Cara Kembali ke Al-Quran dan Sunnah Ala Alumni Hijrah
Oleh: Annas Muttaqin*
|
Katakan saja slogan yang sering digunakan untuk menarik simpati orang Islam “Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah” atau boleh juga kita gunakan bahasa keren yang biasa di sablon di baju-baju akhie “ Turn back to Al-Quran and Sunnah”. Slogan ini seakan dikatakan oleh orang yang sedang berada di dalam rumah kepada orang tersesat di hutan untuk pulang agar selamat “kembalilah ke rumah kalian”. Namun, sayangnya orang tersebut hanya menyerukan perintah tersebut tanpa menjelaskan cara dan jalan yang benar agar bisa sampai ke rumah dengan selamat.
Baca juga: Kawan, Kitalah Pengubah Sejarah!
Begitupun slogan yang biasa terpampang di baju sebagian akhie-akhie.
Slogan tersebut seolah-olah mengajak kita membaca kitab-kitab hadis dan
Al-Quran, tapi tidak menjelaskan bagaimana cara membaca dan
memahami Al-Quran dan Sunnah secara baik dan benar. Sama halnya seperti menyeru
kembali orang yang tersesat di hutan ke rumah tadi, tapi hanya disuruh melihat
kompas atau peta tanpa menjelaskan bagaimana cara menggunakan dan memahaminya.
Tapi jangan gundah kawan, cara dan jalan untuk “kembali ke Al-Quran dan Sunnah” secara baik dan benar tersebut akan
kita bahas sekarang. Oh ya sedikit tambahan sebelum memulai biar gak
salah paham, yang dimaksud Sunnah di sini adalah Hadis Nabi Saw, bukan
Sunnah yang dimaksudkan dalam ilmu Fiqh atau Ushul Fiqh. Pembahasan kali ini
mungkin agak sedikit panjang, semoga saya bisa membahasnya dengan bahasa yang
tidak membosankan dan mudah dipahami agar kelak kita tidak hanya bisa mengajak
“Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah” tapi juga bisa menjelaskan bagaimana cara
kembali ke Al-Quran dan Sunnah secara baik dan benar. Tanpa banyak ngebacot
lagi mari kita mulai pembahasannya.
(source: pexels) |
2. Ilmu Sharaf,
yaitu bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kata yang dibangun
dalam bahasa Arab. Ilmu ini bisa dikatakan salah satu ilmu yang dikhusukan saat
belajar bahasa Arab. karena dalam bahsa Arab sendiri kadang satu kata memiliki
dasar huruf yang sama. Namun, dengan
baris (harakah)
dan beberapa tambahan huruf yang berbeda. Nah, setiap perbedaan baris atau
pertambahan huruf pada huruf-huruf dasar tersebut akan menjadikan berbedaan
pula pada makna yang akan dihasilkan oleh kata tersebut.
3. Ilmu Nahwu, ya
ilmu ini mungkin terkesan sulit bagi orang-orang baru menginjakkan
langkah dalam belajar bahasa Arab. Namun, Ilmu ini merupakan Ilmu sangat
penting untuk mengetahui susunan kata dalam bahasa Arab. Mana yang menjadi pelakor
pelaku (fa’il), pekerjaan (fi’il), dan apa/siapa objek perkejaan tersebut (maf’ul), mana yang menjadi objek (mubtada’) dan penjelasan terhadap objek tersebut(khabar). Karena, kadang kala suatu susunan kalimat dalam bahasa
Arab tersusun tidak mengikuti pola biasanya. Bisa jadi objek ditulis lebih awal
dari pelaku, ataupun suatu pekerjaan
tidak membutuhkan pada objek sama sekali. Semua susunan-susunan
ini dipelajari dalam bidang ilmu Nahwu.
Baca juga: Islam Tidak Pernah Sunyi dari Kejayaan
4. Yang keempat ini
mungkin sudah berkaitan dengan sastra Arab, ilmu ini disebut ilmu Balaghah.
Tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui makna terselubung dari suatu ungkapan
yang bukan pada tempatnya. Misalnya,” Zahed ingin menikahi bunga desa
kampungnya”. Nah, kata “bunga desa” tersebut tentulah bukan makna sebenarnya. Karena jika
itu makna sebenarnya maka Zahed kemungkinan besar mengidap fetish atau
kelainan seksual (maaf cakap). Maka dari itu kata “bunga desa” harus
ditinjau sesuai dengan konteks pembicaraan. Dalam bahasa Indonesia kalo gak
salah saya, hal seperti ini dikenal juga dengan istilah konotasi
(bukan makna sebenarnya).
Itulah empat modal awal ilmu yang harus benar-benar dikuasai oleh mereka yang
ingin mengetahui arti yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah, (Nash). Atau
kalo Syekh pembimbing kami bilangnya
gini,
"و كل هذه العلوم لفهم كل ما ورد في
لسان العرابي عامة" )فضيلة الشيخ حسام رمضان)
“Itulah empat ilmu
yang harus dikuasai untuk memahami perkataan orang-orang Arab secara umum”
ya maksud beliau, Al-Quran dan hadis merupakan dual hal yang dilafazkan
dalam bahasa Arab. Maka untuk memahami
keduanya harus memahami bahasa Arab terlebih dahulu. Ingat baru hanya sekedar
mengetahui perkataan Arab!
Namun, apakah empat ilmu itu cukup
untuk bisa “Kembali pada Al-Quran dan
Sunnah”? Jawabannya ada dua. Jika yang dimaksud “Kembali ke Al-Quran dan Sunnah”
adalah sekedar mengetahuinya dari segi keduanya dilafazkan dari perkataan Arab biasa maka empat ilmu itu lebih dari cukup. Namun, jika yang dimaksud
“Kembali pada Al-Quran dan Sunnah” adalah memahami dan mengetahui
perkataan bangsa Arab dari segi keduanya bersumber dari kalam Allah dan
Nabi-Nya, bisa meng-istinbat hukum (mengeluarkan hukum) atau memahami maksud
kata yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah apalagi untuk bilang “ini
haram!, itu haram!” maka empat hal tadi sangat jauh dari kata cukup wahai para akhie, ughtea.
(source: instagram/islamkingdom1) |
Nah,
untuk memahami ilmu-ilmu inilah dibutuhkan lagi ilmu-ilmu lainnya. Misalnya
untuk menguasai ilmu hadis, kita harus paham berbagai tingkatan hadis baik
dari segi qabul wa rraddu (diterima atau di tolaknya hadis) atau dari
segi man udhifa ilaihi (disandarkannya sanad) atau berbagai segi lainnya
yang tidak bisa saya bahas di sini. Dari segi qabul wa rrad misalnya
terbagi pada hadis sahih, shahih-pun terbagi shahih li
dzatihi dan shahih ligairihi, hadis hasan, hadis hasan
juga demikian terbagi pada hasan lidztihi dan hasan lighairihi, hadis dhaif, hadis daif-pun ditinjau lagi dari berbagai sebab, sehingga
menghasilkan hadis mualaq, mursal, mu’dhal, hadis tadlis, dan lain
sebagainya.
Apalagi untuk menguaisai metode-metode periwayatan maka
kita harus mengkaji dan mengusai ilmu rijalul
hadis (ilmu yang membahas tentang sejarah perawi hadis perindividual), ilmu
jarah wa ta’dil (ilmu untuk menghukumi bagaimana derajat perawi dalam meriwayatkan hadis atau ayat Al-Quran) yang di dalamnya dibahas segudang permasalahan
yang sangat komplek.
Baca juga: Memaknai Seruan Al-Azhar "Kembali ke Turats"
Begitu juga untuk memehami asbabun nuzul dan asbabul wurud
harus diiringi dengan mengetahui nasikh dan mansukh, mana lafadz
yang bermakna umum dan mana lafadz yang bermakna khusus, mengapa dalam
Al-Quran “Aqimu as shalah” bisa bermakna wajib sedangkan “fa uktubuu hu” dalam ayat hutang tidak wajib padahal keduanya merupakan fiil amar
(kata perintah) dalam Al-Quran dan masih banyak lagi ilmu-ilmu lain yang harus
dikuasai. Ilmu-ilmu inilah nantinya yang akan tersusun dalam ushul Fiqh,
fiqh, Tafsir ayatul ahkam, Tafsir ahadisul Ahkam dan
ilmu-ilmu lainnya.
Alhasil,
untuk bisa “kembali kepada Al-Quran dan Sunnah” dengan maksud memahaminya
sebagai lafadz yang berbahasa Arab yang bersumber dari kalam Allah dan Rasul-Nya, memahami lafadz-lafadz ayat
dan hadis serta meng-istinbath hukum harus melewati fase yang
sangat-sangat panjang dan bertahap, tidak
bisa semudah membalik daun mangga di depan rumah, atau ngilangin “Tuperrware” emak. Semuanya butuh pendalaman ilmu yang
matang.
Ulama-ulama kita dahulu, untuk bisa meng-istinbath hukum saja butuh
belajar secara bertahap, berpuluh-puluh tahun lamanya agar ilmu-ilmunya matang
dan berbuah manis. Nah kita? Tapi gak papa sahabatku ikhwan
fillah jangan insecure. Sebagai alumni “Pemuda Hijrah” saya juga
pernah berada di posisi antum. kendati kita baru belajar agama beberapa
tahun, kita juga bisa kok kembali pada Al-Quran dan Sunnah. Karena kembali ke
Al-Quran dan Sunnah juga gak mesti selalu berhubungan dengan halal atau haram,
tapi juga bisa dengan saling bersimpati pada sesama kawan, memindahkan duri
dari jalanan, memberi minum binatang kehausan, nyiram bunga dihalaman, berbakti
kepada orang tua dan berbagai tindakan baik dalam tatanan sosial kita. Yang terpenting,
segala sesuatu dengan tujuan baik harus ditempuh dengan cara baik pula,
termasuk menjaga perasaan orang lain.[]
*Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Syariah Islamiyah tingkat dua Universitas Al-Azhar.
Editor: Teuku Rizki Maulana Utama
Note: Sebagian besar isi tulisan merupakan hasil dari salah satu dars
bersama Fadhilatu Syekh Husam Ramadhan pembina ruwaq al Ghazali.
Posting Komentar