Madrasah Sang Buah Hati

Oleh : Salsabila Ulfah*
Sumber : Google.com
Tokoh pembaru Islam, seorang pendidik Aljazair al-‘Allamah Ibnu Badis – rahimahullah - mengatakan :

“Rumah adalah sekolah pertama dan pabrik fundamental pembentukan (Karakter) manusia. Beragamanya seorang ibu adalah pondasi penjagaan agama dan akhlak.”

Pembentukan akhlak anak sudah pasti dibentuk dari peranan orangtua, khususnya seorang ibu yang menjadi madrasah pertama dalam keluarga. Ibu mempunyai peranan rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, memberi contoh yang positif terhadap anak seperti menghidupkan rumah dengan nuansa islami, sering melantunkan kalamullah, membiasakan agar dapat mengontrol emosi dan menjaga sikap dalam bertindak terhadap anak akan berdampak baik bagi anak. Mengingat pentingnya perilaku orangtua yang akan dijadikan panduan untuk membentuk perilaku anak, seorang ibu harus bisa menjadi teladan bagi anak-anaknya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Furqan ayat 74 :

“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami istri-istri dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi golongan orang-orang yang bertakwa.”

Dalam masalah pendidikan

Ibu memiliki pengaruh besar bagi seorang anak. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam Psychology Spot mengungkapkan bahwa seorang anak dilahirkan dengan gen yang berbeda-beda. Hal tersebut berarti tiap orang menurunkan faktor yang berbeda-beda dari ayah dan ibu. Namun, khusus gen kecerdasan memang biasanya menurun dari ibu. Gen atau kromosom yang menentukan kemampuan kognitif atau kecerdasan seseorang berada di kromosom X. Wanita membawa dua gen kromosom X. Artinya anak akan lebih mungkin mendapatkan kecerdasan mereka dari ibu.

Sebelum masuk sekolah formal, ibulah yang menjadi madrasah pertama terhadap seorang anak. Jangan sampai efek sibuk dengan pekerjaan ataupun jabatan di kantor, sang ibu mengabaikan tugas utamanya dan menitipkan anak kepada orang lain, yang kadangkala dididik oleh orang yang kurang pendidikan. Sehingga ketika anak jatuh ke tangan orang lain, peranan pertama yang didapatkan anak bukan dari ibu kandungnya sendiri. Karena ketika Ibu banyak mengambil andil, akan banyak mendapatkan hasil oleh sang anak pada kehidupan yang akan datang.

Pendidikan seorang ibu sangat berperan penting bagi anak, sebagai ibu yang mempunyai sifat empati dengan memiliki rasa penyayang dan penuh kasih, sangat dibutuhkan dalam lingkungan keluarga. Bahkan ketika sang anak masih berada dalam kandungan ibunya, ia sudah mempelajari beberapa hal. Keadaan bayi pada saat usia 23 minggu bayi sudah dapat mendengar suara dalam bentuk apapun, ia akan merespons apa yang didengarkannya, cukup dengan mendengarkan suara ibu dapat membantu bayi menjalin ikatan lebih dekat setelah lahir. Dengan hal yang sederhana itu, bayi sudah mendapatkan pelajaran ketika masih dalam kandungan, untuk seorang ibu perbanyaklah interaksi terhadap anak dengan hal yang baik-baik.

Sejak kecil seorang anak bisa mencontoh apa yang dilihat dalam lingkungan terdekatnya, apa yang dikatakan dan sikap yang ditunjukkan pasti akan ditiru oleh si kecil. Ibu sebagai orang yang terdekat dalam lingkungan, harus bisa memutuskan perilaku seperti apakah yang ingin ditiru oleh seorang anak? Anak belajar dari apa yang dilihat dan didengar, semua menjadi sarana belajar bagi anak. Jadi, untuk seorang ibu ataupun calon ibu harus membiasakan diri agar bisa membentuk lingkungan yang penuh edukatif terhadap anak. Kembali lagi, karena ibu merupakan peranan utama.

Ibu pembangun peradaban, tidak hanya mendidik anak kandungnya. Namun juga mampu memberdayakan ibu-ibu lainnya untuk berkolaborasi dalam perjuangan mendidik generasi.

Dapat kita lihat peran ibu ulama terdahulu:

Kisah Imam Syafii, ayah Imam Syafii wafat dalam usia muda. Ibunya lah yang membesarkan, mendidik, dan memperhatikannya hingga kemudian Muhammad bin Idris Asy-Syafii menjadi seorang imam besar. Pada saat imam Syafii masih kecil ibunya membawa hijrah dari Gaza menuju Makkah. Di Makkah, ia mempelajari Alquran dan berhasil menghafalkannya saat berusia 7 tahun. Kemudian sang ibu mengirim anaknya ke pedesaan yang bahasa Arabnya masih murni. Sehingga bahasa Arab pemuda Quraisy ini pun jadi tertata dan fasih. Ibu Imam Syafii tidak pernah meninggalkan urusan berlalu begitu saja, akan tetapi dipenuhi dengan kedisiplinan dalam mendidik.

Kisah Imam al-Bukhari, tumbuh besar sebagai seorang yatim. Ibunya lah yang mengasuhnya. Beliau mendidiknya dengan pendidikan yang terbaik. Mengurus keperluannya, mendoakannya, dan memotivasinya untuk belajar dan berbuat baik. Saat berusia 16 tahun, ibunya mengajak Imam al-Bukhari bersafar ke Makkah. Kemudian meninggalkan putranya di negeri Haram tersebut. Ibunya pun meninggalkan Imam Bukhari agar putranya mengambil ilmu dengan lisan orang-orang Makkah, maka kelak al-Bukhari akan kembali ke negerinya dalam keadaan dia sudah menjadi ulama besar ahli Hadits.

Maa Sya Allah begitu besarnya tanggung jawab ibu terhadap anaknya.


Dalam membentuk karakter dan sikap terhadap anak

Sebagai ibu yang toleran pasti memberikan tindakan yang baik terhadap anak. Bersikap sopan santun, membangun kepribadian atas iman dan takwa, tidak berkata hal yang buruk, menahan amarah, merupakan sebuah bentuk kepedulian terhadap anak. Masa anak-anak lebih membutuhkan contoh dibandingkan kritik. Saat kecil anak sudah dibiasakan dengan hal baik akan terbawa nantinya ketika ia dewasa kelak.

Peranan ibu terhadap masa depan anak adalah sebagai pondasi dasar dalam keluarga untuk membentuk kepribadian anak, membentuk generasi anak yang cemerlang dengan memberikan edukasi, memberikan contoh teladan yang baik, berperan membimbing dan mengevaluasi anaknya.

Islam sangat menghargai peran seorang ibu. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah Hadits :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali? Nabi menjawab, Ibumu! Dan orang tersebut kembali bertanya, kemudian siapa lagi? Nabi menjawab, Ibumu! Orang tersebut tersebut bertanya kembali, kemudian siapa lagi? Beliau menjawab, Ibumu. Orang tersebut bertanya kembali, kemudian siapa lagi? Nabi menjawab, kemudian ayahmu.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Mulailah berproses dari sekarang, karena menjadi ibu adalah pendidik manusia yang pertama-tama.

Sekian, semoga bermanfaat.[]


*Penulis merupakan mahasiswi jurusan Syariah Islamiyah, Universitas Al-Azhar, Kairo.

Editor : Muhammad Farhan Sufyan
















Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top