Ayah: "Hari Ini Kenapa, Rania?"
Oleh: Setia Farah Dhiba*
Sumber: remajaperubahan.com |
“Hari ini kenapa, Rania?” Satu pertanyaan kecil dari seseorang.
Kata ibu, pertanyaan ini hampir selalu iya tanyakan setiap hari sampai aku bisa
menjawabnya pada saat umurku satu tahun sepuluh hari. Hanya dengan satu kata,
‘ayah.’
Masih jelas tergambar di memori masa kecil, bergantian aku dan
saudara kandung yang lain, naik ke atas badan ayah, berjalan dari ujung bahu ke
ujung kaki. Tangan kami yang masih kecil belum lihai memijat pundak dan kaki
ayah yang besar kala itu.
Dia yang
jarang mengatakan cintanya pada anaknya, tetapi mengucapkan kasih sayangnya
dengan perjuangan dan kerja kerasnya. Ayah, pinjami kami hatimu, agar kami bisa
belajar bagaimana mengatasi masalah tanpa mengeluh.
Setiap anak perempuan yang jatuh cinta, pasti tidak akan pernah
bertepuk sebelah tangan. Karena cinta pertama mereka adalah ayahnya.
Dia mengajarkan cara menyayangi dengan tulus, penyelamat dalam segala keadaan,
pahlawan keluarga, dan pastinya sumber uang jajan halalan thayyiba.
Tentang Menjadi Ayah
Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak ada pemberian seorang ayah untuk
anaknya yang lebih utama dari pada (pendidikan) akhlak yang baik.”
(At-Tirmidzi).
Sosok ayah tidak cukup hanya ada untuk menjadi seorang ayah. Keberadaannya diharapkan menjadi seorang pemimpin, penuntun arah, juga sebagai teman. Melihat artikel yang ditulis oleh Dr. Clifton Chadwick yang merupakan seorang dosen senior Fakultas Pendidikan dari British University
di Dubai, dibutuhkan setidaknya satu jam dalam sehari untuk seorang ayah
membangun komunikasi dengan anaknya, mengisi waktu
membersamai anak dengan kegiatan yang mereka lakukan.
Zaman multikultural dan globalisasi dengan segala macam distraksi
yang meregangkan komunikasi antara ayah dan putrinya. Membuatnya harus bekerja
lebih keras untuk memperbaiki dan menguatkan hubungan antara keduanya.
Kebersamaan ayah dan anak perempuannya kini
tersubstitusikan oleh mainan, games, dan gawai. Apa sekiranya yang dapat
benda-benda mati semacam ini perbuat untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti
sejak dini untuk masa depan mereka? Setiap orang yang ditanya tentang masa
kecil mereka akan bercerita kenangan, semua momen yang mereka lewati bersama,
bukan berapa jumlah mainan atau berapa tinggi skor yang dikumpulkan dalam
sebuah games.
Juga dalam tulisan tentang ‘alasan modern bagi para orang
tua’ oleh Clifton menjelaskan bahwa rata-rata rentang waktu seorang ayah berbicara
dengan anaknya dalam satu hari
hanya sekitar tujuh menit. Dengan
jumlah waktu tersebut, para orang tua sendirilah yang dapat menjawab kondisi
komunikasi mereka, bisakah seorang ayah mengetahui keunikan atau kepribadian
putrinya? Komunikasi dengan kecepatan seperti apa dalam waktu hanya tujuh menit
untuk bisa membentuk karakter juga kepribadian yang baik terhadap anaknya.
Father as a friend, mungkin pujian yang diterima putri ayah dari
laki-laki lain belum tentu datang dari ketulusan. Tapi pujian yang keluar dari lisan
seorang ayah tulus dari hatinya. Kedengarannya klise, tapi inilah salah satu
faktor seorang anak perempuan bisa merasa bahwa dirinya itu seseorang yang
berharga. Dunia luar juga terlihat begitu mengerikan bagi putri ayah yang jauh
dari rangkulannya. Jadilah ayah yang bisa memberikan kepercayaan untuk putrinya
dalam mengambil pilihan hidup, tempat bercerita betapa banyak hal-hal seru yang
sudah dan akan ia lewati, atau dengan ayah bahkan mereka bisa menceritakan
semua hal yang membuatnya sedih atau takut.
Kalau ibu adalah
guru pertama seorang anak, ayah itu kepala sekolahnya yah. Jangan lupa untuk mengatur
kurikulum tentang kedisiplinan belajar anak dan tujuan pengasuhan. Anak
perempuan ayah itu bagai sebuah kartu memori yang akan merekam semua perkataan
ayah, cara ayah menyayangi ibu, bahkan cara menunjukkan rasa marah; ada yang
marahnya dengan diam, ada yang bisa jadi seperti alien karena ada piring
terbang. Tapi tahukah ayah apa yang bisa membuat luluh hati putri ayah yang terkadang
suka berbuat kurang baik itu? Bukan suara tinggi yah, bukan ekspresi marah di
wajah, apalagi sampai melempar sesuatu ke dinding sambil berbicara.
Pertama yah, dengarkan dia bercerita. Setelah menjadi ayah, cobalah menjadi seorang teman yang tulus. “hari ini kenapa?” pertanyaan kecil ini bisa mengawali pertemanan ayah dengan putrinya yang masih malu-malu untuk bercerita. Dari sana akan timbul rasa kepercayaan antara keduanya, nasihat ayah bisa disampaikan setelah kesepakatan akar masalah yang ada sudah jelas. Bukan sekedar ‘ceramah’ panjang dari A sampai Z tanpa solusi yang nyata. Nasihat seorang ayah itu sangat penting dan berharga, mengalahkan motivator handal manapun.
Sumber: Suara.com |
Untuk Mereka; Yang Patah Hati Pertamanya Adalah Ayah.
Tidak ada yang
bisa menentukan untuk terlahir di keluarga mana, anak siapa, bahkan punya ayah
yang seperti apa. Jalan hidup seorang anak perempuan yang harus menerima bahwa
patah hati pertama mereka itu ayahnya sendiri adalah menerima kenyataan.
Selanjutnya, mereka mesti tetap memperjuangkan hidup, menemukan kasih sayang
ayah meskipun bukan dari seorang ayah.
Perempuan itu
kuat, bahkan sangat kuat untuk bisa menggantikan posisi ayah pada keluarga atau
dalam kehidupannya sendiri. Berani mengambil risiko dan percaya diri. Pahit,
memang sangat pahit. Kenyataannya tidak semua anak perempuan bisa merasakan
manisnya kasih sayang dan kehangatan dari seorang ayah.
Keadaan yang
berbeda ini kerap kali mendatangkan sikap-sikap tertentu tertuntut untuk ada,
meski tak diinginkan. Lantas siapa yang bisa mereka jadikan panutan tanpa
kehadiran sosok ayah yang diharapkan? Anak perempuan yang tumbuh dewasa dalam
hal ini menuntunnya percaya pada kekuatan diri sendiri tanpa perlu validasi
kanan dan kiri.
Untuk menghindar
dampak psikologis negatif akibat posisi dan situasi ini mereka para perempuan
harus mencari figur ayah pengganti, baik dari saudara laki-laki lain atau sosok
panutan yang bisa memberikan contoh baik sehingga menghindari kemungkinan self-esteem
(rasa harga diri) yang rendah dalam proses menuju dewasanya.
Setiap anak
perempuan punya cerita luka tersendiri tentang ayahnya, dan obat paling ampuh
dari peliknya kehidupan adalah berdamai dengan keadaan. Naif sekali memang, kenyataan
tak semudah kata. Ayah yang seharusnya bisa kita sayangi tanpa syarat, pada
kenyataan ini sulit sekali untuk bisa memaafkan kesalahannya. Hal pertama untuk
diingat, ini bukan kesalahan kita sebagai anak, berusaha menerima keadaan diri
dan tetap lanjutkan hidup kita hari ini. Kamu tetap dan akan selalu berharga.
Pesan dari Anak Perempuan Ayah
Terimakasih untuk
omelan-omelan kecil saat ketahuan diam-diam minum pop ice atau makan
indomie mentah. Kadang sedikit kesal, tapi aku tahu itu bahasa khawatir ayah
untukku.
Terimakasih untuk
waktumu. Mengantar kami sekolah, menemani belajar, mendengar ocehanku bertanya
ini itu setiap kali menemukan hal baru.
Terimakasih karena
menerimaku apa adanya, bisa memaafkan kesalahanku saat aku ceroboh, menegurku
saat orang-orang sudah pergi agar aku tak malu. Ayah, kami masih ingin melihat
senyumanmu sampai nanti seluruh rambut hitammu jadi beruban.
Ayah, jangan
merokok ya. Nanti paru-paru ayah jadi bolong-bolong seperti rongga pada roti
tawar. Asapnya itu loh, seperti gunung berapi yang sedap ter-erupsi, jadinya
semua orang berlari menjauh sambil batuk-batuk.
Kalau ayah
begadang, boleh kok minum kopi. Tapi jangan lupa minum air putih juga, kasian
lo ginjal ayah. Saat ayah sedang menyetir kendaraan, istirahatlah dulu sejenak kalau
mengantuk.
Terimakasih sudah
menjadi sandaran ternyaman, maafkan juga banyak kesilapan kami yang masih berusaha jadi anak baik ini. Kami menyayangi
dengan semua kelebihan dan kekuranganmu. Ayah, di luar sana nanti, apa ada orang
yang mau berkorban seperti ayah?[]
*Penulis merupakan mahasiswi jurusan Syariah Islamiyyah Universitas Al-Azhar, Mesir.
Editor: Ali Akbar Alfata
Posting Komentar