Childfree, Bolehkah dalam Pandangan Syariat?

Oleh: Cut Intan Amalia Fittry*

Sumber: Unsplash.comCalebwoods

Dalam dinamika kehidupan rumah tangga, acap kali kita jumpai peran seorang ibu dalam mengurus anak lebih besar daripada ayah. Belum lagi jika anak tersebut masih bayi dan baru lahir, tentulah tantangan untuk mengurusnya lebih ekstra lagi karena harus berjaga malam demi sang buah  hati. Kekurangan waktu tidur, kelelahan seorang ibu, dan keadaan jiwa beberapa ibu muda yang belum terlalu matang menjadi sosok ibu, serta ditambah lagi kurang dukungan dari seorang suami, cukup menjadi penyebab ia sering merasa tertekan, terjadi penuaan dini dan tak sedikit yang mengalami gangguan mental.

Seiring berkembangnya media sosial, tentulah informasi sangat mudah menyebar. Belum lagi jika yang memperluas informasi adalah sosok yang dijadikan sorotan di media sosial itu sendiri. Kita akan membahas topik yang belakangan ini dijadikan solusi oleh seorang public figure. Di mana solusi tersebut dianggap mampu menyelesaikan permasalahan ini, ialah childfree atau tidak memiliki anak.

Influencer atau public figure tersebut menyuarakan childfree dengan beberapa alasan seperti penghematan  biaya yang harusnya biaya tersebut dipakai untuk membesarkan anak, jika tak memiliki anak maka bisa dialih fungsikan untuk merawat diri dan menambah kecantikan. Hal ini diyakini akan membuat perempuan terlihat awet muda dan bebas dari stres. Selain itu ia juga menambahkan, karena menyadari peran seorang ibu itu sulit dan berat, jadi ia tidak perlu ikut serta untuk turut merasakannya.

Apakah pernyataan semacam ini cocok untuk dijadikan solusi oleh wanita yang menjunjung tinggi open minded (berpikiran terbuka)? Apakah benar dengan menerapkan childfree kita jadi bisa bebas dalam merawat diri dan ketika kita sudah memiliki anak  jadi tak bisa merawat diri? Lantas, apakah boleh melakukan childfree dan menyuarakannya?

1.    Apa itu Childfree?

Sebelum pembahasan melebar, kita harus tahu dulu apa itu childfree. Dilansir dari Oxford Dictonary childfree merupakan istilah yang diartikan sebagai orang yang tidak ingin memiliki anak. Kalau dalam budaya barat ini sudah biasa karena memang notabenenya kebanyakan dari mereka tidak ingin memiliki pasangan secara terikat dalam legalitas pernikahan, apalagi memiliki anak yang dimana keindahan tubuh dipertaruhkan, begitu pula waktu luang dan tenaga. Ada juga beberapa alasan lain seperti finansial dan pesimisme terhadap lingkungan yang kurang mendukung.

Awalnya childfree merupakan pilihan individu setiap pasangan. Namun, dengan berkembangnya teknologi seperti media sosial, ia dapat menjadi tersebar karena disuarakan oleh orang berpengaruh dalam media sosial seperti influencer, artis dan public figure lainnya. Adapun jika keputusan ini dipraktikkan oleh beberapa kalangan secara berkesinambungan bukankah akan menjadi tren? Maka, sebelum itu terjadi ada baiknya kita memiliki sistem filter akan segala hal yang masuk dalam kehidupan kita.

Jika memilih childfree dikatakan sebagai solusi agar tidak terjadi penuaan dini pada perempuan karena mengalami stres dan tidak memiliki waktu cukup untuk tidur, maka bisa dilihat secara realita, mereka yang mampu menyewa baby sitter untuk merawat anak dan mampu melakukan perawatan wajah setiap bulan, jelas akan terlihat lebih awet muda. Karena kuncinya bukan seseorang memilih childfree agar tidak stres dan mengalami penuaan dini, akan tetapi memiliki finansial mapan sebelum menikah. Hal tersebutlah yang memperkecil kemungkinan permasalahan yang telah dijabarkan terjadi.

2.     Hukum Childfree

Seperti yang kita ketahui, keberadaan childfree sendiri memang tidak ada larangan secara eksplisit dalam syariat. Tapi, bukan berarti syariat membolehkan adat ini secara serta merta. Di dalam islam, memang tidak ada kewajiban secara mutlak untuk memiliki keturunan. Namun, dalam beberapa kasus, dengan alasan tertentu, syariah membolehkan childfree.

Childfree dibolehkan dalam keadaan darurat medis, yaitu ketika pasangan tidak mungkin (menurut medis) untuk membuahi anak, karena dapat membahayakan sang ibu misalnya. Bahkan jika pasangan seperti ini memaksa memiliki anak, maka hukumnya menjadi haram. Namun, jika alasannya lemah seperti keadaan finansial, lingkungan dan isu fisik dan menjaga kebagusan tubuh ini merupakan sederet alasan yang tidak dianggap (ghair mu’tabrah) dalam syariah.

Berusaha mempunyai anak hukumnya sunnah. Dalam ajaran islam menekankan bahwa memliki anak adalah berkah dan menjadi jalan rezeki. Sementara hukum asli dari berusaha tidak memiliki anak adalah makruh karena lawan dari sunnah adalah makruh. Contoh tindakan berusaha tidak mempunyai anak yang makruh adalah melakukan azl atau mengeluarkan sperma diluar rahim agar tidak terjadi kehamilan.

Ulama klasik telah membahas hal ini diberbagai karya mereka. Serta penggunaan alat kontrasepsi untuk penundaan kehamilan yang tidak permanen juga telah dibahas oleh ulama kontemporer dan disamakan dengan hukum azl, yaitu makruh. Makruh yang dimaksud adalah dianggap tidak ideal. Pelakunya tidak sampai berdosa. Tapi jika pelaku childfree sampai memandulkan organ reproduksi maka hukumnya menjadi haram karena mengubah ciptaan Allah.

Apalagi jika sampai mempromosikan atau mempelopori orang lain untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak, maka jelas ini sangat diharamkan. Pelakunya akan termasuk dalam sabda nabi,

فمن رغب عن سنتي فليس مني

“Barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka dia bukan golonhganku”

Jadi, jika childfree hanya dilakukan oleh pasangan dan tidak mempengaruhi orang lain dengan propaganda dan sebagainya, maka hukumnya makruh. Memiliki keturunanpun hukumya sunnah (tidak wajib) dan tidak masalah jika seseorang tak ingin melakukannya. Tetapi bagi yang menentang sunnah dan merasa antipati dalam kelahiran anak serta menganggapnya buruk maka haram hukumnya.

Nah, alangkah baiknya jika alasan kita lemah, kita tidak perlu memilih childfree. Sedikit banyaknya childfree berhasil dijadikan alat untuk merusak citra islam oleh orang yang tidak paham agama.

*Penulis merupakan mahasiswi tingkat IV jurusan Syariah Islamiyyah di Universitas Al-Azhar, Mesir.

Editor: Ali Akbar Alfata

 

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top