Imam At-Taftazani dan Karyanya yang Sulit Dicerna Akal Manusia Biasa

Oleh: Muhammad Syukran*
Historytoday.com

Imam Sa’adudin at-Taftazani, teolog terkemuka yang kitab-kitabnya sulit dicerna oleh akal manusia biasa, yang semua tulisannya mengandung makna tersirat dan butuh satu lembar untuk mengungkap satu kata dari setiap tulisannya. 

Tulisan-tulisannya begitu ringkas, tak ayal jika tulisannya sangat digemari para penghafal karena keringkasan dan kedetilan maknanya, namun menjadi petaka bagi masyarakat awam karena keringkasannya menyulitkan pelajar memahami maknanya.

Sa‘ad ad-Din at-Taftazani dilahirkan pada tahun ke 7 H/ 13 M, merupakan ulama terkenal dalam bidang bahasa Arab, ilmu Mantik, Ushul fiqh, Tafsir, ilmu kalam dan cabang ilmu lainnya. Sepanjang pencarian ilmunya, Imam at-Taftazani telah melalui rihlah ‘ilmiyyah yang jauh. Setiap waktu dan usahanya dicurahkan untuk mengajar, menulis, mendidik dan bermuzakarah bersama ulama pada masanya. Hasilnya, telah banyak lahir murid-murid hebat serta karya-karya yang berkualitas, seperti dalam bentuk karangannya, syarah, hasyiah hingga talkhisan.

Nama beliau sebenarnya adalah Mas’ud bin Umar bin Abdullah at-Taftazani al-Harawi asy-Syafi‘i al-Khurasani, atau lebih dikenali sebagai Sa‘ad ad-Din at-Taftazani. Ini adalah nama yang disepakati oleh banyak ulama seperti Imam as-Suyuti, Ibnu ‘Imad, Ahmad bin Musthafa atau dikenali sebagai Tasy Kabari Zadah dan Imam al-Baghdadi serta banyak lagi.

Namun begitu, Ibnu Hajar al-‘Asqalani telah mengganti nama “Mas’ud” dengan “Mahmud”, juga terdapat satu kunniyah yang diberikan kepada at-Taftazani yaitu Abu Sa‘id. Beliau dilahirkan di Taftazan, sebuah kawasan bernama Nasa, dekat Khurasan. Daerah itu terletak tak jauh dari Sarkhas, Marw dan Naisabur.

Terdapat dua pendapat tentang tanggal lahir Imam at-Taftazani, yaitu 722 H/ 1322 M dan 712 H/ 1312 M, begitu juga dengan tanggal wafatnya yaitu 791 H/ 1388 M dan 792 H/ 1389 M. Namun jumhur ulama setuju dengan tanggal 722 H/ 1322 M karena alasan-alasan berikut:

- Tanggal ini banyak disebut oleh penulis dalam karya-karya mereka.
- Beliau menulis Syarh at-Tasrif pada 738 H/ 1337 M saat usianya 16 tahun.
- Tanggal ini tertulis pada naskah karya al-Mutawwal yang pertama.
- Beliau menulis al-Mutawwal ‘ala al-Talkhis pada 742 H/ 1341 M saat usianya 20. 

Imam at-Taftazani berasal dari sebuah keluarga yang terkenal. Ayahnya, ‘Umar yang diberi gelaran “Fakhr ad-Din” atau “Zayn ad-Din” merupakan seorang yang berilmu dan memegang jabatan qhadi (hakim). Kakeknya bernama Abdullah diberi gelaran “Burhan ad-Din” juga seorang qhadi yang terkenal dan mempunyai ilmu yang tinggi. 

Sekiranya dilihat pada kehidupan Imam at-Taftazani pada kurun ke-8 H, kita akan mendapati bahwa beliau dikelilingi oleh imam-imam dan ilmuwan Islam yang hebat, kerana saat itu merupakan zaman keemasan fikrah Islam dan ilmunya.

Menurut pandangan Dr. Abdullah Ali al-Mala, Imam Sa’aduddin Taftazani berada pada jalurnya sendiri dibanding tokoh-tokoh lain pada waktu itu. Saat itu kebanyakan ulama mengkhususi empat bidang ilmu dasar seperti hadis, tafsir, fikih dan akidah, adapun Imam at-Taftazani menyibukkan diri dengan ilmu kalam, ushul fiqh, ilmu mantik dan balaghah.

(Dok. Pribadi)

Kitab "Syarh Al-Maqashid" adalah salah satu kitab masyhur yang dikarang oleh Imam Sa'aduddin at-Taftazani dalam ilmu kalam. Kitab ini disejajarkan menurut level keilmuannya dengan kitab "Al-Mawaqif" karya Imam al-Ijiy dan kitab "al-Mathalib" karya Imam Ar-Razi. Selain itu, dikatakan bahwa kitab ini merupakan referensi utama dalam pembahasan ilmu kalam, dan tentunya tidak dapat dipahami tanpa mempelajari kitab-kitab ilmu kalam pada level sebelumnya. 

Dari sisi pembahasannya, melihat dari judul kitabnya yaitu "Syarah al-Maqashid" merupakan bentuk jamak dari "al-Maqshid" maka pembahasan dalam kitab ini merupakan kumpulan dari "Maqshid" yang dituliskan sebanyak 6 "Maqshid". Kitab ini tidak langsung masuk pada pembahasan inti ilmu kalam, melainkan penulis menambahkan dalam kitabnya pembahasan-pembahasan di luar ilmu kalam, diantaranya "Maqshid" pertama sampai keempat membahas tentang "Mabadi Ilmi al-Kalam" dan pembahasan-pembahasan filsafat, sedangkan inti pembahasan ilmu kalam sendiri termaktub pada "Maqshid" kelima dan keenam tentang "Ilahiyat, Nubuwat, dan Sam'iyat".

Kepakaran beliau yang paling menonjol terdapat pada bidang tasawuf dan bahasa Arab, tapi beliau juga mampu dalam bidang yang lain. Karya-karya yang beliau hasilkan seperti Syarh al-Tasrif al-Zanjani, al-Irsyad al-Hadi fi al-Nah, Syarh al-Maqashid, Syarh al-Mutawwal ‘ala Talkhis al-Miftah, Al-Syarh al-Mukhtasar ‘ala Talkhis al-Miftah Syarh Qism al-Tsalits min Miftah al-‘Ulum dan Syarh al-Taftazani.

Siapa sangka di balik kehebatan beliau, ternyata dirinya -dulu- adalah sosok yang sulit bertutur kata, sulit memahami sebuah tulisan, hingga teman sebayanya banyak mencaci makinya. 

Pernah suatu ketika, ia menolak ajakan temannya untuk bermain lantaran ingin menuliskan pelajaran yang diambil dari gurunya. Temannya pun menghina Taftazani kecil, sembari berkata “orang bodoh sepertimu hanya akan membuang-buang waktu, sudahlah bermain saja dengan kami”

Mendengar celoteh temannya, Taftazani kecil mengangis sejadi-jadinya, ia mengurung diri dalam kamar dan terus menangis hingga larut malam. Namun kejadian malam itu merubah hidupnya, ketika ia terlelap dalam tangisnya, ia bermimpi menjumpai Rasulullah , Baginda  memberikan sebutir kurma pada Taftazani, ia pun memakannya, dan ketika bangun dari tidurnya semua tulisan menjadi mudah baginya, begitupula tutur katanya. 

Dar Minhaj

Sejak malam itu, Taftazani kecil berubah menjadi muhaqqiq hebat. Bukunya “Syarh Tasriful 'Izzi” adalah saksi perubahannya. Ia menuliskan karya pertamanya di usia yang belia, 16 tahun. Bukan karya biasa, mungkin jika karyanya saat itu dianalogikan hari ini maka bisa dipastikan pecah di pasaran, akan dicetak lebih dari sekali dan dipasarkan ribuan eksemplar.

Beliau meninggal dunia pada hari Senin 22 Muharram 792 H/ 10 Januari 1390 M di Samarqand. Kerandanya dipindahkan ke Sarkhas dan dimandikan di sana pada hari Rabu 8 Jumadil Awal tahun yang sama. Tanggal ini di-tarjih oleh Ibnu Hajar al-‘Asqalani, al-Syawkani, at-Atabaki, al-Baghdadi dan Tasy Kabari Zadah.

Dari Imam Taftazani kita belajar, bahwa semua orang tidak dilahirkan berilmu. Kebodohan inilah yang memicu semangat belajar kita, untuk terus belajar hingga Sang pemilik Ilmu, Allah  memberikan setitik ilmu-Nya pada kita. Kalau bukan karena Allah  siapalah kita? 

Jangan malu, jika tutur katamu sulit dicerna orang. Jangan ragu, jika kamu sulit mencerna pelajaran. Teruslah belajar, hingga Allah bukakan seluruh pintu-pintu yang terkunci dan mengurai semua simpul-simpul kesulitan.





*Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Akidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo.

*Editor        : Teuku Rizki Maulana Utama

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top