Di Bawah Petir Merah (Bagian Dua)
Oleh: Tim Phan
logicainvestigazioni.it |
“Maaf pejabat-pejabat sekalian. Kami menggganggu meeting anda.”
Ruangan dengan meja panjang itu ramai dengan pria berdasi.
“Hei, pak polisi. Bisakah kalian mempersilakanku menandatangani
dokumen ini terlebih dulu. Pertemuan ini sudah mencapai puncaknya.” Daniel
berseru.
Pertemuan itu adalah menentukan siapa yang akan menjalankan
perusahaan ke depannya. Setelah menimbang lama, diputuskan bahwa Daniel akan
menjad CEO menggantikan Kimberly.
“Senja menyapa, matahari mulai ditelan.
Kutemukan sang rembulan yang duduk tenang di bawah pohon pinus.
Wajahnya indah rupawan, rambutnya diterpa angin,"
Sembari menatap langit dengan senyum tulus.” Basya masuk dari pintu
masuk sembari mengucap kalimat dari puisi yang ditulis Kimberly.
“Bos, apakah harus sedrama ini? Buat apa temanmu itu masuk
belakangan. Bukankah dia bisa masuk bersama kita tadinya?” Jessica berbisik
pada Eric.
“Oh, ayolah Jess. Inilah momen yang paling kutunggu setelah
mendapat panggilan dari Basya. Momen ini harus dibuat sedramatis ini. Kau lihat
di banyak film betapa intens atmosfirnya ketika mengungkap pelaku pembunuhan.”
Mata Eric sejak tadi berbinar-binar.
Jessica menghela napas panjang. Sekarang dia seperti menonton drama
di broadway. Tepat saat Basya masuk ke dalam ruangan, suara musik dramatis entah
keluar dari telepon siapa berbunyi. Mendramatisir setiap langkahnya.
“Apakah ini semacam drama dadakan yang sedang viral belakangan
ini?” salah seorang pria bertanya pada temannya.
“Akan kupukul kau setelah ini, Eric.” Basya berbisik pelan setelah
lewat di depan Eric.
Tepat langkah terakhir Basya, musik itu berakhir.
“Ada apa ini? Apakah kita sedang berada di Hamilton?” Daniel
berseru.
“Tentu saja tidak, Tuan Daniel. kita sekarang berada di tempat yang
lebih hebat dari Hamilton. Gedung ini adalah teater sempurna.” Basya mulai
duduk di salah satu kursi kosong. Itu adalah bagian dari skenario drama yang
dirancang oleh Eric.
“Apa maksudmu? Ini adalah perusahaan teknologi mobil listrik
terbesar yang ada.” Daniel menimpali.
“Itulah yang aku maksud, Daniel. sangat ironis sekali. Seorang CEO
yang meninggal karena sengatan akur listrik tegangan tinggi. Tepat dibawah nama
perusahaan yang bernama LIGHTING. Di bawah tangan Daniel, petir itu berdarah.
Ya, Daniel Jupiter, kau adalah pembunuh Kimberly.” Basya menarik napas.
Ruangan menjadi riuh.
“Apa maksudmu? Sudah jelas-jelas itu adalah kecelakaan.” Daniel
membantah.
“Biar kuceritakan pada kalian semua yang sebenarnya. Kita akan memulainya dengan penggalan puisi dari nyonya Kimberly.
Senja menyapa,
matahari mulai ditelan,
Kutemukan sang rembulan yang duduk tenang di bawah pohon pinus.
Wajahnya indah rupawan, rambutnya diterpa angin,
Sembari menatap langit dengan senyum tulus.
Penggalan ini jelas-jelas menunjukkan kali pertama ia bertemu
denganmu, tuan Daniel.”
“Iya, kau benar,” balas Daniel.
“Tapi orang sepertimu yang tidak paham apa itu sejarah Yunani,
tidak akan paham apa maksud kalimat-kalimat selanjutnya. Karena surat ini
memang tidak sepenuhnya ditunjukkan untukmu.”
“Apa maksudmu bukan untukku? Kimberly selalu saja menujukkan puisi
untukku.” Daniel menyela.
“Kita akan kembali ke hari dimana Kimberly tewas. Pagi harinya di
kantor, Hera mendengar teriakan dari kantor Kimberly, ‘aku tidak akan
menyerahkanya padamu.’ Itu adalah kalimat dengan ribuan arti. Tidak menyerahkan
apa? uang? Rumah? Hingga pada akhirnya aku mendengar penjelasan Daniel tentang Kimberly
yang akan pensiun dari posisinya sebagai CEO. Tentu maksud Kimberly adalah
tidak akan menyerahkan jabatannya pada Daniel.” Basya menjelaskan panjang.
“Dari sanalah dimulai rencana sang Daniel Jupiter untuk membunuh Kimberly.
Karena kalau Kimberly meninggal, posisi CEO itu akan langsung berpindah ke
tangan Daniel. kalau kalian bertanya kenapa seorang suami rela membunuh istrinya?
Karena suami tersebut tidak mencintai lagi istrinya.‘aku tidak akan
menyerahkannya padamu’ berarti bahwa Kimberly tahu persis perbuatan buruk apa
yang telah dilakukan Daniel. Daniel berselingkuh.”
Suasana ruangan kemballi riuh.
“Hera kan, Daniel? klasik sekali, kawan. Berselingkuh dengan
asisten istrimu.” Basya terkekeh.
“Kisah kembali berlanjut. Daniel setelah perkumpulan shareholder
tidak pernah kembali ke rumah. Dia kembali ke kantor untuk membicarakan hal
penting dengan Kimberly. Membujuk untuk memaafkannya dan kembali berpikir lagi
tentang jabatannya sebagai CEO. Sayangnya, Kimberly tidak pernah memaafkan Daniel
dan tidak akan mengganti pikirannya. Dari sana kisah menjadi lebih dramatis, Daniel
yang emosi mengambil pulpen dari atas meja. Menusuk perut Kimberly hingga dia
terkulai di lantai. Kuat sekali kekuatan emosi itu. sebatang pulpen dapat
membunuh seseorang”
“Mana buktinya?” Daniel menyela percakapan.
Basya langsung melempar pena berwarna perak. Langsung berkeringat Daniel
melihat benda tersebut. Itu adalah pena yang diserahkan pada Jessica.
Menyuruhnya untuk diteliti oleh forensik.
“Pertanyaan terbesar adalah bagaimana Daniel menghilangkan bukti.
Simpel sekali, semuanya telah terencana. Ia memutuskan menekan alarm kebakaran
di dalam ruangan Kimberly. Memukul keras kaca yang menutupi tombol merah. Ide
yang sangat brilian. Itulah kenapa kau, Daniel mengambil kertas puisi yang aku
serahkan padamu dengan tangan kiri. Tangan kananmu pasti sakit sekali setelah
memukul kaca itu. Air mengalir deras dari langit-langit ruangan, membasahi
seluruh lantai. Tinggal ia memotong salah satu kabel dan meletakannya di air.
Rencana selesai. Bukan begitu, tuan Daniel?”
Suasana menjadi lengang. Daniel yang sejak tadi mematung setelah
mendengar kisah dari Basya.
***
“Sejak kapan kau tahu Daniel pelakunya?” tanya Eric setelah para
polisi menyeret Daniel dari ruangan. Dia terus saja berteriak kalau dia tidak
membunuh Kimberly.
“Sejak aku menerima penggalan puisi itu.” Basya menatap lamat-lamat
keluar jendela. Ia menoleh ke arah Eric yang penasaran.
“Dia panglima dalam perang Titan,
Mengubur pamannya di bawah gelapnya Tartarus
Dengan tegarnya mengalahkan raksasa
Terus berdiri tegap diatas puncak Olympus.
Singgasananya menguasai langit dan bintang-bintang,
Tetap tidak tahu nama anaknya Dionysus.
Dalam mitologi yunani, panglima pembunuh titan dan para raksasa
adalah Zeus. Nama lainnya dalam mitologi Roma adalah Jupiter. tentu Daniel Jupiter
adalah pelakunya.”
Eric mengangguk-angguk mendengar penjelasan Basya.
“Kenapa dia membawa-bawa mitologi yunani?” Eric tidak habis
pertanyaan.
“Kimberly adalah anak dari Cadmus dan Hermonia. Dua nama itu adalah
pasangan kekasih dari mitologi yunani. Dia menganggap dirinya adalah Semele,
karena Semele adalah anak dari Cadmus dan Hermonia, suami dari Zeus dan ibu
dari Dionysus. Itulah kenapa dia menulis puisi tersebut dan dikirimkan pada
ibunya. Pasti dia menulisnya dulu di kertas sebelum akhirnya mengemail.”
“Bagaimana nasibnya Semele pada akhirnya?”
“Ia mati karena petir Zeus.” Basya menjawab pendek.
“Kenapa Zeus membunuhnya? Bukankah mereka saling cinta?” Eric terus
bertanya.
“Itu karena dia disuruh oleh—.” Kalimat Basya terhenti, teringat
sesuatu.
“Aku harus pergi ke suatu tempat. Sampai berjumpa nanti.” Basya
langsung melangkah, terburu-buru. Ia menyerahkan secarik kertas pada eric.
Eric menatap punggung Basya yang menghilang di balik pintu.
“Bos, kemana pergi temanmu?” Jessica menghampiri Eric.
“Tidak tahu. Dia pasti akan kembali.” Eric tersenyum. Mereka berdua
kembali berjalan, urusan ini belum selesai. Kertas yang diberikan Basya adalah
makna terakhir dari penggalan puisi Kimberly. Tentang Dionsyus. Penerus
perusahaan tersebut. Anak yang hilang.
“Oh ya, bos. Kau belum mengatakan padaku kalimat yang dikatakan Basya
padamu di telepon.”
Eric menatap rekannya. “Vatican Cameos.”
***
“Semele tidak pernah mati karena petir Zeus. Dia mati karena
seorang dewi lain yang membujuk Zeus untuk memperlihatkan petirnya pada Semele.
Benar begitu, Hera? Kau adalah dewi yang membujuk Zeus.” Basya menghampiri Hera
yang sedang duduk santai di taman.
“Kau memang Basya yang dibicarakan banyak orang.” Hera tersenyum.
“Tapi kalau kau menyerahkanku pada polisi sekarang, kau tidak akan mendapatkan
yang kau inginkan.”
Basya menatap Hera lamat-lamat.
“Dimana datanya?” tanya Basya cepat.
“5 Oktober 2020 itu sungguh berharga bagimu, ya? Kau rela tidak
menangkap kriminal sepertiku hanya untuk hal semacam itu.” Hera mengambil
sesuatu dari sakunya. Flashdisk.
“Pada akhirnya, kau tetap Basya yang terus saja menciptakan
kebohongan.” Hera bangun dan melangkah.
“Karena itulah pekerjaanku.” Basya juga ikut melangkah.
Editor: Annas Muttaqin
Posting Komentar