Musaadah, Maidaturrahman dan Fanous; Primadona ketika Ramadan Tiba di Mesir

Oleh:  Sarah Maulida*

 

Unsplash.com/Arthur Kornakov

Bulan Ramadan adalah bulan mulia yang di dalamnya menyimpan berbagai keutamaan yang tidak ada di bulan-bulan lain. Di antara banyak keutamaan Bulan Ramadan adalah pahala amal ibadah yang dilipatgandakan, bahkan hanya Allah sendiri yang tahu seberapa besar pahalanya.

 

Keutamaan inilah yang menjadi motivasi warga Mesir untuk berbagi di bulan Ramadan melalui tradisi yang diberi nama Musaadah. Tradisi umat Islam Mesir ini sudah dilakukan sejak lama. Musaadah adalah kegiatan amal warga Mesir, yakni berbagi di Bulan Ramadan.  

 

Musaadah adalah satu istilah yang berarti bantuan. Perlu diketahui bahwa Orang Arab terkenal dengan kedermawanannya. Biasanya warga Mesir juga sering berbagi di bulan-bulan lainnya selain Bulan Ramadan, bisa kita temui di masjid-masjid tertentu. Makanya ketika Ramadan tiba tidak jarang kita mendapati berbagai bantuan mulai dari sembako hingga uang jajan. Bantuan uang yang diberikan oleh mereka pun bervariasi, mulai dari 20 pound Mesir (1 EGP = RP 735) hingga 300 pound Mesir. Tidak heran lagi di Bulan Ramadan para masisir kebanjiran duit karena masyarakat Mesir berlomba-lomba untuk memberi sedekah yang mereka yakini akan dilipatgandakan oleh Allah Swt. Uniknya lagi, entah kenapa hampir di setiap tempat yang terdapat pembagian musaadah, pasti pengantre asal Indonesia yang paling mendominasi.

 

Untuk mendapatkannya, mereka hanya cukup menunjukkan data diri dan bukti sebagai pelajar atau mahasiswa dengan menunjukkan paspor. Namun tidak semua pelajar ikut antri mendapatkan musaadah. Ada juga yang sudah merasa cukup dan tidak ikut berburu. Terdengar begitu mudah bukan? begitulah berkah negeri seribu menara ini.

 

Selain dari musaadah ketika Ramadan, masyarakat dermawan Mesir kerap membagikan makanan untuk berbuka setiap hari. Mereka menjejerkan meja yang diletakkan berbagai jenis makanan di atasnya. Siapa saja yang datang dipersilahkan untuk duduk sambil menunggu azan magrib berkumandang. Meski sempat vakum selama pandemi, tapi di tahun 2021 lalu sudah mulai dibuka kembali seperti biasa. Ketika pandemi, kaum dermawan Mesir hanya memberi nasi di kotak makanan dan membagikannya di jalan tanpa disediakan tarabeza (meja) untuk makan bersama-sama.  kebiasaan ini ada hikmah tersendiri, yaitu membantu masyarakat Mesir sendiri yang dililit krisis ekonomi.

 

Bagi Mahasiswa Indonesia yang sedang merantau mencari ilmu di Mesir, ini merupakan rezeki dan kesempatan yang paling ditunggu saat Ramadan tiba. Bagaimana tidak, di samping hidangan yang enak dan mengenyangkan, tentu adanya maidaturrahman bisa menghemat pengeluaran sebagai mahasiswa.

 

Menu yang disajikan sangat beragam. Salah satu yang wajib adalah Isy yang merupakan makanan pokok warga Mesir, yaitu roti berbentuk bulat yang biasanya dimakan dengan sup berkuah kental berisi sayur dan daging. Ada juga hidangan nasi sebagai makanan pokok kedua setelah ‘Isy ditambah dengan kurma dan jus.

 

Penamaan hidangan berbuka dengan Maidaturrahman konon diambil dari surat Al-Maidah, dalam surat itu disebutkan bahwa Allah Swt. menurunkan hidangan dari langit untuk Nabi Isa As. Kata Ar-Rahman diambil dari salah satu dari nama-nama Allah (Asmaul Husna) yang artinya Maha Pengasih. Nama ini digunakan agar dengan hidangan tersebut Umat Islam satu sama lain bisa saling mengasihi dan menyayangi.

 

Berbagai pengalaman menarik saya dapati ketika pembagian Maidaturrahman, mulai dari melihat senyuman orang yang tampak bahagia ketika mendapatkannya dan juga toleransi yang begitu erat terhadap sesama yang saling membutuhkan.

 

Salah satu bagian dekoratir Ramadan yang paling sering dijumpai di Mesir berbentuk lentera. Benda itu lebih sering disebut ‘Fanous. Sejenis lampion yang terbuat dari logam dan kaca berwarna, ada juga dengan kain berukiran. Terdapat banyak bentuk dan ukuran, mulai dari yang ringan dan dapat di tenteng sampai yang besar untuk di pajang di depan rumah. Masyarakat Mesir mesir kerap menghiasi balkon rumah dengan penerang yang cantik itu, tidak hanya rumah bahkan mereka menggantungnya diantara gedung secara bolak-balik. Dekorasi itu memberikan kesan suasana jalan yang menarik.

 

Percaya atau tidak, Fanous sudah menjadi hiasan utama ketika menjelang Ramadan, meski lentera ini tidak benar-benar digunakan untuk sumber cahaya. Banyak keluarga yang memanfaatkannya untuk hiasan dan pajangan saja. Mereka merasa Ramadan kurang lengkap tanpa pemandangan warna-warni yang dihasilkan oleh Fanous. Inilah dekorasi yang menggambarkan suka cita bulan suci Ramadan.

 

Konon, pada mulanya Fanous digunakan masyarakat Mesir untuk menyambut kedatangan Khalifah Muiz Lidinillah pada masa Dinasti Fatimiyah. Momennya memang bertepatan dengan Ramadan, tepatnya pada tahun 358 H. Dalam penyambutannya tersebut, para warga membawa lampu-lampu kecil seperti obor sebagai penerang jalan, karena pada saat itu masih belum ada lampu listrik yang telah banyak digunakan seperti saat ini. Pertanyaan kenapa hal tersebut bisa menjadi ciri khas Ramadan di Mesir adalah karena letak terjadinya peristiwa tersebut yang tepat di malam bulan Ramadan sedang berlangsung.

 

Fanous di Mesir merupakan suatu barang yang unik bagi penulis. Begitu bermanfaat karena selain indah dia juga memberi semangat kepada kita yang hendak merayakan kedatangan bulan suci Ramadan. Kebiasaan ini patut diapresiasi dan di sebarluaskan ke seluruh penjuru agar masyarakat negara-negara lain bisa berpatisipasi dan antusias merayakan kedatangan bulan suci Ramadan dengan menghadirkan Fanous atau lentera indah di dalam rumahnya.

 

Bagi orang Mesir bulan Ramadan adalah ladang amal yang tidak boleh disia-siakan begitu saja, sehingga mereka berlomba-lomba untuk berbuat kebaikan sekecil apa pun, mulai dari bersedekah walau dua buah kurma hingga membagi-bagikan hidangan atau menjamu orang yang berbuka puasa dengan makanan yang begitu lezat. Penyambutan begitu meriah nan indah yang bisa dijadikan contoh bagi kita semua. Berbagai keunikan yang jarang ditemui terutama di kampung halaman penulis sendiri.

 

*Penulis adalah Mahasiswi Jurusan Syariah Islamiyah, Fakultas Dirasat Islamiyah wa Al-Arabiyah lil Banat, Universitas Al-Azhar. Tingkat 2

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top