Neraca Al-Quran Dari Ghazali
"Adakah bagiku siapa yang merasa rela untuk meminjamkan pendengarannya? Sungguh diri ini ingin berkisah malam yang penuh dilema menyesakkan dada. Kala itu, seorang ahli logika dari kaum Ta’lim mendatangiku ingin bertukar pikiran dengan terbuka dan lapang dada, tetapi kritis dengan sikap beradab."
Dia berkata: "Dengan keagungan yang engkau dapati dari manusia dan dalilmu banyak meruntuhkan argumen lawan. Apakah neraca/timbangan yang kamu anggap itu berupa Ra’yu dan Qiyas? Sementara keduanya itu dapat menimbulkan pertikaian berat antara manusia. Atau dengan timbangan kami, Ahli Ta’lim yang mengikuti tiap tutur sang Imam Ma’shum. Jawablah, aku ingin tahu sebesar mana tonggak kesungguhanmu dalam mencari jawaban pada perkara ini?"
Saya menjawab: "Jika dengan timbangan Ra’yu dan Qiyas, kukembalikan diri berlindung kepada Allah. Sungguh itu metode syaithan. Dan jika di antara muridku ada yang menganggapnya sebagai neraca pengetahuan, semoga Allah menjauhi hal tersebut. Karena musuh yang cerdas lebih baik daripada teman yang bodoh."
"Dan seandainya kebenaran meliputi mereka (kaum yang mengikuti tiap perintah Imam Ma’shum), maka pastilah kisah yang dilalui oleh Sayyiduna Ibrahim telah mereka dalami sebagai sumber hikmah yang dapat menjembatani agar mencapai pada neraca pengetahuan yang benar."
"Dan rahasia dustur Ilahi ini hanya didapatkan oleh mereka yang dianugerahi cahaya hidayah kenabian. Oleh karena itu, kaum Ahli Ta’lim terhalang untuk menerimanya dan terbias akan pemahaman tersebut."
Dia berkata kembali: "Kamu tak mengetahui hakikat kebenaran kami dan dalilmu itu lemah. Jika benar, apa neraca yang kamu jadikan timbangan dalam menghukuminya?"
Saya menjawab: "Kutimbangi dengan Qisthasul Mustaqim, untuk menjelaskan padaku arti dari kebenaran dan kebatilan. Lurus ke depan atau belok berliku-liku. Murni mengikuti Al-Quran yang diridhai oleh Allah dengan cara menceburkan diri menyelami tutur sang baginda Nabi Muhammad Saw."
Dia bertanya: "Apa itu Qisthasul Mustaqim?"
Saya menjelaskan: "Dia adalah lima timbangan/neraca yang diturunkan langsung oleh Allah di kitab suci Al-Quran. Dan Allah-lah yang mengajarkan pada utusan-utusan mulianya. Barang siapa yang belajar dari para rasul-Nya dan menimbang dengan neraca tersebut, sesungguhnya dia termasuk dalam golongan orang yang mendapatkan hidayah. Dan bagi siapa saja yang menggunakan neraca Ra’yu dan Qiyas, ketahuilah dia tenggelam dalam jurang kesesatan dan kebimbangan."
Ia berujar kembali: "Lantas, apa timbangan yang dapat menghasilkan nilai kebenaran ataupun kebatilan? Apakah semata dengan akalmu? Atau dengan Imam Ma’shum yang terbenar dan dianya itu mazhabku..."
Saya berkata: "Demikian pula, aku mengetahui dengan cara belajar. Akan tetapi kepada baginda Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib kendatipun mata tak pernah bertemu langsung dengannya. Karena seluruh pemahaman ini kuwarisi secara bersambung yang tidak ada sedikitpun keraguan padanya, yaitu melalui Al-Quran yang menjadi sumber pembelajaran."
Dia kembali membantah: "Mana? Bahkan di Al-Quran saja tak pernah disebutkan kata (الميزان)? Adakah ini umpan jawaban yang benar? Ah, ini hanya bungkusan dialog yang tidak berakar. "
Saya kembali bertanya: "Tidakkah kamu memperhatikan ayat suci Al-Quran?"
ٱلرَّحۡمَٰنُ ١ عَلَّمَ ٱلۡقُرۡءَانَ ٢ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ ٣ عَلَّمَهُ ٱلۡبَيَانَ ٤ ٱلشَّمۡسُ وَٱلۡقَمَرُ بِحُسۡبَانٖ ٥ وَٱلنَّجۡمُ وَٱلشَّجَرُ يَسۡجُدَانِ ٦ وَٱلسَّمَآءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ ٱلۡمِيزَانَ ٧ أَلَّا تَطۡغَوۡاْ فِي ٱلۡمِيزَانِ ٨ وَأَقِيمُواْ ٱلۡوَزۡنَ بِٱلۡقِسۡطِ وَلَا تُخۡسِرُواْ ٱلۡمِيزَانَ ٩
1. (Tuhan) Yang Maha Pemurah. 2. Yang telah mengajarkan al Quran. 3. Dia menciptakan manusia. 4. Mengajarnya pandai berbicara. 5. Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan. 6. Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan kedua-duanya tunduk kepada-Nya. 7. Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). 8. Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. 9. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.
"Sudah jelaskah hal demikian? Apakah kamu berkhayal bahwa neraca yang tertera di dalam dustur Ilahi itu adalah timbangan yang sama seperti yang digunakan untuk menimbang emas dan perak? Apakah kamu mengira bahwa timbangan itulah yang diletakkan oleh sang pencipta untuk menimbang langit dan bumi?"
"Sebagaimana ayat, وَٱلسَّمَآءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ ٱلۡمِيزَانَ. Bertakwalah kepada Allah. Jangan terlampau jauh menakwilkan kalam-Nya!"
Baca juga resensi buku lainnya: Bangun Cinta, Bukan Jatuh Cinta!Dia berkata menjawab lagi: ...
Posting Komentar