie Aceh tumis atau goreng basah. Apa yang unik dari Mie Aceh goreng basah tersebut? 

Apakah karena bumbunya yang meresap sempurna dengan keseimbangan kamera yang diambil sudut pandang yang pas? Eh, salah, maaf. 

Apakah karena bumbunya yang meresap sempurna hingga ditemukan keseimbangan antara bumbu, mie dan kuahnya yang dapat membuat rasa unik tersendiri di lidah anda? Apakah karena disaat anda ragu mau pesan mie Aceh jenis apa, ragu ingin makan yang kering atau kuah sehingga anda memilih yang dapat dua-duanya yaitu dengan di tumis? Itu benar, akan tetapi letak keunikannya bukan disitu. 

Keunikan dari Mie Aceh goreng basah adalah menu tersebut menjadi simbol keseimbangan. Mie Aceh adalah simbol keseimbangan. 

Mie Aceh ; Simbol Keseimbangan 

Duh, perut makin lapar aja nih. Perutku tak henti-hentinya mendesakku agar segera ke warung Mie Aceh terdekat. Sebelum itu, kiranya perlu dijelaskan bagaimana bisa Mie Aceh goreng basah disimbolkan dengan keseimbangan. 

Keseimbangan adalah salah satu hal yang perlu diperhatikan baik-baik dalam hidup. Secara umum salah satu faktor orang-orang sukses di dunia ini karena mereka mampu menjaga keseimbangan hidup. Dilihat dari sudut psikologi, manusia memiliki empat dimensi kunci, antara lain : Tubuh (Fisik), Otak (Mental), Hati (Emosional), dan Jiwa (Rohani). 

Dari keempat dimensi tersebut perlu adanya keseimbangan yang jika tidak dijaga keseimbangan tersebut dapat membuat seorang manusia mengalami kekacauan yang menimpa sendi-sendi kehidupan. 

Contohnya jika kerja keras yang melibatkan fisik dan mental tanpa melihat dimensi emosional dan rohani, maka akan berakibat kelumpuhan aspek lain yang tentunya mempengaruhi perkembangan kehidupan fisik, mental maupun spiritual seseorang. 

Dilihat dari dimensi lain, umat Islam menghadapi dua dimensi besar yaitu dimensi dunia dan akhirat (hari akhir). Allah berfirman dalam Al-Quran Surat Adh-Dhuha ayat 4: 

“Dan sungguh yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan” (QS. Adh-Dhuha (93) : 4) 

Para mufasir ada yang menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan ‘yang kemudian’ itu adalah kehidupan akhirat, sedangkan ‘yang permulaan’ adalah kehidupan dunia. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa kehidupan akhirat lebih baik dari kehidupan dunia. 

Namun dari itu mengutamakan amalan-amalan untuk akhirat dan meninggalkan urusan dunia merupakan contoh cara mengambil kesimpulan yang salah. Mengapa demikian? Karena dalam Al-Quran juga, Allah berfirman pada Surat Al-Qashash ayat 77: 

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerakan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash (28) : 77) 

Dari ayat ini, justru Allah juga memerintahkan kita agar jangan meninggalkan urusan dunia dengan dalih sibuk mencari pahala untuk hari akhirat kelak. Dalam artian memerintahkan kita agar senantiasa menjaga keseimbangan hidup demi kebahagiaan dunia maupun akhirat. Begitulah Islam berbicara mengenai keseimbangan. 

Mie Aceh goreng basah adalah bentuk keseimbangan. Keseimbangan antara kuah yang tidak terlalu banyak layaknya di Mie kuah dan takaran bumbu mie yang juga tidak sebanyak di Mie goreng kering, sehingga dapat meninggalkan jejak sensasi kuah dan bumbu mie yang lezat di lidah penikmatnya. Di salah satu kesempatan teman saya pernah mengatakan, “kalau ragu mau pesan apa, pesan aja mie goreng basah, karena mie goreng basah itu kuahnya dapat seperti mie kuah dan resapan bumbunya juga dapat seperti mie goreng kering”. 

Di saat kita bingung mau lebih fokus belajar sains (dunia) atau ilmu agama (akhirat) karena keduanya amat penting, maka keluarkanlah idealisme keseimbangannya. Belajarlah kedua-duanya dengan kreatifitas menyeimbangkan waktu dan sarana. 

Keseimbangan hidup itu perlu dilatih. Jika kini anda sedang di kairo, maka singgahlah ke dua rumah makan Mie Aceh yang sangat terkenal di kalangan mahasiswa-mahasiswi asal Indonesia di Mesir. Bahkan kelezatannya juga diakui oleh non-Indonesia. Yaitu Mie Aceh Pakaji di 10th district, Medinat Nasr dan Mie Aceh Darrasah yang berlokasi di Darrasah, belakang Masjid Al-Azhar. 

Di dua tempat ini, anda dapat melatih diri untuk menjaga keseimbangan hidup dengan memesan Mie Aceh goreng basah, jika dipesan dengan istilah Mie Aceh tumis mungkin agak terdengar asing di telanga kokinya. Tapi jika istilah Mie Aceh goreng basah, itu akan membuat stok air untuk kuah dan bumbu mie untuk diracik bersama mie seimbang sehingga stok bumbunya juga tidak cepat habis. 

*penulis adalah mahasiswa tingkat I Universitas Al-Azhar, Fakultas Ushuluddin

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top