Budy Triono, Perjalanan Panjang Berbuah Manis

Perjalanan Panjang Berbuah Manis (Dok. Pribadi)
Tahun lalu. Amanah itu disematkan saat musim panas mulai datang. Pada sosok pria yang akan menahkodai untuk setahun masa lamanya. Karena panas, kipas angin di Meuligoe Aceh dinyalakan hampir dengan power sepenuhnya. Walau pemilihan kepemimpinan KMA dilakukan secara online tapi Meuligoe terasa sedikit sesak, dan warga KMA menyaksikan acara dengan penuh antusias dan khidmat, demi menanti siapa yang akan melanjuti estafet untuk mengabdi kepada warga Aceh di Mesir dengan sepenuh hati.

Pada saat itu terdiri tiga kandidat terbaik, dan seperti tahun-tahun sebelumnya tak ada satupun calon yang ingin terpilih dan mengemban amanah tersebut. Semua menolak dengan alasan tak sanggup menjalani tanggung jawab yang tak mudah ini. Benar-benar kebiasaan yang baik. Tabik.

Tepat pada hari Sabtu, 14 Mei 2022 panglima baru KMA terpilih sekaligus dilantik di hari yang sama dengan disematkan pakaian tradisional Aceh oleh Tgk. Muhammad Syukran (Ketua KMA demisoner) dan pada tanggal 4 juli 2022, perjalanan Sang Panglima beserta jajarannya dimulai.

“Saya meminta bantuan warga KMA untuk membantu saya ke depannya, amanah ini tidak bisa saya pikul seorang diri, saya butuh bantuan rakan-rakan sekalian. KMA adalah tempat kita, hendaknya kita mampu bersinergi demi KMA. Semoga ke depan, semuanya lancar dan mampu lebih kompak dan bersatu.” Tegas Sang Panglima dalam podium perdananya dengan mata sembab mengingat amanah yang diberikan begitu berat. Dan setiap tahunnya tangisan itu selalu jatuh dari mata lelaki yang dilantik menjadi ketua KMA. Kebiasaan baik lagi.

Terasa hampa jika tulisan ini hanya sekedar menyebut nama tanpa pengenalan yang lebih dekat, izinkan penulis untuk mengangkat sebuah tulisan tentang sosok pria yang telah menahkodai KMA dengan sangat baik dan bersahaja dalam kurun waktu setahun lamanya. Syukur, penulis sudah mengenalnya sejak ia menduduki bangku aliyah. Jadi, di awal paragraf ini saya yakinkan bahwa dalam tulisan ini dengan benar dan jujur saya tulis dan anda harus terus menyimak. Ya kali nolak, kan ga pinjam seratus hehehe.

Banyak rekaman cerita yang penulis rasakan dan masih terlihat jelas saat sosok “man of KMA” ini belajar di pondok pesantren. Tampangnya yang sedikit kalem dan badan yang kekar tinggi. Bak pemain film laga korea ‘man dong seok’ (bagi yang belum tahu boleh search di google) dikenal dalam setiap film yang dimainkannya terkesan menyeramkan tapi peduli dan lembut dengan orang sekelilingnya. Boleh dikatakan 21 22 (perumpamaan) dengan panglima KMA satu ini. Tapi pria ini bukan Kordo (Korea-Indo) ia asli berdarah Aceh tepatnya di Nagan Raya.

Tgk. Budy Triono, Lc. dari namanya sudah diketahui ia merupakan anak ketiga dalam keluarga. Sering orang mengira namanya berakhiran ‘I’ (Budi), tepatnya (Budy). Lahir di desa Blang Luah kabupaten Nagan Raya tanggal 20 April 1997. Putra dari pasangan bapak Bendi dan ibu Kartiyah ini memiliki hobi menarik, Budy kecil enggan menetap di rumah. Ia menghabiskan waktu di hutan, sawah dan sungai bersama teman-temannya. Bukan karena alasan tidak betah jika berlama di rumah, tapi alam memberikan kreativitas lebih untuknya.

Pelajaran hidupnya dengan alam, membuat ia lebih peka dan dewasa dari anak-anak seusianya. Terbukti, saat ia menginjak usia lima tahun, sosok pria yang kini sudah menjalin pendidikan magister itu sudah diterima untuk bersekolah di SD Alue Beriyeung pada tahun 2002. Jadi hemat setahun.

Usai pendidikan sekolah dasar selesai, tampak jiwa berkenalanya muncul lagi saat itu. Ia memilih untuk melanjutkan bangku SMP yang jauh dari kampung halaman. Mengingat dua kakaknya yang sudah merantau, ia pun ingin merasakan demikian. Alhasil abangnya mencari info terkait pesantren yang menurutnya bagus. Ponpes Darul Ulum dan Ponpes Tgk. Chiek Oemar Diyan menjadi pilihan. 

Usai mendapatkan izin dari orangtua, Budy mengikuti tes masuk di kedua ponpes tersebut. Alhamdulillah ia lewat di kedua seleksi pesantren tersebut, bahkan ia mendapatkan pujian dari penguji, bahwa bacaan alquran untuk anak seusianya terbilang cukup bagus.

Ia mulai bimbang dalam memilih, karena menurutnya Darul Ulum dan Oemar Diyan merupakan pesantren yang bagus dan sudah mengeluarkan alumni-alumni yang sukses. Akhir cerita, ia memilih pesantren yang terletak di daerah perbukitan, mendaftarkan ulang namanya di Ponpes Tgk. Chiek Oemar Diyan.

Menjalani hari-hari yang jauh dari keluarga membuatnya lebih mandiri, apalagi ia hanya dikunjungi oleh orang tua setahun atau dua tahun sekali. Resiko yang harus ditanggung olehnya harus ia tunaikan. Di pesantren yang terletak di perbukitan Aceh Besar inilah awal mula ia memupuk rindu selama enam tahun lamanya dan tak jarang saat Budy besar gemar bermain kata-kata dan menjadi pujangga.

”Saat saya bersekolah dari SD hingga bangku Aliyah tak ada prestasi di bidang akademik”, ujarnya saat diwanwacarai. Tak masalah, itu hal lumrah dan bukan menjadi suatu standar dalam kehidupan. Asik, sok bijak penulis. Atau mungkin saja ia sedang tawadhu saat saya mewawancarainya.

Di masa Aliyah, pemuda yang termasuk fans Real Madrid garis keras ini dikenal multi talenta. Ia aktif di bidang ekstrakulikuler pesantren; silat, teater, seni suara dan berbagai olahraga pun mampu ia mainkan. Saat ia menduduki bangku satu aliyah, pemuda berjenggot tipis itu dipercayai untuk menjadi ketua Trisud (Teater Islam Oemar Diyan) dan pada masa jabatannya ia memenangkan lomba musikalisasi puisi yang didadakan di SMA Modal Bangsa. Dari sini jiwa kepemimpinannya sudah terlihat.
(Sumber: Foto Pribadi)
Di dunia tarik suara ia juga tak kalah hebat. Memori itu sangat membekas, saat penulis baru saja masuk kelas satu Tsanawiyah, pesantren mengadakan lomba azan. Acara yang bergengsi dan sulit untuk menebak siapa yang pemenangnya karena seluruh para peserta memiliki suara yang indah. 

Ketika peserta yang terakhir maju dan memperlihatkan bakatnya, kami di Mushalla Oemar Diyan terdiam dan sangat menikmati azan tersebut. Tak salah lagi pemuda yang menyandang juara pertama itu bernama Budy Triono. Uniknya, irama azan itu diikuti oleh seluruh muazzin pesantren Oemar Diyan seolah-seolah irama khasnya menjadi tren ketika itu.

Usai menamatkan jenjang pendidikan tsanawiyah dan aliyah, Budy meminta izin untuk kuliah di luar negeri, ia jatuh hati dengan kampus yang terletak di negeri para anbiya. Apa boleh buat orang tuanya tidak mengizinkan karena sejak Budy kecil ia sudah berkelana kemana-kemana. Alhasil pria yang patuh kepada kedua orang tua memilih berkuliah di UIN Ar-raniry Banda Aceh kosentrasi Ilmu alquran dan tafsir, fakultas ushuluddin dan filsafat pada tahun 2014. 

Di masa-masa kuliah ia aktif berorganisasi dan pernah menjadi relawan kampus, tepatnya ketika gempa melanda Pidie Jaya pada tahun 2016 silam. Sudah patuh ibu bapak, peduli dan tanggungjawab menjadikannya termasuk dalam jajaran pria idaman.

Tahun 2017 rasa yang pernah dimilikinya kembali kambuh, jiwa merantau dan keinginan menuntut ilmu di luar sana datang kembali. Ia mulai membujuk dan memohon agar diberi izin. Syukur, orang tuanya memberikan izin dan restu. Perjalanan Budy besar selanjutnya dimulai.

Pengenalan hidup di luar sudah tak lagi sukar baginya, hidup bersosial dan mudah berkenalan dengan orang baru juga terbilang mudah untuk Budy yang sering berkelana. Berorganisasi menjadi pilihan mengisi kekosongan setelah kuliah dan belajar. Tahun pertamanya saat kuliah pada 2019 ia sudah aktif di kabinet PPMI (Persatuan Pelajar Mahasiswa Mesir Indonesia) dan dalam kepengurusan KMA periode 2020/2021 ia diamanahkan menjadi koordinator kesejahteraan KMA, di sini jiwa kepemimpinannya semakin terlihat.

Tidak berlangsung lama di tahun berikutnya lelaki yang juga aktif di dunia seni tari rapai ini dipercayakan untuk menjadi wakil II KMA pada periode 2021/2022, masa jabatan Tgk. Syukran, Lc. di tahun yang sama (2022) Budy Triono ditunjuk sebagai CEO Safara Store, lembaga baru di bawah naungan KMA Mesir yang bertujuan untuk memperkenalkan dan memasarkan aset-aset mahasiswa Aceh ke masyarakat secara khusus dan menjadi sarana pemasaran barang ekspor-impor satu jalur secara umum.

Kepercayaan dalam mengemban amanah, perlahan datang kepada Budy kian besar, sedikit demi sedikit lama-lama jadi ketua. Mungkin kalimat ini bisa kita sandingkan kepadanya, pria yang suka berkelana itu berdiri tegak memakai adat Aceh dalam podium pertamanya untuk menjadi panglima KMA periode 2022/2023 yang secara sah dipilih oleh masyrakat Aceh di Mesir.

Selama satu tahun perjalanan ditempuh oleh Sang panglima, ia mengaku banyak suka, duka, segala hal kadang tak semulus yang dibayangkan saat proses mengabdi. Tapi ia yakin semua hal yang berawal keikhlasan akan berbuah manis ke depannya. Sang panglima juga sangat berterima kasih kepada semua warga KMA yang telah membantu baik dari ide, tenaga, atau materi hingga selama setahun itu pula ia tak sendiri demi membangun KMA yang lebih baik.


Penulis: Asyraf Abdullah

Editor: Muhammasd Arief Munandar

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top