Mujaddid Abad 20, Syeikh Mutawalli asy-Sya’rawii

Oleh : Muhammad Arief Munandar*
Sumber : Google.com 

Tentunya tidak asing lagi bagi kalangan dunia al-Azhar, bahkan dunia para dai sosok “Mujaddid Abad ke-20” Syeikh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi. Beliau merupakan satu dari sekian ulama yang berpengaruh di abad tersebut, bukan hanya dari segi keilmuan, namun juga dengan kerendahan hatinya.

Beliau lahir pada 19 April 1911 M di Daqadus, salah satu desa di Mith Ghamr, Provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir. Beliau anak dari seorang petani yang sangat tekun, taat dan memiliki harapan besar kepada anaknya. Keluarganya juga merupakan nasab yang mulia, bersambung kepada Imam Ali Zainal Abidin bin Husein ra.

Sosok yang menyandang gelar Imam Ad-Duat (panglima para dai) ini sejak kecil mendapat pendidikan dasar di Ma’had Zaqaziq al-Ibtida’i al-Azhari pada tahun 1923 M. Kecerdasannya mulai tampak sejak kecil dan telah menghafal al-Qur’an pada usia 11 tahun hingga beliau lulus dari sekolahnya. Di jenjang Madrasah Tsanawiyah beliau mulai mempelajari lebih dalam terkait ilmu syair dan sastra. Karena kemahirannyanya, ulama yang sangat dicintai masyarakat Mesir ini, terpilih sebagai ketua persatuan pelajar dan sastrawan di Zaqaziq.

Pada usia remaja, ketika menginjak masa perguruan tinggi, sang ayah punya harapan besar agar anaknya kuliah di Universitas Al-Azhar di Kairo. Namun harapan ayahnya untuk menimba ilmu, kalah dengan keinginan Syeikh Sya’rawi untuk menjadi petani, layaknya keluarga yang lain. Dengan pendirian kuat ayahnya, beliau pun menerima tetapi dengan syarat membeli semua kitab yang diinginkan.


Permintaan ini hanya ingin mengundurkan niat ayah untuk menyekolahkan beliau di Kairo. Ternyata sang ayah pantang mundur dengan srategi dan akal-akalan anaknya yang meminta kitab yang tidak sama sekali masuk dalam muqarrar (diktat) kuliah. Hal itu sama sekali tidak menggoyahkan hati ayahnya. Semua permintaan Syeikh Sya’rawi akhirnya dipenuhi dengan harapan semoga allah memberikan kemudahan dalam menimba ilmu dan di bukakan ilmu pengetahuan untuk anaknya.

Pernyataan sang ayah membuka hati nurani Syeikh Sya’rawi untuk menuntut ilmu dengan tekun. Akhirnya tahun 1937, beliau resmi menjadi mahasiswa di universitas tertua itu dan memilih jurusan di Fakultas Bahasa dan Sastra.

Setelah lulus dari Universitas Al-Azhar, Syeikh yang disapa “Al-Amin” (Amanah) oleh keluarganya mendapat panggilan untuk mengajar di Thantha dan Iskandaria pada tahun 1943. Melihat bakat dan kelebihan yang dimiliki oleh Syeikh Sya’rawi, membuat banyak pihak luar negeri tertarik untuk mengundangnya. Pada tahun 1950 M, beliau dipercaya menjadi dosen ilmu syri’ah di Universitas Ummu Al-Quro, Mekkah, Arab Saudi.

Pada tahun 1961 menyebabkan beliau kembali ke tanah kelahirannya karena adanya pertentangan antara Presiden Mesir saat itu Gamal Abdun Nasir dengan pemerintahan Arab Saudi. Berkat keprihatinannya terhadap Pemerintah Mesir, pada tahun 1976 M beliau diangkat menjadi Mentri Waqaf dan Urusan Al-Azhar pada masa pemerintahan Presiden Anwar Sadat hingga berakhir pada bulan oktober tahun 1978 M. Jabatan yang singkat ini beliau manfaatkan untuk mendirikan Bank Islam pertama di Mesir.


Di sisi lain, beliau banyak mengisi kajian-kajian islam dan ilmu tafsir dengan berbagai program di channel TV dan radio Mesir. Bahkan pada tahun 1987 beliau juga terpilih sebagai anggota dari Arabic Language Complex (akademi para ahli yang fokus mengembangkan bahasa arab di Mesir.

Pengaruh keilmuannya pun menjadi banyak rujukan umat islam pada saat itu, bahkan setiap pidatonya menggerakkan pendengar menentang berbagai gerakan liberal dan sekuler di negara pyramid dan menjadi rujukan bagi banyak negara lainnya di Kawasan Timur Tengah.

Pada pagi Rabu 17 Juni 1998 M, bertepatan dengan 22 Shafar 1419 H, Syeikh Muhammad Mutawally Asy-Sya’rawi menghembuskan nafas terakhir di Giza. Sosok yang selama ini menjadi idola para umat mengakhiri hidupnya di umur 87 tahun. Jutaan orang menggantarkan jenazahnya dan memadati jalan di Kairo dengan keadaan duka yang sangat mendalam. Beliau meninggalkan puluhan karya dalam bidang ilmu pengetahuan. Salah satunya yang paling masyhur adalah Tafsir Asy-Sya’rawi. Syeikh Sya’rawi juga meninggalkan seorang istri, 3 orang anak putra dan 2 orang putri. Tak hanya itu, foto ulama satu ini masih kerap terpang-pang di sudut kota di Mesir, bahkan tak heran juga banyak kendaraan umum memasang fotonya walaupun jasadnya sudah tiada.[]

*Penulis merupakan mahasiswa jurusan Syariah Islamiyah, Universitas Azhar, Kairo. 

Editor : Muhammad Farhan Sufyan









Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top