Menyoal Perbedaan, Haruskah?

Oleh: Deffa Cahyana Harits*


(Image: desawarna.wordpress.com)

Tidak ada yang salah dengan perbedaan, yang salah adalah keegoisan kita dalam memandang perbedaan. Percayalah! Sadar atau tidak, inilah yang sering terjadi pada kita di penghujung zaman ini. 

Perlu digaris bawahi, agama Islam melarang adanya perpecahan bukan perbedaan. Keegoisan dalam berpikir lalu dibalut kebencianlah yang membuat hati keras dalam menerima sebuah perbedaan. Perbedaan tidak akan berujung konflik selama tidak disertai dengan sentimen dan kebencian. 

Islam adalah agama yang berisi ajaran rahmatan lil ‘alamin (membawa rahmat bagi alam semesta). Allah Swt. mengutus Nabi Muhammad Saw. untuk menjadi pedoman bagi kita semua dalam melakukan kebaikan (kemaslahatan). Tujuan diutusnya Nabi Muhammad Saw. adalah untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur (akhlak al-karimah)

Segala akhlak al-karimah terhimpun dalam kepribadian Rasulullah Saw. Ketika Ummul Mukminin Aisyah Ra. ditanya oleh seorang sahabat; bagaimana akhlak Rasulullah? Aisyah Ra. menjawab: “Akhlak Rasulullah itu al-Quran." Salah satu akhlaknya yang mulia adalah sikap dan tingkah laku beliau yang menghargai perbedaan di antara sesama manusia. 

Ini terbukti bahwa perbedaan pendapat dan pandangan tak hanya terjadi pada saat ini, akan tetapi sudah ada di antara para sahabat yang kerap terjadi pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin. Tetapi kerendahan hati dan pikiran yang jernih, akhlak, keihklasan dan toleransi yang tinggi, tidak sombong dan merasa paling benar sendiri, menjadikan para sahabat saling bermusyawarah dan berdiskusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam perbedaan yang dihadapi umat Islam saat itu. 

Perbedaan adalah sunnatullah bagi manusia. Maka, tak heran lagi jika dalam Islam sering dikatakan bahwa perbedaan itu adalah bagian dari rahmat Allah Swt. Dan, alangkah meruginya ketika kita harus berselisih disebabkan oleh rahmat Allah Swt. 

Menyikapi setiap perbedaan 

Merasa paling benar. Tanpa kita sadari mungkin sikap seperti ini pernah terselip di hati kita ketika menghadapi perbedaan. Padahal sikap seperti ini adalah akar dari kesombongan. Orang yang merasa benar akan sulit mendapatkan kebenaran. Bahkan, yang terjadi adalah kekeliruan yang semakin dalam. Ya, karena yang terbesit di dalam hatinya hanyalah kalimat "Apa pun itu, akulah yang paling benar!"

Lalu mencari kebenaran, bukan pembenaran. Kebenaran dan pembenaran itu adalah dua hal yang berbeda. Perbedaannya apa? Kebenaran adalah buah dari usaha kita mencari kejelasan makna pada suatu tindakan, persoalan dan permasalahan. Orang yang mencari kebenaran akan melihat secara objektif dan terbuka menerima saran, kemudian mempertimbangkannya. 

Sedangkan pembenaran adalah alasan-alasan subjektif yang dijadikan sebagai alat mempertahankan pendapat. Orang yang gigih mencari pembenaran tidak akan terbuka menerima saran dan kritik. Baginya dialah yang paling benar. 

Menghindari perdebatan. Dalam islam, ini disebut dengan “Jidal”. Berdebat. Di dalam buku “Seni Berbeda Pendapat” karya Dr. Abdullah bin Ibrahim At-Thariqi dijelaskan secara gamblang apa-apa saja yang harus kita lakukan dalam hal perbedaan pandangan ini. Kalau yang diperdebatkan itu memenuhi syarat, silahkan. Tetapi dengan catatan tujuannya adalah untuk mengidentifikasi kebenaran, bukan memenangkan kelompok semata. 

Ada pula ternyata hal-hal yang tidak boleh diperdebatkan. Apa itu? Hal-hal yang sudah jelas hukumnya dari Allah Swt. dan dipercontohkan oleh Rasulullah Saw. 


Maka bijaksana adalah sifat yang harus ada pada diri kita dalam menyikapi perbedaan karena pada hakikatnya dengan perbedaan itulah Allah Swt. mengasah kearifan dan kedewasaan kita. Ingatlah, iman telah menyatukan kita. Lantas, relakah kita bercerai-berai setelah dipersatu-padukan oleh Islam? 

Semoga tercipta ukhwah di antara kita. Ukhwah yang dilandasi oleh iman. Ukhwah yang menjadikan kita kuat seperti bangunan. Tinggi menjulang yang kokoh setiap sudut dan sisinya. Jangan biarkan dalam tubuh kita mengalir darah kebencian hanya karena sebuah perbedaan.[]

*Penulis merupakan mahasiswi tingkat 1 Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top