Meneladani Sayyidah Aisyah dari Buku Aisyah Ummul Mukminin

Oleh: Muhammad Syukran*
Cover tampak depan (Dok. Pribadi)
Siapa yang tidak kenal Sayyidah Aisyah Ummul Mukminin. Namanya begitu harum bersanding dengan Rasulullah Saw. Beliau adalah istri Nabi Muhammad Saw. Ummu al-Mukminin Sayyidah Aisyah lahir tujuh tahun sebelum hijrah ke Madinah, ayahnya bernama Abu Bakar. Sebelum masuk Islam nama ayahnya adalah Abdul Ka’bah, kemudian Nabi Muhammad Saw. menggantinya menjadi Abdullah.

Nasab Ummul Mukminin adalah Aisyah binti Abdullah bin Abi Quhafah Utsman bin ‘Amir bin ‘Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah. Nasab Sayyidah Aisyah bertemu dengan nasab Nabi Muhammad Saw. di kakeknya yang ke tujuh, yaitu Murrah. 

Adapun nama ibundanya Sayyidah Aisyah adalah Zainab, namun lebih dikenal dengan Ummu Ruman. Memiliki nasab yang mulia dan dipilih oleh Allah Swt. sebagai istri Rasulullah Saw. tidak menjadikannya congkak dan sombong, tidak membuatnya lalai untuk selalu beribadah. 

Tulisan ini tidak bermaksud untuk membandingkan Sayyidah Aisyah dengan istri-istri Rasulullah Saw. yang lain. Bukan pula untuk membahasa tentang lagu Aisyah yang baru-baru ini viral. Penulis kali ini akan mengulas sedikit tentang buku Aisyah Ummul Mukminin karya Syekh Ramadhan Al-Buthi. Sebenarnya terniat setahun yang lalu untuk meresensi buku ini. Setelah mencarinya di salah satu stand saat pameran buku internasional di Kairo tahun lalu. Tapi karena belum dibaca habis akhirnya baru sempat ditulis sekarang. 

Buku ini berjudul 'Aisyah Ummu al-Mukminin yang dikarangan oleh Ulama Suriah, Syekh Syahid Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi. Awal pertama kali terbit di Dar el-Fikr pada tahun 2018 di Damaskus. Buku kecil ini memiliki 144 halaman dan 20 sub bab dengan ketebalan sekitar 20 centimeter. Buku ini berbahasa Arab fushah (resmi) dan untuk saat ini sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa. Buku ini dapat dijumpai di toko-toko buku yang menjual buku-buku karangan Syekh Al-Buthi. Penulis membelinya seharga 60 Pound Mesir (80 ribu Rupiah) saat itu. 

Buku ini ditulis oleh Syekh Ramadhan Al-Buthi untuk membantah tuduhan-tuduhan keji yang dituduhkan oleh orang-orang Barat kepada Rasulullah Saw. Seperti salah satu tudahan keji mereka, yang mengatakan Rasulullah menikahi gadis di bawah umur. Juga tuduhan-tuduhan keji lainnya. Dalam buku ini Syekh Al-Buthi juga menampik tuduhan-tuduhan tak benar tersebut dengan sangat bijak dan lugas. 

Dalam buku tersebut, Syekh Al-Buthi menjelaskan detail kehidupan Sayyidah Aisyah Radhiyaallahu ‘anha, yang sering menjadi sasaran syubhat muhtarifu ghazwil fikri. Dalam mukaddimahnya beliau bercerita tentang putrinya yang tinggal bersama suaminya di Riyadh dan belum tahu tetang buku tersebut, karena memang belum diterbitkan sama sekali. Lalu putrinya menelpon Syekh Al-buthi. 

Dalam percakapan tersebut putrinya mengatakan bahwa semalam dia bermimpi pintu rumahnya diketuk seseorang. Saat dia membuka pintu rumahnya terlihat seorang perempuan dan mempersilahkannya masuk. Lalu dia berkata, “Aku adalah Aisyah Ummul Mukminin. Kedatanganku ke sini untuk menyampaikan rasa terimakasihku pada ayahmu”. Ketika mendengar cerita tersebut Syekh Al-Buthi langsung bersujud syukur. 

(Dok. Pribadi)
Ada hal menarik di balik cerita ini, dimana Sayyidah Aisyah tidak mendatangi langsung Syekh Al-buthi selaku penulis buku tersebut tapi malah mendatangi putrinya. Ini bukti bahwa beliau selalu menjaga rasa malu dan kehormatannya hingga tidak mau menemui lelaki yang bukan mahramnya. Juga jawaban atas fitnah keji (haditsul ifki) yang pernah dituduhkan kepada beliau. 

Dulu ketika Rasulullah Saw. dan Sayyidina Abu Bakar dimakamkan di kamar Sayyidah Aisyah, beliau biasa saja memasuki kamarnya tanpa menggunakan hijab, dan berkata: “mereka berdua adalah suamiku dan ayahku”. Beliau lalu bercerita: “Tapi ketika Umar dimakamkan disana, Aku selalu memakai hijab ketika memasuki kamarku, karena aku malu kepada Umar”. Begitulah sifat malu yang dimiliki Sayyidah Aisyah. 

Buku ini juga bercerita bagaimana Sayyidah Aisyah dengan ibadahnya. Dikatakan bahwa beliau adalah seorang yang zuhud lagi wara’. Terbiasa dengan berpuasa dan shalat malam. Banyak berdoa dan khusyuk dalam shalatnya. Ketika sedang membacakan ayat yang berbunyi tentang khauf (rasa takut) dan wa’id (ayat al-Quran yang terdapat ancaman dengan azab dan siksaan yang pedih), maka beliau akan berhenti sejenak lalu berdoa. 

Diceritakan pada suatu hari datang seorang perempuan miskin dengan kedua anak gadisnya. Kemudian Sayyidah Aisyah memberikan mereka tiga butir kurma, hanya itu makanan yang beliau miliki. Kedua anak gadis itu memakan kurma yang diberikan Sayyidah Aisyah. Sedangkan ibunya membagi kurmanya menjadi dua bagian lalu diberikannya kepada kedua anaknya lagi. Terharu melihat kejadian itu Sayyidah Aisyah melaporkannya kepada Rasulullah Saw. dan berkata: “Sungguh Allah telah memberinya imbalan surga (atas perbuatannya) dan menjauhkannya dari neraka.” 

Selain sebagai seorang istri, keilmuan Sayyidah Aisyah sangat luar biasa. Jika para sahabat bingung terhadap suatu perkara agama, kemudian tak menemukan jawaban, mereka akan bertanya kepada Sayyidah Aisyah terhadap apa yang luput dari mereka. Diriwayatkan oleh Imam Az-Zarkasyi dalam kitabnya Al-Ijabah, tentang Abu Musa al-Asy’ari dan para sahabat lainnya yang bingung pada sebuah hadis, kemudian mereka bertanya kepada Sayyidah Aisyah, lalu mereka mendapat banyak ilmu darinya. 

Diriwayatkan oleh Ibnu Hajar –dari kalangan Tabi’in, dalam kitabnya Al-Ishabah, “Aku melihat para sahabat sepuh Rasulullah Saw., mereka bertanya kepada Sayyidah Aisyah tentang faraidh (ilmu pembagian harta warisan). Diriwayatkan oleh Atha’ bin Abu Rabbah bahwa Sayyidah Aisyah adalah orang yang cerdas, berilmu dan berwawasan luas. Hisyam bin ‘Urwah meriwayatkan dari ayahnya: “Tidak pernah aku jumpai seorangpun yang lebih paham tentang fikih, medis dan syair dari Aisyah”. Imam Az-Zuhri mengkiaskan: “Jika dikumpulkan ilmu Aisyah kepada semua ilmu ummahat mukminin (istri-istri nabi yang lain) dan ilmu seluruh perempuan –di masa itu. Maka ilmu Aisyah lah lebih unggul. 

Selain itu Sayyidah Aisyah termasuk satu-satunya shahabiyyat (sahabat perempuan) yang paling banyak meriwayatkan hadis. Beliau menduduki posisi keempat setelah sahabat Abu Hurairah, Ibnu Umar, dan Anas bin Malik. 2210 butir hadis telah berhasil beliau dapatkan baik dari Rasulullah Saw. secara langsung atau dari sahabat lainnya seperti Sa’ad bin Abi Waqqash, Umar bin Khattab, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Sayyidah Fathimah Az-Zahra. 

Sayyidah Aisyah memiliki murid yang bertalaqqi kepadanya. Terdapat sebuah ruangan disebut Hujrah asy-Syarifah tempat mereka bertalaqqi di rumahnya. Murid-murid tersebut mendengarkan ilmu yang disampaikan Sayyidah Aisyah dari balik hijab (sejenis kain tirai). Diantara beberapa muridnya adalah Hasan al-Bashri, Al-Aswad bin Yazid an-Nakha’i, Sa’id bin al-Musayyib dan Atha’ bin Abi Rabbah. Adapun sebagiannya lagi dari kalangan keluarganya, seperti Abdullah dan ‘Urwah bin Zubair (kedua anak kakaknya Asma’), Al-Qasim bin Muhammad (anak dari saudara laki-lakinya). 

Setelah Rasulullah Saw. wafat. Di masa khulafau rasyidin membentuk sebuah sistem syura. Membahas terkait permasalahan yang belum pernah dijelaskan dalam nash-nash al-Quran dan hadis. Maka para majelis syura akan merujuk kepada Sayyidah Aisyah dan meminta jawaban padanya. 

Sayyidah Aisyah wafat di bulan Ramadhan pada tahun 58 hijriah. Ibnu Katsir membenarkan bahwa beliau wafat di malam Selasa di hari ke-17 Ramadhan. Beliau mewasiatkan agar dimakamkan di pemakaman Baqi’ pada malam hari. Kemudian dishalatkan oleh Abu Hurairah dan seluruh muslimin setelah shalat witir. Adapun saat pemakaman yang turun untuk menyambut Sayyidah Aisyah ada lima orang diantaranya, Abdullah bin Zubair dan ‘Urwah bin Zubair, dan dua anak laki-laki dari saudarinya Asma’ binti Abu Bakar. 

Beliau wafat pada umur 67 tahun. Ketika Rasulullah Saw. wafat saat itu Sayyidah Aisyah berumur 18 tahun. Atau sekitar 9 tahun jika dihitung dengan tahun hijriah –Rahimahaallahu wa radhiya ‘anha wa ardhaaha

Buku ini sangat cocok untuk dibaca oleh semua kalangan, juga muda-mudi agar mampu memposisikan diri dalam hal apapun. Terkhusus untuk kaum hawa yang sedang mencari jati diri dan teladan dalam hidup. Dengan memilih panutan/teladan yang baik, sedikit banyak kebaikan yang terdapat pada Sayyidah Aisyah akan menular. Inilah hasil Madrasah An-Nubuwat, mendidik wanita sebagaimana mestinya. Dengan adanya sosok Sayyidah Aisyah sebagai tauladan umat, semoga nantinya akan muncul lebih banyak lagi Sayyidah Aisyah yang baru. Sehingga membawa keberkahan dan kebaikan untuk seluruh umat manusia. 


*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ushuluddin jurusan Akidah dan Filsafat Universitas Al-Azhar Kairo. 

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top