Tips Belajar dan Memahami Muqarrar

Oleh: Muhammad Mutawalli Taqiyuddin*
Dok. Pribadi

Muqarrar adalah istilah yang digunakan dalam dunia pendidikan formal khususnya di negara-negara Arab yang berarti diktat atau buku pelajaran, baik dalam dunia perkuliahan seperti Universitas Al-Azhar, Kairo maupun jenjang-jenjang pendidikan formal lainnya.

Sebenarnya tips ini tidak hanya diperuntukkan untuk yang menuntut ilmu di Al-Azhar Mesir. Tips yang tertera di bawah tentunya juga cocok dan relevan jika dipraktekkan oleh penuntut ilmu apapun dan dimanapun, tapi sedikit ditambah corak-corak yang religius.

Tidak banyak nukilan kitab yang tertera, melainkan hanya 90% dari petikan hikmah dan pelajaran baik dari pengalaman penulis maupun pengalaman abang kelas bahkan para dosen yang mengajar di Universitas Al-Azhar. Merupakan intisari dari program “100 Hari Menggapai Mumtaz – KMA Mesir”, khususnya pada tema “Tips Belajar dan Memahami Muqarrar” dari masa ke masa.

Maka ini semua sebenarnya adalah nasehat untuk penulis pribadi yang semoga bisa diterapkan pada kemudian hari.

Di antara tips-tips belajar dan memahami muqarrar antara lain:


1. Cari Gaya Belajar Sendiri.

Dari sudut psikologis, usia standar mahasiswa adalah masa-masa mencari jati diri. Bersamaan dengan itu, momen usia seperti ini sangat tepat jika kita manfaatkan untuk mencari gaya belajar yang cocok dengan kita. Bahkan itu juga sebenarnya merupakan bagian dari diri kita. Bagian dari upaya mengenal diri sendiri.

Bisa cari dengan cara mempraktekkan sendiri sesuai kehendak, atau meniru gaya belajar teman atau siapapun yang dirasa cocok dengan gaya kita. Ada yang nyaman belajar sambil mendengar musik, ada yang tidak. Ada yang nyaman belajar outdoor, ada juga yang nyaman belajar di rumah dan berbagai tipe lain. Segera cari gaya belajar apa yang cocok untuk kita.


2. Sebagai Penuntut Ilmu, Kita Juga Harus Bermental Penuntut Ilmu.

Dari katanya saja, status pelajar dalam bahasa Arab disebut "thalibul ilmi" yang bermakna penuntut atau pencari ilmu, bukan "muntadzhirul ilmi" yang bermakna penunggu ilmu.

Mental penuntut ilmu itu seperti apa? Contohnya punya rasa ingin tahu yang kuat. Untuk punya rasa ingin tahu yang kuat, kita harus totalitas dalam menuntut ilmu. Dalam kitab Al-Jami' fi Adabi Ar-Rawi wa As-Sami' karya Khatib al-Baghdadi, beliau menukil kalam Qadhi Abu Yusuf al-Hanafi:

"Ilmu itu adalah sesuatu yang tidak akan memberikan setengahnya sampai kita mau memberikan seluruh diri kita untuknya."

Maka bentuk totalitas dalam menuntut ilmu atau bisa dikatakan pelajar yang benar-benar bermental penuntut ilmu sejati adalah mereka yang senantiasa menjaga adab dan marwahnya, respect kepada semua guru dan para penuntut ilmu lainnya, tidak malas buka kamus untuk mencari kata-kata atau istilah yang masih asing. Dalam konteks memahami muqarrar Al-Azhar, mereka yang tidak mengabaikan i’rab, yaitu tata bahasa arab mengenai perubahan akhir baris karena perbedaan ‘amil yang memasukinya baik secara lafaz maupun taqdir (matan al-Ajurumiyyah, ibnu Ajurrum), tidak mengabaikan tasrif, yaitu tata bahasa Arab yang membahas permasalahan bentuk, penambahan huruf dan susunan huruf yang membentuk kata (Jami’ ad-Durus al-Arabiyyah, Musthafa Ghalayiyni). Karena dua hal tersebut adalah hal yang paling primer dalam memahami muqarrar yang tentunya berbahasa Arab.

Dalam upaya memahami muqarrar juga tidak malas untuk searching/browsing atau mencari tahu makna-makna pada setiap ibarah ataupun mustalahat dari setiap maddah (mata kuliah). Guru saya pernah mengatakan “Membaca muqarrar kali pertama adalah yang tersulit”. Maka untuk membendung kesalahpahaman dan kebingungan ketika membaca muqarrar, selain hadir kuliah, murajaah bersama bisa menjadi solusi untuk itu, baik yang berskala kecil seperti murajaah bersama teman serumah atau teman-teman dari negara-negara lain yang berskala besar.

Yang terpenting juga, sudah selayaknya seorang pelajar atau mahasiswa agar memperluas wawasan selain yang berasal dari muqarrar. Membaca berbagai buku dalam setiap bidang dan memperluas sudut pandang terhadap setiap permasalahan dalam ilmu pengetahuan. Cari topik keren dan menarik dalam setiap bidang ilmu misalnya dalam mata kuliah Filsafat Yunani, cari teman untuk berdiskusi atau meneliti topik “Rahasia Hidup Bahagia ala Filsuf Stoikisme di Era Modern”.

Pelajar medioker bukanlah penuntut ilmu sejati, tidak punya tujuan dan terlalu bergantung pada orang lain. Sejatinya seorang pelajar tetaplah mencari, berusaha dan berkorban dalam menuntut ilmu.


3. Klasifikasi Cara Membaca Muqarrar.

Membaca muqarrar dibagi ke dalam 4 jenis:

a. Al-Qiraah Al-Iktisyafiyah

Membaca pendahuluan kitab, bertujuan untuk mengetahui tujuan penulis dalam menulis dan garis besar isi dari kitab. Membaca daftar isi dan penutup dari kitab.

b. Al-Qiraah Al-Mihwariyah

Membaca inti dari setiap objek pembahasan dalam muqarrar.

c. Al-Qiraah At-Tahliliyyah

Membaca dan menggali lebih mendalam setiap fikrah atau pokok pembahasan dalam muqarrar, membaca dalam bentuk tanya & jawab dengan tujuan untuk benar-benar mengikat maklumat yang sudah didapat dari setiap paragraf.

d. Al-Qiraah An-Naqdiyyah

Membaca dan menghukumi serta mengkritik penulis dari setiap kata-kata yang ditulis. Tentunya dengan ilmu yang memadai dan bermodalkan ilmu Adab al-Bahts wa al-Munazharah.

***

Kemudian, hal penting yang juga harus diingat adalah “Pemahaman dan hafalan itu harus digabungkan”. Kurang sempurna rasanya jika kita hanya mengandalkan pemahaman tanpa menghafal, begitu juga sebaliknya. Maka upayakan untuk memahami lebih awal baru kemudian dihafal, atau sebaliknya sesuai selera dan tipe. Selama tidak mendikotomi dua hal tersebut.


4. Tumbuhkan Rasa Tidak Aman Ketika akan Masuk Kuliah.

Dari sini, kita akan memahami betapa pentingnya mempersiapkan kematangan materi sebelum masuk kelas dan bagaimana tersiksanya SKS (Sistem Kebut Semalam).

Rasa tidak aman akan muncul ketika ada dosen yang komunikatif dalam mengajar, suka bertanya pada mahasiswa dan menuntut agar mahasiswa aktif dalam kelas. Maka mau tak mau jika ada dosen yang seperti itu, mahasiswa akan tergerak dan merasa tidak aman ketika berada di kelas, apalagi jika duduk di baris depan. Maka ambisi untuk selalu duduk di baris depan adalah upaya yang sangat bagus untuk mempersiapkan diri sebelum masuk kelas. Itu merupakan zona tidak nyaman bagi mahasiswa dan efeknya sangat baik untuk pengembangan diri, baik secara mental maupun secara materi.

Tidak mempersiapkan diri sebelum masuk kelas, menyebabkan kita tidak fokus, tidak menjiwai, tidak serius, tidak asyik dan malu depan teman sekelas ketika tidak bisa aktif atau tidak bisa menjawab pertanyaan dosen.

Maka sangat direkomendasikan untuk mempersiapkan diri sebelum masuk kelas, agar terpacu untuk terus belajar dan membaca muqarrar, sehingga ketika menjelang ujian, kita tidak lagi kalang kabut dan panik dalam mempersiapkan diri, hanya tinggal mengulang-ulang dan sedikit membiasakan diri.


5. Jangan Belajar Hanya untuk Ujian Semata.

Sungguh rugi mereka yang belajar hanya untuk ujian, karena ketika sudah lulus, apa yang sudah dipelajari normalnya tidak akan diulang kembali, menyebabkan ilmu tersebut tidak hidup lama dalam diri kita. Kita juga sering mendengar bahwa hidupnya ilmu itu dengan murajaah (diulang-ulang)

Ibu saya sering berpesan “Belajarlah semata-mata karena Allah”, dalam artian kita belajar harus semata-mata agar ilmunya berkah dengan sering diulang-ulang dan mendoakan kebaikan untuk guru dan penulis kitab yang sudah kita baca, serta ilmu yang sudah kita dapat diusahakan agar bisa bermanfaat untuk orang lain.

Jika hal seperti itu kita tanamkan, maka dalam konteks perkuliahan Al-Azhar, tidak perlu kita kejar-kejar nilai tinggi (mumtaz), justru nilai tinggi tersebut yang akan mengejar kita.

Lagi-lagi, Jangan SKS! Mungkin dalam benak sempat terpikir seperti ini "Kemaren aku sks aja dapat maqbul, tidak apa-apa lah udah aman berarti, SKS aja yg penting kan najah".

Dilihat dari sudut materi, coba bayangkan kalau di mata kuliah yang bersangkutan kita tidak SKS, tapi sudah kita persiapkan jauh-jauh hari, nilai apa yg akan kita dapatkan.

Dilihat dari sudut nilai spiritual, itu adalah pelajar bermental sombong. Merasa bisa dan meremehkan keadaan, padahal masalah hasil itu khususnya di Universitas Al-Azhar sangat relatif, sulit diprediksi. Berusahalah sebaik mungkin! Hasil itu biar Allah yang menentukan.


6. Cari Satu Sosok Panutan.

Untuk menjaga semangat dan sebagai pengingat ketika sudah agak keluar jalan. Maka punya sosok panutan sangatlah berpegaruh terhadap diri. Karena sebagai manusia kita menyadari bahwa kita tidaklah selalu benar, terkadang ada masa-masanya kita lupa dan terjebak dalam hal-hal yang seharusnya kita tidak terjebak di situ. Ada saatnya kita menganggap hidup ini membosankan. Dengan adanya sosok panutan, kita bisa jadikan ia sebagai jalan untuk keluar dari malas dan terpacu untuk jadi pribadi yang lebih baik. Sebagai penuntut ilmu, setidaknya tentukan satu saja sosok panutan kita boleh dari teman terdekat, abang kelas, teman sekelas, para guru atau dosen bahkan orang tua kita sendiri yang selama ini selalu berusaha dan berdoa demi kebaikan dan kesuksesan anaknya.


7. Jaga Ibadah dan Selalu Memohon Doa dari Orang Tua dan Keluarga Kita yang Ada di Kampung Halaman.

Dalam Islam, kita meyakini ada dua bentuk sebab. Sebab zahir dan sebab batin. Berbeda dengan non-Islam atau yang tidak meyakini adanya Tuhan, mereka hanya percaya dengan satu sebab yaitu sebab zahir, ketika belajar lelah setengah mati, maka hasil bagus yang diperoleh hanyalah karena sebab zahir yaitu belajar lelah setengah mati tanpa ada campur tangan sebab lain. Berbeda dengan perspektif Islam, ketika kita berusaha belajar mati-matian, kemudian hasilnya ada yang memuaskan, biasa-biasa saja atau tidak sesuai ekspektasi sekalipun, itu semua bukan semata-mata karena sebab berusaha belajar mati-matian, tapi ada sebab-sebab lain seperti doa atau ridha orang tua, doa teman-teman, doa guru dan lain sebagainya. Tak akan terlepas dari satu bentuk sebab lagi yang dinamakan dengan sebab batin.

Maka sering-sering meminta doa dari orang-orang yang kita cintai dan teman-teman yang senantiasa mewarnai hidup kita dalam setiap keadaan.


8. Tips Pendukung lainnya.

Punya motivasi dan tujuan belajar, minimal satu saja sebagai pegangan. Selalu membersihkan dan merapikan kamar dan tempat belajar kita, jaga kesehatan baik dari segi asupan makanan serta istirahat, jauhkan segala jenis yang mengganggu konsentrasi belajar seperti matikan notifikasi media sosial di smartphone atau bila perlu simpan smartphone dalam lemari kemudian kunci dua kali. Cobalah untuk belajar pelan-pelan tapi secara mudawamah (berangsur-angsur). Jika bosan, cobalah untuk refreshing, upayakan perception’s control terhadap “mikir-mikir jodoh”, karena Rasulullah Saw, pernah bersabda: “Ya Handzalah! Sa’ah wa sa’ah” semua akan indah pada waktunya. Ibadah ada waktunya, belajar ada waktunya, makan ada waktunya, refreshing ada waktunya, hiburan ada waktunya, bahkan menikah juga tentu akan ada waktunya. Semua yang diimplementasikan pada waktunya pasti akan terasa indah.

***

Terakhir, masalah belajar, setidaknya ada ada tiga pegangan yang mesti kita jaga baik-baik:

1. Istiqamah (Konsisten)

2. Jangan gengsi dalam hal belajar, saling berbagi dan menghormati.

3. Jaga adab dan sopan santun serta jangan pandang sebelah mata orang-orang di sekitar kita.

***

Menghadapi ujian apapun dalam kehidupan, selalu usaha dan tawakal, apapun hasilnya, terima dengan lapang dada. Jika hasilnya memuaskan tidak perlu ‘ujub (membangga-banggakan diri), jika tidak memuaskan tidak perlu lebay dan menganggap hidup ini tidak adil.


*Penulis merupakan mahasiswa tingkat empat jurusan Aqidah dan Filsafat, Universitas Al-Azhar, Kairo.


Editor: Muhammad Farhan Sufyan





Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top