Seminar Kebangsaan: Kiat Menjadi Azhari Era Modern

Oleh: Fahmi Rizki*

Dok. Pribadi

Lebih dari 1000 mahasiswa Indonesia mengikuti seminar kebangsaan dengan tema “Peran Strategis Alumni Al-Azhar dalam Konteks Tantangan Bangsa di Masa Depan” dengan empat pemateri luar biasa. Acara ini diadakan oleh IKPM Gontor Cabang Mesir bekerja sama dengan PPMI,  Di gedung al-Azhar Conference Center, Nasr City, Mesir. (28/11)

Kegiatan ini dihadiri oleh Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Komjen Pol (P) Dr. Syafruddin, M.Si. Dalam pidatonya ia berharap kepada mahasiswa Indonesia yang kuliah di Al-Azhar Mesir untuk terus mengembangkan ilmunya. Selain menjadi pendakwah, para mahasiswa ke depannya dapat mencakupi lini dalam kehidupan yang lain, sehingga bisa memperbaiki banyak aspek yang ada di Indonesia.

Tahun 2035 menjadi sebuah tantangan besar bagi masisir (mahasiswa indonesia di Mesir) saat ini. Di mana negara-negara yang ada di dunia mulia menciptakan sejarah baru ke depannya. Seperti dalam bidang teknologi ada negara Jepang yang sudah mencapai industri 5.0. Adapun Indonesia masih berada pada industri 4.0. Ketua Yayasan Indonesia Mengaji itu menambahkan bahwa Islam pernah menjadi sumber Ilmu pengetahuan. Masa kejayaan Islam pada saat Dinasti Umayyah, Dinasti Abbasiyah dan Dinasti Usmaniyyah. Adalah sebagai bukti pernah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat dari literatul-literatul islam. Belajar dari sejarah, sehingga di masa yang mendatang Indonesia bisa dalam genggaman pemuda-pemudi Islam.

Pimpinan pondok pesantren Modern Darussalam Gontor Prof. Dr. K.H. Amal Fathullah Zarkasyi, M.A. sebagai pembicara kedua menjelaskan peran intelektual dalam menghadapi tantangan bangsa masa depan. Banyak ulama yang sangat berintelektual di Indonesia akan tetapi pemikiran dan ilmu tersampaikan hanya sebatas di Indonesia sendiri, sebab tidak ada yang menulis dalam bahasa Arab sehingga ilmu tidak tersampaikan kepada khalayak ramai, sehingga tidak terlalu dikenal oleh dunia.

Menyiarkan manhaj Islam yang baik dan benar berasas wasatiyyah. Makna moderat pada umumnya adalah demokrasi liberal, adapun makna ini adalah arti dari pandang orang barat yang bermakna bebas. Sehingga mereka menghalalkan LGBT. Adapun dalam pandangan Islam sangat jelas bahwa wasatiyyah sangat berbeda dengan definisi moderat pada umumnya.

Ketua Umum Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) itu juga menambahkan bahwa berbeda antara Islam Wassatiyyah dengan wassatiyatul islam. Yang benar adalah wassatiyatul islam yang memang pada dasarnya Islam itu adalah agama yang wasatiyyah, tidak ekstrim dan tidak juga liberal. Sehingga menyiarkan islam secara kaffah dengan konsep wassatiyyah dan membungkusnya dalam konsep akademis.

Pembicara selanjutnya diisi oleh seorang da’i yang terkenal dengan wawasannya yang luas juga guyonannya yang tidak terbatas. Beliau Adalah Dr. H. Dasad Latif S.Sos., S,Ag., M. Si., Ph.D.  Dalam pidatonya ia mengajak untuk mencintai Indonesia dengan sepenuhnya. 

“Cintai Indonesia dengan cara kita, ketidak bergunaan pemerintah bukan alasan memaki bangsa. Ketika hendak memperbaiki bangsa, maka kita harus memperbaiki diri sendiri.”

Ketua Dewan Masjid Indonesia (bidang dakwah) itu juga menjelaskan bahwa strategi yang paling strategis adalah ilmu. Saat hendak melakukan sesuatu yang paling hebat manapun di dunia ini yang paling strategis adalah dengan menggunakan ilmu. Sebagaimana dakwah Rasulullah SAW yang dengan ilmu bisa mengubah orang Arab pada masa jahiliyah menuju masa Islamiyah.

KH. Lukman Hakim Harits Dimyati. Seorang cucu Mahasiswa Indonesia pertama yang ada di Mesir yaitu Kyai Abdul Manan. Beliau memulai orasinya dengan membaca penggalan kalimat dalam bahasa Arab yang berarti “Sesungguhnya di tangan kalianlah urusan umat, dan pada kaki-kaki kalianlah terdapat kehidupan umat.” Beliau menjelaskan tentang pentingnya bersatu antara pesantren Salafiyah dan Ashriyah. Sehingga jangan sampai ada lagi yang ada namanya perpecahan.

“Tidak boleh ada lagi dikotomi antara pesantren salafiyah (tradisional) dengan ashriyah (modern) kami dari persatuan muadalah telah bersatu baik yang salafiyah saya sekjennya. Maupun ashriyah yang dalam hal ini diwakili oleh Kyai Amal Fathullah Az-Zarkasyi.” Jelas Lukman Alhakim, pengasuh pondok pesantren, Termas, Pacitan. Ia juga menambahkan jika masisir hendak pulang ke tanah air agar membawa bekal ilmu, sebab mengubah bangsa perlu dengan ilmu.

Acara seminar kebangsaan ini ditutup oleh moderator, K.H Anang Rikza Masyhadi, M.A. pengasuh dan pimpinan pondok modern Tazakka. Dengan adanya seminar ini, dapat diambil kesimpulan bahwa pentingnya peran seorang Azhari yang berkualitas dalam menyebarkan islam yang baik dan benar yaitu wasatiyyatul islam. []

*Penulis merupakan mahasiswa tingkat 3 fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir, Universitas al-Azhar

Editor: Muhammad Farhan Sufyan

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top