Rihlah Maktabah Keputrian KMA: Trik Memilah Kitab dan Menelaah Maktabah

Oleh : Deffa Cahyana Harits*

(Sumber Foto : Dokumen Pribadi)


Rihlah Maktabah (Jalan-jalan ke toko buku) sangatlah penting. Rihlah ke pantai juga perlu, namun jika budget anda terbatas, Rihlah Maktabah yang diadakan oleh Keputrian Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir pada Sabtu, (14/9) sangat amat membantu dan lebih ekonomis. 

Pukul 13.00 Clt. Sahah Aceh, Darrasa menjadi tempat titik kumpul Keputrian KMA untuk mengkaji perihal, kitab bagaimana sih yang harus dibeli? Maktabah apa aja yang recommended? Dan lain sebagainya. Setelah itu, baru kami memulai untuk menelusuri maktabah-maktabah yang berada di sekitar Darrasah-Hussein. 

Penyampaian materi ini diisi langsung oleh para pakar literasi masisir. Di antaranya, Ustaz Mukhlis Hasballah, Lc., Dipl., Ketua Perpustakaan Mahasiswa Indonesia Mesir (PMIK) periode 2012-2013. Dan Ustaz Syahrul Munawwir, Lc., pegiat literasi masisir. 



Memilah Kitab 


Ustaz Mukhlis dan Ustaz Syahrul saat memberikan materi di Sahah Aceh Darrasa.
(Foto : Dokumen Pribadi)

Di awal pembicaraan, Ustaz Syahrul menyampaikan segelintir nasehat. Syekh Usamah Al-Azhari dan Syekh Ali Jum'ah Hafidzahumullah pernah mengatakan, rukun ilmu itu ada lima. Pertama, Al-Ustaz (Syekh) atau guru yang mampu membimbing kita. Selaku Azhari kita jangan sok-sokan ingin belajar sendiri. Cari guru, cari di madyafah-madyafah, cari di ruwaq-ruwaq Azhar. Maka setelah mencari, kamu akan menemukan masyaikh yang akan membuat kamu fattaah (terbuka). Dalam artian mungkin belajar Mantiq dengan Syekh ini susah tapi dengan Syekh yang ini kok jadi mudah. Nah, itulah Syekh yang fattaah yang dengan-nya kita lebih mudah dalam menerima ilmu. Ketika kita mendapatkan Syekh yang seperti itu berarti kita harus mulazamah dengan beliau. Sebisa mungkin kita cari masyaikh yang bisa membuat kita terbimbing dalam perjalanan keilmuan kita. 

Kenapa harus begitu? 


Di Azhar sendiri kita sama-sama tau. Satu Fann ‘ilmu saja bisa di-syarah oleh beberapa masyaikh. Ini bukan tanpa tujuan, melainkan Al-Azhar sengaja agar kita bisa memilih Syekh mana yang cocok untuk kita. Di samping itu kita juga harus banyak berdoa agar Allah Swt. memudahkan kita dalam menuntut ilmu, memberikan kita rezeki Syekh yang dapat memberi pemahaman terhadap ilmu. 

Kedua, Thalib. Thalib itu bukan cuma yang berbentuk jasmani. Bukan cuma "Oh... saya thalib". Tapi seorang thalib yang muaddab. Seorang thalib yang siap belajar. Percuma jika para syekh semangat, satu dars bisa diajarkan oleh beberapa masyaikh tapi thalib-nya hanya berdiam diri di rumah. Enggak nyamperin syekh, gimana mau bisa?! 


Ketiga, Manhaj. Belajar harus pakai metode. Jangan asal-asalan. Sangking semangatnya talaqqi, di mana ada talaqqi langsung ikut. Enggak paham ya udah, kan tabarrukan (Red: Ngambil berkah). Tidak begitu! Carilah pengajian yang betul-betul membuat kita mengerti. Biasanya Al-Azhar dalam mengadakan suatu Fann ‘Ilmu itu ada tiga marhalah; Mubtadi', Mutawassith, dan Muntahi. Kalau kita masih marhalah mubtadi' pelajarilah kitab yang mubtadi’. Tidak perlu buru-buru ke mutawasshit apalagi muntahi. Kita sama-sama belajar. Untuk apa malu dalam menuntut ilmu. Bahkan biasanya masyaikh walaupun menjelaskan kitab mubtadi’ tapi penjelasannya sudah seperti mutawassith dan muntahi. Dalam dan sangat luas. Mungkin jika kita baca sendiri bisa ngerti tapi jika dijelaskan langsung oleh para masyaikh itu lebih membuat kita paham. 


Keempat, Bi'ah yaitu lingkungan. Bagi kita penuntut ilmu, lingkungan itu sangat penting untuk mendukung kualitas keilmuan kita. Kalau bisa, kita harus satu misi dengan teman serumah. Biasanya, kalau teman serumah suka main game, yang enggak suka main game pun ikutan nge-game. Begitu pula jika teman serumah suka nonton, maka yang lain juga bisa ikut-ikutan nonton. Tapi jika bi'ah-nya para penuntut ilmu, semalas-malasnya kita pasti akan terenyuh ketika ada teman yang pergi belajar dari pagi sampai malam dan sering membaca Alquran. "Kok saya enggak bisa sih kayak temen saya?!" pasti akan ada terbesit kata-kata tersebut di dalam hati. 


Nah, Rukun terakhir yang menjadi pokok pembahasan ini adalah kitab. Kitab ini sendiri terdiri dari dua macam. Pertama, Kitab lid Duruus. Kitab yang tidak bisa kita pelajari sendiri. Harus memakai guru. Karena kalau dibaca sendiri rentan terjadi kesalahan dalam pemahaman. Kedua, Kitab Muthala'ah. Kitab yang tidak mengapa jika dibaca sendiri. Seperti majalah, novel dan lain sebagainya. 


Secara umum Fann ‘ilmu atau Disiplin Ilmu itu ada dua belas. Ini dibagi menjadi dua bagian. Pertama, ‘ilmu Maqashid. 'Ilmu Maqashid merupakan ilmu yang akan kita tuju. Seperti Tafsir, Hadis, Fiqh, dan Akidah. Kedua, ‘ilmu Alat. Ilmu Alat merupakan ilmu yang dengannya kita dapat lebih mudah dalam memahami kandungan dari ‘ilmu maqashid. Seperti Ulumul Quran, Ulumul Hadis, Ushul Fiqh, Nahwu, Sharaf, Balaghah, Mantiq, dan Adab. Karenanya, sebelum mempelajari ‘ilmu Maqashid dianjurkan mempelajari ‘ilmu Alat terlebih dahulu dari mulai mubtadi' hingga muntahi. ‘Ilmu Maqashid dan ‘Ilmu Alat inilah yang dimaksud dalam contoh Kitab lid Durus. Yaitu proses belajarnya harus disertai guru!

Kitab apa sih yang harus kita beli terlebih dahulu...? 

Dalam membeli kitab, kita beli yang ahammul aham (Paling penting) terlebih dahulu. Apa itu? Ya, dua belas fann ilmu diatas. Minimal kita punya satu kitab dari setiap fann ilmu. Kalau punya uang jajan lebih, minimal punya tiga kitab dalam satu fann 'ilmu. Contoh Ushul Fiqh, kita punya satu kitab untuk mubtadi’, mutawasshit dan satunya lagi untuk muntahi. Jadi kalau kita jumlahkan ke dalam setiap fann 'ilmu ada 36 kitab minimal yang harus kita pelajari selaku Azhari. InsyaAllah kita bisa kalau benar-benar serius. 

Begitulah kira-kira pemaparan dari Ustaz Syahrul Siang itu. Di menit selanjutnya, Ustaz Mukhlis menambahkan bahwa Rihlah Maktabah atau mengenal kitab sekilas memang terlihat mudah dan sederhana. Tapi bagi kita seorang penuntut ilmu tidak demikian. Karena mengenal seluk beluk kitab itu panjang dan dalam. Makanya ada yang namanya ilmu perpustakaan. Begitupun untuk meraih gelar pustakawan  (Bibliografer) tentunya harus melalui proses pembelajaran. Bahkan Eropa punya spesialis khusus tentang itu. Sedikit kita melihat pada sejarah. Pada Abad ke-3 ulama-ulama Islam di Arab sudah banyak melahirkan karya-karya berupa kitab. Berkembang dan terus bertambah sampai Abad ke-5 yang mana Eropa sendiri belum mempunyai karya-karya yang begitu signifikan. 

Dalam dunia literasi kita juga mengenal banyak ulama-ulama yang mengarang kitab tentang kitab. Seperti Mu'jam Muallafin, membahas tentang kitab-kitab yang pernah ditulis oleh ulama-ulama Islam, penulisnya siapa, yang menukilkannya siapa saja, edisi berapa, dan lain sebagainya. 

Memilih sebuah kitab bisa dilihat dari berbagai sisi. Jika kita lihat dari sisi umurnya, terdapat kitab yang umurnya sudah sangat tua atau dikatakan dengan Kitab Turast. Syekh Ali Jum'ah mengatakan, yang disebut dengan kitab turast adalah kitab yang sudah berumur seratus tahun atau lebih. 

Adapun lawan dari turast yaitu kontemporer atau mu'ashir. Nah, dalam membeli kitab atau memilih referensi perlu diperhatikan pada kitab turast. Kenapa demikian? Karena selain umurnya sudah tua harus kita perhatikan fisiknya. Seperti kertasnya, penjilidannya, percetakannya, dan lain sebagainya. 



Menelaah Maktabah 


(Sumber Foto : Dokumen Pribadi)


Tidak hanya kitab. Maktabah juga harus kita perhatikan. Ada yang istilahnya Maktabah Tijariyah, maktabah yang mencetak kitab dengan tujuan sekedar untuk berbisnis. Aneh rasanya ketika kita mengkaji kitab Fikih Syafi’i misalnya, tapi kitab tersebut dikomentari oleh orang-orang yang tidak bermazhab apalagi yang menyalahkan mazhab. Contoh lain, kita mengkaji mazhab Asy'ari tapi yang men-tahqiq kitab tersebut orang yang menyesatkan mazhab Asy'ari. Maka demikian perlu diperhatikan maktabah yang memiliki cetakan bagus. Begitupun dengan muhaqqiq-nya. Apakah dia orang terpercaya sesuai dengan manhajnya dan spesialis di bidangnya. Tapi ada juga maktabah yang visi dan misinya untuk melahirkan kembali karya-karya ulama terdahulu dengan bentuk yang lebih baik dan sempurna tentunya. 

Adapun kitab kontemporer, kita tidak perlu melihat kepada tahqiq-nya, cetakannya, dan lain sebagainya. Karena kitab kontemporer umumnya ditulis ketika si penulis masih hidup. Jadi kemungkinan besar tidak ada terjadi perubahan berupa kesalahan. 


1. Maktabah Darus Shalih 

Maktabah Darus Shalih
 
(Sumber Foto : Dokumen Pribadi) 

Dalam percetakan, ada yang namanya thiba'ah. Maksudnya, maktabah tersebut mencetak kitab itu sendiri. Ada juga tauzi', yaitu maktabah yang mendistribusikan sebuah kitab namun yang mencetaknya maktabah lain. Seperti maktabah Darus Shalih. Maktabah ini mencetak kitab sendiri tapi juga mendistribusikan kitab-kitab yang dicetak di tempat lain. 

2. Maktabah Darussalam 


Maktabah Darussalam
(Sumber Foto : Dokumen Pribadi)

Selain mencetak kitab sendiri dan mendistribusikan kitab-kitab yang dicetak orang lain, maktabah ini merupakan percetakan dan distributor terbesar di Mesir. Karena Maktabah Darussalam ini mendistribusikan lebih dari seratus percetakan di dunia. 


3. Maktabah Azhariyyah Lit turats 


Maktabah Azhariyyah Lit turats
(Sumber Foto : Dokumen Pribadi)


Selanjutnya ada Maktabah Azhariyah lit Turats. Kualitasnya bagus. Kitab-kitabnya kreatif. Maktabah ini pas berada di Seberang Sahah Aceh, Darrasa. 

4. Maktatabah Al-Qahirah

Maktabah Al-Qahirah
(Sumber Foto : Dokumen Pribadi)


Melawati beberapa gedung ke arah kanan dari Maktabah Azhariyyah li Turats, kita dapat menjumpai Maktabah Al Qahirah. Disini terdapat kitab-kitab kuno. Karena maktabah ini merupakan maktabah tertua di Kairo. 

5. Maktabah Muassasah Al-Mukhtar


Maktabah Muassasah Al-Mukhtar 
(Sumber foto : Instagram @nadathursina) 

Bagi Mahasiswa/i Fakultas Lughah, Maktabah Muassasah Al-Mukhtar sangat recommended. Selain penjaga maktabah-nya ramah, di sini memang banyak terdapat kitab-kitab khusus lughah. Tak heran, jika Syekh Fauzi Konate sering singgah ke sini. 

6. Maktabah Al-Manar 


Maktabah Al-Manar 
(Sumber Foto : Dokumen Pribadi)

Maktabah ini merupakan tempat percetakan kitab-kitab Syekh Hisyam Hafizdahullah. Berlokasi di belakang masjid Sayyidina Hussein. 

7. Maktabah Dar Al-Faqih 


Maktabah Dar Al Faqih 
(Sumber Foto : Dokumen Pribadi)

Tidak jauh dari Maktabah Al-Manar, ada juga Dar Al-Faqih. Maktabah-nya sangat indah karena masih lumayan baru. Di sini juga terdapat kitab-kitab Habib Umar, Syekh Usamah Al-Azhari, dan lain sebagainya. Bahkan mencetak dan mendistribusikan buku; Islam Radikal, Telaah Kritis Radikalisme Dari Ikhwanul Muslimin Hingga ISIS dalam berbagai bahasa. 

Demikian sedikit pengalaman Rihlah Maktabah Keputrian KMA. Masih terdapat banyak maktabah lainnya yang tak sanggup penulis sebutkan satu persatu. Menurut hasil survei dari Ustaz Syahrul, terdapat 148 maktabah yang terletak di kawasan Darrasah hingga Hussein. Semoga tulisan ini bermanfaat. Wallahu A'la wa A’lam.[] 


*Penulis merupakan mahasiswi Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar










Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top