“Satu Muharram, Satu Amanah: Wisuda dan Estafet Kepemimpinan di RBSA”

Oleh: Zarvia Li'aunillah*

(Dok. Pribadi)

Lantunan azan Subuh terdengar begitu merdu dari berbagai arah, menggema dari masjid-masjid yang saling bersahutan. Dengan sigap, aku menuju jendela kamar, membiarkan udara fajar menyapa, dan mataku selalu siap menangkap pemandangan yang selalu menyentuh hati: seorang anak menggandeng ayahnya yang telah renta, melangkah bersama menuju Masjid An-Nur untuk salat Subuh berjamaah, tepat di depan imarah kami.

Langkah mereka pelan, tapi penuh makna. Si anak siaga menjaga ayahnya agar tak terjatuh saat menaiki tangga. Pemandangan itu menggerakkan pikiranku. Di keheningan Subuh, benakku seketika menganalisis: jiwa yang istikamah menjaga sang ayah, tak ubahnya jiwa yang menjaga ilmu yang telah ditempuh dengan susah payah.

Akankah aku mampu menjaga ilmu ini sebagaimana mereka menjaga langkah dalam ibadah?
Setahun sudah kami berlayar dalam bahtera Rumoh Beut Sahah Aceh, menyelami berbagai ‘ilmu alat’ dengan penuh harap dan kesungguhan. Kini, tepat pada 26 Juni 2025, perjalanan ini akan ditutup dengan sebuah wisuda, penanda akhir dari awal yang baru.

Matahari menyapa pagi, ditemani kicauan burung dan gonggongan anjing. Kami pun menyambut hari dengan semangat, bersiap menghadiri acara Wisuda Akbar Rumoh Beut Sahah Aceh di Meuligoe tercinta.

Sesampainya di lokasi, acara belum langsung dimulai. Para peserta terlebih dahulu mengikuti sesi foto satu per satu. Setelah seluruh peserta mendapat gilirinnya, tirai pembatas dibuka. Acara diawali dengan pembacaan Matn Sullam al-Munawraq fi ‘Ilml Al-Mantiq oleh tiap peserta. Pembacaan matan ini merupakan agenda rutin setiap pelaksanaan khataman akbar, disesuaikan dengan maddah yang telah mereka selesaikan. Setelah itu, Fauzan Al-Fathin pun mengambil alih jalannya acara. Dengan kefasihan berbahasa Arab, ia membacakan rangkaian acara yang akan dilaksanakan.

Seperti pada acara formal biasanya, rangkaian dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh qari’ KMA, Tgk. Azyumardi Azra. Suasana pun khidmat, dilanjutkan dengan sambutan dari ketua acara, Tgk. Muhammad Raisul Aziz, Lc., yang memaparkan perjalanan Rumoh Beut Sahah Aceh dari awal berdiri dengan segala keterbatasannya hingga mampu mencetak para pengajar andal. Dalam penutupnya, Tgk. Raisul menegaskan bahwa setiap pencapaian selalu melalui proses, sebagaimana langkah-langkah yang telah dilalui para peserta selama ini.

Kisah berdirinya Rumoh Beut ini diceritakan lebih dalam oleh pembicara selanjutnya, sosok sentral yang mengawal program selama setahun ini, Tgk. Zia Urrahman, Lc., Dipl., Mudir RBSA. Ia menggambarkan awal mula perjuangannya dan beberapa temannya saat tiba di Mesir, diselimuti kebingungan dalam memilih talaqqi. Berangkat dari keresahan itu, mereka berinisiatif mengetuk pintu-pintu rumah para senior, memohon bimbingan dasar agar tahu dari mana harus memulai menapaki samudra ilmu di tanah Qiblatul ‘Ulum ini.

Belajar dari pengalaman mereka yang terjadi, agar tidak terulang bagi pelajar setelahnya, mereka pun bersepakat untuk membangun rumah binaan. Gagasan ini hadir dari sosok inspiratif dan juga tokoh terkemuka KMA, Ustaz Husni Nazir, Lc., M.A., yang menjadi pendorong utama lahirnya Rumoh Beut Sahah Aceh sebagai wadah ilmu yang terstruktur dan berkelanjutan. Di akhir penyampaiannya, beliau menjabarkan tentang doa para ulama agar dijauhkan dari ilmu yang bersifat duniawi, yakni ilmu yang didapatkan untuk membanggakan diri meskipun itu adalah ilmu agama. Sebab, sejatinya sebuah ilmu itu seperti bibit yang ditanam dalam tanah lalu tumbuh menjadi pohon yang kokoh, bukan untuk dipamerkan, tapi untuk memberi manfaat bagi tiap insan. Yang berbunyi:


اللهم إني أعوذ بك من علم لا ينفع ومن قلب لا يخشع ومن نفس لا تشبع ومن دعاء لا يسمع

Kata sambutan yang tak pernah dilupakan setelahnya disampaikan oleh Ketua KMA, Tgk. Akhbar Rivaldi, Lc. Dalam sambutannya, beliau kembali mengingatkan bahwa ilmu hanya akan melekat jika terus diulang dan diamalkan. Beliau menegaskan bahwa Rumoh Beut ini merupakan langkah awal bagi para peserta untuk melangkah lebih jauh menuju proses talaqqi bersama para masyaikh. Beliau juga menyoroti perbedaan Rumoh Beut ini dengan rumah binaan lainnya, yang sering kali terpisah dari kekeluargaan. Sementara itu, Rumoh Beut berdiri di bawah naungan KMA, dengan tujuan tidak hanya sebagai tempat belajar, tetapi juga sebagai sarana mempererat hubungan dan sosialisasi antar sesama.

Baca juga: Putra Banda Aceh Raih Predikat Cum Laude di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir

Suasana yang awalnya hangat berubah menjadi tegang. Agenda apalagi kalau bukan sesi tanya jawab yang menantang, diuji langsung oleh pengajar sesuai dengan maddah-nya. Namun luar biasanya, para peserta mampu menjawab dengan tepat dan mendapatkan apresiasi dari masing-masing penguji, seperti Khalis Hukamah, Ahmad Kamil Baba, Hafiz Ansori, serta beberapa peserta lainnya.

Setelah sesi tanya jawab, kini saatnya acara yang ditunggu-tunggu: pemanggilan wisudawan/wati berseragam putih berselempang merah untuk menerima ijazah kelulusan. Prosesi ini ditutup dengan istirahat salat Asar.

Usai sambutan dari petuah senior KMA, tibalah giliran para peserta mengambil alih panggung. Kata sambutan pertama disampaikan oleh Tgk. Nasrullah sebagai perwakilan peserta ikhwan. Dalam untaian katanya, ia menggambarkan pengalaman mereka selama satu tahun menjadi bagian dari Rumoh Beut Sahah Aceh, baik yang mukim maupun nonmukim. Setiap kisah kecil yang ia sampaikan membangun jembatan kenangan bagi siapa saja yang pernah menjalaninya.

Tak kalah menyentuh, sambutan dari Tgk. Rahmayanti selaku perwakilan wisudawati menambah nuansa haru. Ketika ia berdiri di atas mimbar dan mulai berbicara, setiap kata yang terucap seperti memutar kembali rekaman memori tentang tawa yang sederhana, air mata yang tulus, kesungguhan yang diam-diam tumbuh dalam forum kecil belajar mengajar ini. Aku pun tenggelam dalam kenangan, mengingat indahnya kebersamaan yang pernah ada. Dalam sambutannya, ia menukilkan sebuah kalam hikmah:


العلم حياة القلوب و نور البصائر و دواء الصدور و لذة الأرواح

Bahwa ilmu itu adalah kehidupan bagi hati, cahaya bagi pandangan, obat bagi jiwa, dan kenikmatan bagi ruh. Rumoh Beut ini bukan sekadar rumah untuk belajar, tapi juga rumah bagi jiwa. Di tempat inilah kami memahami bahwa ilmu bukan semata soal hafalan, tapi tentang keikhlasan yang perlahan tumbuh dan mengakar kuat. Kami belajar bahwa menuntut ilmu bukan sekadar menambah wawasan, melainkan juga proses menata diri agar tahu adab sebelum berbicara, dan tahu malu saat lalai menjaga hati serta jiwa. Rumoh Beut mengajarkan kami bahwa pendidikan sejati tak hanya mencerdaskan akal, tetapi juga menundukkan ego dan menyucikan niat.

Suasana makin syahdu saat lantunan hikayat Aceh menggema di ruangan. Dibacakan oleh Ahmad Kamil Baba dan Jauhar Luthfi, syair-syair itu menuturkan perjuangan dan hikmah dari perjalanan menuntut ilmu di RBSA. Yang membuatnya lebih istimewa, hikayat tersebut merupakan karya asli dari salah satu peserta, Tgk. Rifki Ziyad Farhani. Semua hadirin menyimak dengan khidmat, larut dalam kekuatan bait-baitnya yang mendalam.

(Pembacaan Hikayat Aceh)

Mengalir dari nuansa nostalgia, acara berlanjut ke momen simbolis: penyerahan wakaf dari peserta kepada Rumoh Beut berupa selempang wisudawan dan wisudawati, sebuah simbol perjalanan dan penghargaan. Tak ketinggalan, cinderamata diserahkan kepada peserta teladan tahun ini: Khalis Hukamah dan Putri Alya Sabina. Dua nama yang tak asing lagi, dikenal sebagai sosok penuh keteladanan baik dalam akhlak, semangat belajar, maupun kontribusi mereka di tengah teman-teman.

Selesai agenda ini, tak lupa mendengar tausiyah dari orang tua KMA yang selalu penuh dengan kalam-kalamnya. Siapa lagi kalau bukan Ustaz Mukhlis Ilyas, Lc. Dipl., di antara tiap kalam hikmahnya yang selalu bercahaya, beliau menukilkan perkataan Imam Ghazali tentang pembagian tiga kelompok penuntut ilmu:

  1. Kelompok yang menuntut ilmu untuk mencari rida Allah, mengumpulkan bekal untuk menuju akhirat.

  2. Kelompok yang menuntut ilmu untuk mengumpulkan harta.

  3. Kelompok yang menuntut ilmu agar mendapatkan pujian dari orang-orang. Inilah kelompok yang paling binasa.

Tgk. Mukhlis Ilyas menyampaikan kepada tiap pendengarnya untuk menjadi seperti kelompok yang pertama.

Untuk mengisi waktu senggang, acara dimeriahkan dengan penampilan Aceh Medley oleh Tgk. Muhammad Zhilal dan Tgk. Jauhar Luthfi. Tak lama, mikrofon diambil alih oleh Tgk. Arief Mughni selaku Koordinator Majlis Syura untuk mengumumkan hasil pemilihan mudir baru. Setelah melalui pertimbangan, diputuskan bahwa Tgk. Muhammad Raisul Aziz terpilih sebagai Mudir Rumoh Beut Sahah Aceh periode 2025/2026.

Acara dilanjutkan dengan sambutan dari Mudir RBSA demisioner, Tgk. Zia Urrahman, Lc., Dipl., yang menyampaikan apresiasi mendalam kepada seluruh pengurus atas dedikasi dan pengabdian mereka dalam menjalankan program-program Rumoh Beut.

“Insya Allah, mudir baru Rumoh Beut akan resmi dilantik pada 1 Muharram. Semoga momentum ini melahirkan semangat baru serta membawa Rumoh Beut ke arah yang lebih maju dan penuh keberkahan,” tutup beliau dengan penuh harap.

(Prosesi simbolis penyerehan amanah kepada mudir baru)

Dalam sambutannya, Raisul membuka dengan kalimat Innalillahi wa inna ilaihi raji’un, menandakan beratnya amanah yang akan ia emban. Ia mengaku tak pernah terlibat langsung dalam kepemimpinan, hanya sebagai anggota dalam beberapa organisasi yang diikutinya. Namun, ia meyakini bahwa terpilihnya sebagai mudir adalah berkat taufik Allah yang menutup aib dan menggerakkan hati orang-orang untuk mempercayainya.

Beginilah tradisi pemilihan ketua di KMA: bukan mengajukan diri untuk mengejar jabatan, melainkan yang dianggap layak dan mampu memikul tanggung jawab.

Usai rangkaian acara yang penuh haru dan khidmat, suasana dilunakkan dengan pemutaran video dokumenter perjalanan satu tahun para peserta di Rumoh Beut. Tayangannya berhasil menyulut beragam emosi: dari tawa karena kelucuan dan kerandoman momen-momen sederhana, hingga haru saat mengenang perjuangan, kesusahan, dan kebahagiaan yang mereka lalui bersama. Sebuah potret kebersamaan yang begitu tulus dan tak tergantikan.

Acara formal ditutup dengan khusyuk melalui pembacaan doa oleh Tgk. Muammar, Lc. Setelah itu, seluruh peserta berkumpul untuk sesi foto bersama, mengabadikan momen istimewa ini dalam bingkai kenangan.

Sebagai penutup khas dalam setiap acara KMA, hadirin diajak menikmati sajian spesial ie jaroe ala chef andalan KMA, yaitu nasi ayam kari yang kelezatannya menjadi pelengkap sempurna penutup hari yang penuh makna.[]

*Penulis merupakan mahasiswi Universitas Al-Azhar, Kairo, jurusan Ushuluddin.

Editor: Hafizul Aziz


Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top