Sikap Penting Dalam Beribadah

Oleh: Muhammad Asruri*
(Sumber: Pinterest.com)
Sahibul mantiq mengatakan dalam kitabnya bahwa Insan adalah Hayawanun Natiq yaitu suatu makhluk yang mempunyai ambisi. Maka, tidak heran kita dapati secara individu, manusia begitu ambisius dalam menggapai sesuatu. Ia berupaya semaksimal mungkin demi meraihnya, karena setiap kita punya illah ghaiyyah atau motivasi serta penyebab kita melakukan suatu hal.

Demikian halnya sikap seorang hamba dalam ibadah. Seorang hamba harus membekali dua sifat pemuncak dalam beribadah, yaitu sifat Khauf (takut) dan Raja' (harapan). Dengan dua sifat inilah setiap manusia bisa disebut insan yang hakiki. Percayalah keduanya merupakan dua sayap yang saling menguatkan dan menyempurnakan satu sama lain. Andai kata salah satunya patah, maka sulit menggapai hikmah, karena keduanya harus berfungsi demi hal tersebut.

Salah satu hikmah penciptaan Insan ialah untuk beribadah pada Allah. Oleh karena itu, sebelum masuk ke ranah ibadah, kita harus mengenal siapa diri kita terlebih dahulu. Sebenarnya dari mana kita dan apa tugas kita. Dengan mengerti hakikat diri, kita akan mengenal siapa pencipta diri kita. Benarlah kata kalangan sufi, "siapa yang mengenal dirinya, maka akan mengenal Tuhannya". Demikian pula penulis kitab Sullam Al-Munawraq membawa contoh insan pada nadzam-nya, karena alasan paling besar dan dekat bagi manusia mengenal Tuhan ialah diri manusia itu sendiri.

Khauf dan raja' merupakan dua sifat utama dalam melaksanakan perintah Allah. Takut dan Harapan adalah tangan kiri dan kanan untuk menopang kerendahan kita di hadapan Allah. Takut tidak benarnya Shalat, takut tidak diterima apa yang kita persembahkan kepada Allah, takut tidak memenuhi syarat dan lain sebagainya. Sama dengan setelah shalat, kita takut adanya kesalahan di dalamnya, ada hal yang tidak baik atau adanya sikap tidak beradab di hadapan Allah. Sebab itulah kita beristighfar memohon ampun usai melaksanakan shalat.

Adapun sikap yang kedua Raja', yaitu Harapan. Sekalipun kita takut shalat kita tidak sah, tidak sesuai rukun dan tidak diterima di sisi Allah, yang namun kita di sisi lain penuh harap mudah-mudahan dengan sifat Rahman dan Rahim Allah semua itu Allah diterima. Sekalipun sesekali tidak khusyu' dalam Shalat, mudah-mudahan Allah tetap mencatatnya dalam buku amalan. Sebab itulah kita sangat dianjurkan untuk berdoa seusai shalat.

Di antara hikmah shalat yang sifatnya Aqimisshalah itu bagaikan mensucikan benda Hissiy dengan air yang suci dan menyucikan. Shalat juga menjadi pembuka pintu ghuyub yakni perkara-perkara yang tidak tampak. Karena itulah syekh Ad-Damanhuri berdoa dalam kitabnya agar Allah tetapkan ilmu bayan (kejelasan) dalam hati ulama-ulama yang beramal agar berbagai hal yang tidak jelas itu tersingkap. Sebab ilmu tidak akan menetap dalam hati yang tercela. Demikian halnya Hikmah.

(Sumber: Pinterest.com)

Setiap hal gaib akan hilang seiring dengan hilangnya 'Uyub atau kecacatan kita. Keduanya merupakan dua hal yang tidak bisa dijadikan satu. Sebesar apa kita bisa melihat hal yang kecil, sebesar itulah hilang aib pada mata kita. Artinya mata melihat dengan jelas karena tidak adanya rasa sakit pada mata. Seberapa pintarnya kita, sebesar itulah kejahilan akan hilang dari diri kita. Seberapa baiknya kita, sebesar itu keburukan akan hilang dari diri kita. Begitulah adanya.

Oleh karena itu, rasa takut dan harap harus senantiasa melekat pada diri seorang hamba agar memperoleh Hikmah-Hikmah dari beribadah. Begitulah yang baginda Rasul ajarkan saat para sahabat datang dan bertanya "engkau wahai Rasul melakukan Shalat, tidur, menikah dan lain-lain, sedangkan sebagian dari kami memilih untuk tidak tidur, tidak pula menikah guna beribadah".

Kemudian, Rasul menjawab "akulah orang yang paling takut kepada Allah ,jangan kalian menyangka aku tidak takut kepada Allah". Maka tidak heran Syekh Ad-Damanhuri berkata "kadar takut itu seberapa besar engkau mengenal Allah". Kita semua tahu jalan makrifat adalah ketaatan ibadah dan cakupan dari ibadah adalah faedah dan hikmah yang sama-sama kita harapkan meskipun hasilnya ada di tangan Allah. Namun, kita semua yakin keberhasilan itu dekat bagi dia yang mau berusaha. Abu Abbas al-Mursi berkata, 
"من أذنب ذنبا وهو يضحك دخل النار وهو يبكي",

"Barang siapa yang berbuat dosa sambil tertawa, maka akan masuk ke neraka sambil menangis"

Semoga kita  menjadi hamba yang penuh dengan rasa takut sekaligus harap dalam beribadah. Setidaknya, kita tidak menangisi diri kita kelak di Akhirat nanti.


*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Syariah Islamiyyah universitas Al-Azhar, Kairo.

Editor: Ali Akbar Alfata

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top