Mencukupkan Diri Ala Mahasiswa Baru

Oleh: Setia Farah Dhiba*

Retorika pengalaman hidup para senior, kisah-kisah luar biasa dari mahasiswa-mahasiswi peraih cumlaude di universitas Al-Azhar, kilau masyhur organisator sukses berpola fikir mind blowing yang disematkan pada jenis multi tasking atau good time management person, menjadi sambutan yang dikagumi dan menggiurkan kepada mahasiswa baru. Berbagai arah jalan menuju tujuan tersebut terasa dekat bagi mahasiswa baru yang bisa mencukupkan diri melangkah secara bertahap. 

Dr. Usamah Sayyid Mahmud Al-Azhari  pernah berpesan bahwa, hal yang harus dikaji sebagai pilar pertama manhaj al-Azhar dalam proses mengemban amanah otoritas ilmiah yaitu sanad yang bersambung secara periwayatan (riwayah), pemahaman (dirayah) dan pengakuan (tazkiyah). Pada satu generasi hanya akan ada beberapa orang beruntung  yang akhirnya berhasil menyelami dalam dan luasnya proses mengambil ilmu dan pengetahuan syuyukh Al-Azhar bagi setiap pelajar yang menginginkannya.

Mahasiswa ideal bukan sekedar menjejaki sanad keilmuan yang tinggi namun juga menyelaraskannya dengan pemahaman yang erat antara talaqqi dan kuliah. Dua metode belajar ini kerap menjadi bahan retorika bombastis para senior dalam menggembleng para adik kelas dengan harapan petuah tersebut menuntun peta belajar sang adik kelas kelak. Mereka yang manut dan patuh niscaya akan mendapatkan hasil yang gemilang.

2018 silam, putra Aceh pertama yaitu Tgk. Amri Fatmi Anziz berhasil meraih gelar doktor Aqidah Filsafat dari universitas Islam tertua di dunia, Al-Azhar Asy-Syarif. Pada tahun 2005 putroe KMA pertama yaitu Tgk. Sitti Suryani Syarifuddin, juga menyelesaikan studi magisternya pada jurusan Fiqh Muqaran. Substansi teladan menuju titik gemilang tersebut, menjadi acuan intensi belajar dalam setahun pertama para maba. Kemudian diimplementasikan dalam aktivitas hari-hari mereka secara sederhana dengan nilai tujuan yang tertata rapi.

Momentum kedatangan angkatan baru pada tahun ini tidak bernasib sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Mereka dihadapkan pada dilema, baik itu mendaftarkan diri sebagai mahasiswa tahun ajaran saat ini ataupun menunggu tahun ajaran baru lengkap dengan ragam resiko di setiap keputusan. Konteks sebagai mahasiswa baru yang mulai beradaptasi mengikuti proses muhadharah dengan segudang maklumat diktat kuliah menempatkan si pelajar pada posisi berlomba dengan waktu.

Tak sebatas menerima transferan informasi dari para dosen, mahasiswa baru seharusnya juga punya perspektif lebih luas sambil mengeksplorasi diri di perkuliahan. Mereka juga dituntut mampu melakukan hal-hal luar biasa yang dimulai dari hal biasa. Merakit kebiasaan membaca untuk menumbuhkan rasa ingin tau yang tinggi, bersama membentuk kelompok diskusi untuk mengulang kaji maklumat terkait pemahaman yang lebih baik guna menghindari distraksi negatif.

Masisirwati lulusan terbaik tahun 2020 Ustazah Mu’adzah Nurul Azizah jurusan Syariah membagikan pengalaman persiapan ujian selama sebulan sebelumnya. Lebih lanjut sang azhariyah itu mengatakan mengulang bacaan diktat hingga 10 bahkan 15 kali. Hal ini diharapkan mampu menyemai benih-benih himmah dalam menempa diri agar setidaknya punya karakteristik seorang Azhari/ah bergelarkan license yang merupakan hasil thandzir atau mengumpulkan teori-teori selama empat sampai lima tahun jangka pembelajaraan pada umumnya mahasiswa di Mesir.

(Arsip bagian pendidikan KMA Mesir)


Kendatipun natijah bukan tolak ukur sukses. Namun, diagram pie di atas memperlihatkan pertumbuhan presentase para mutafawwiqin yang kini telah menjadi senior. Nasihat-nasihat mereka untuk mahasiswa baru tak terlepas dari persoalan memahami maklumat kuliah melalui talaqqi. Pengaruh awal terletak di dalam memilah kebutuhan daurah pada ilmu alat dari sekian banyak pilihan, selain itu mengulang pelajaran termasuk bagian penting dibandingkan hanya sekedar hadir. Memasuki medan tempur tak hanya mengetahui siapa yang menjadi lawan tetapi juga harus mengenali kemampuan diri untuk bertahan.

Sisi lain hajat di dalam kehidupan bersosial sebagai manusia tidak mungkin kita nafikan. Urgensi sebuah organisasi yang bergerak pada ragam bidang baik di dalam dan di luar ranah akademik memiliki peran tersendiri. Para senior  yang pernah ikut serta aktif dalam berbagai organisasi baik senat fakultas, kapanitiaan, komunitas belajar bahasa asing hingga dewan keamanan pelajar memiliki tanggung jawab dalam mengenalkan fungsi, aktivitas sekaligus dampak dari organisasi yang pernah geluti.

Memandang sebelah mata pada segelintir pelajar jempolan yang mengasah bakat mereka di luar tanggung jawab akademisi adalah sebuah kekeliruan. Sebagai akademisi, organisasilah yang mendidik cara menempatkan ilmu secara bijak, hingga tak hanya acuh pada nasib diri sendiri dan lupa sesekali menoleh kanan dan kiri. Selektif dalam menentukan sebuah wadah pengembangan diri sangatlah penting. Namun, menentukan pilihan dari fungsi kegiatan dan perkiraan estimasi waktu juga tenaga yang akan dipertaruhkan juga tak boleh dilupakan. Karena sebagian kita luput dari menyeimbangkan antara rehat dan jeda, lantas mengorbankan kesehatan demi sebuah acara yang esensinya masih dipertanyakan menjadi akibat yang harus diterima.

Menjadikan diri sebagai mahasiswa tipe kura-kura (kuliah rapat - kuliah rapat) atau sebut saja si organisator sama sekali tidak mendiskreditkan identitas pelajar itu sendiri. Belajar komunikasi lewat menyampaikan ide antar tim, bisa berkolaborasi mewujudkan suatu acara yang berkesan, memecahan masalah secara kolektif, fleksibilitas dalam mengatur waktu, mengasah keterampilan teknis di bidang tertentu secara tak langsung mengasah sikap kepemimpinan seiring bertambahnya jenjang karir dalam berorganisasi.

Organisasi-organisasi kemahasiswaan yang meluputi berbagai negara dan wilayah menjadi wadah para pelajar menguji amanah keilmuan yang telah diembannya. Kemajemukan dalam organisasi tesebut mengharuskan adanya hubungan timbal balik antara proses pembelajaran akademik dan pentingnya fungsi organisasi itu sendiri. 

Berangkat dari petuah-petuah senior pada seluruh mahasiswa baru soal akademik, talaqqi dan organisasi, agaknya butuh kehati-hatian memaknainya. Bukankah sulit melompati beberapa anak tangga sekaligus? ada baiknya dengan mencukupkan diri dalam melangkah secara bertahap satu demi satu adalah kunci dari meraih ketiga itu.[]


*Penulis merupakan Mahasiswa tingkat empat jurusan Syari'ah Islamiyah universitas Al Azhar, Kairo.


Editor: Annas Muttaqin

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top