Tadarruj dalam Proses Pembelajaran: Pendekatan Bertahap dalam Membangun Pemahaman yang Kokoh

Oleh: Muhammad Dzacky Maulana HD*
(Sumber: Lexica.art)
Di era serba cepat ini, keinginan untuk mendapatkan hasil secara cepat semakin meluas. Banyak pelajar yang terburu-buru ingin mahir menguasai suatu bidang ilmu tanpa melewati tahapan dasar terlebih dahulu. Akibatnya, sering kali timbul kebingungan, frustrasi dan pada akhirnya hanya menghasilkan pemahaman yang dangkal. Baik dalam pelajaran matematika, fisika, bahasa, maupun dalam studi keagamaan, kenyataannya tetap sama: pemahaman yang kokoh membutuhkan waktu, kesabaran, dan proses bertahap. Di sinilah pentingnya konsep tadarruj, yaitu proses bertahap dalam belajar, menjadi sangat relevan. 

Memahami Konsep Tadarruj 
Tadarruj adalah istilah dalam bahasa Arab yang berarti suatu metode belajar dan mengajar yang dilakukan secara bertahap, dimulai dari dasar menuju materi yang lebih kompleks. Metode ini tidak hanya selaras dengan ritme alami akal manusia, tetapi juga mencerminkan bagaimana ilmu telah ditransmisikan secara turun-temurun oleh para nabi, ulama, dan pendidik. 
Dalam Islam, tadarruj bukan hanya metode pendidikan, tetapi juga prinsip ketuhanan. Allah menurunkan Al-Qur’an tidak sekaligus, melainkan secara bertahap selama 23 tahun. Setiap ayat, hukum, dan petunjuk moral diturunkan sesuai kesiapan dan kebutuhan umat pada saat itu. Cara ini memungkinkan masyarakat Muslim awal berkembang secara intelektual, spiritual, dan sosial dengan seimbang dan berkelanjutan. 

Masalah Umum: Keinginan Serba Cepat 
Di sekolah maupun universitas, kita sering melihat siswa yang kesulitan memahami mata pelajaran seperti matematika, fisika, atau kimia. Banyak dari mereka mengeluh bahwa pelajaran ini terlalu sulit atau tidak masuk akal. Namun, permasalahan sebenarnya sering kali bukan terletak pada materi pelajarannya, tetapi pada cara pendekatan belajar. Banyak siswa yang mencoba memahami rumus atau teori yang kompleks tanpa menguasai dasar-dasarnya terlebih dahulu. 
Hal yang sama juga terjadi dalam studi agama. Sebagian pelajar langsung ingin memahami fikih, kalam, atau tafsir tingkat tinggi tanpa terlebih dahulu menguasai tata bahasa Arab, mufradat (kosakata), atau prinsip dasar hukum Islam. Akibatnya, mereka mudah merasa kewalahan dan kehilangan motivasi. 
Pelajaran yang dapat kita ambil sangat jelas, bahwa menuntut ilmu adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan instan. Perjalanan itu harus ditempuh langkah demi langkah. Tidak ada bangunan yang dapat berdiri kokoh tanpa fondasi yang kuat. 

Tadarruj dalam Pendidikan Kenabian 
Salah satu contoh nyata dari tadarruj terlihat dalam metode pendidikan Rasulullah ﷺ. Beliau tidak menyampaikan seluruh ajaran Islam sekaligus, tetapi secara perlahan membina hati dan akal umatnya. Misalnya: 
• Pada periode awal kenabian di Makkah, fokus utama adalah pada pembentukan akidah (keyakinan kepada Allah), akhlak mulia, dan penguatan spiritual. 
• Setelah hijrah ke Madinah, barulah turun hukum-hukum sosial, muamalah, dan aturan syariat yang lebih detail. 
• Larangan terhadap minuman keras (khamr) juga diturunkan secara bertahap. Dimulai dengan pernyataan bahwa khamr memiliki manfaat dan mudarat, kemudian larangan meminumnya saat akan salat, dan akhirnya pelarangan total. 
(Sumber: Lexica.art)
Metode bertahap ini menunjukkan kedalaman hikmah Ilahi dalam membimbing manusia. Allah mengetahui bahwa perubahan dan pemahaman membutuhkan waktu, dan manusia perlu diberi ruang untuk menyesuaikan diri secara perlahan. 

Dasar Psikologis Pembelajaran Bertahap 
Psikologi modern pun mendukung konsep tadarruj. Teori perkembangan kognitif, seperti yang dikemukakan oleh Jean Piaget, menunjukkan bahwa manusia belajar dalam tahapan yang terstruktur, dan masing-masing tahap harus dipahami sebelum melangkah ke tahap berikutnya. Jika siswa dipaksa mempelajari sesuatu yang terlalu jauh dari kemampuannya saat itu, hasilnya adalah kebingungan dan stres. 
Sebaliknya, pembelajaran yang bertahap mampu memberikan: 
• Pondasi kognitif yang kuat: Ilmu baru akan tertanam lebih baik bila dikaitkan dengan pengetahuan sebelumnya.
• Daya simpan yang lebih lama: Materi yang dipelajari secara bertahap akan lebih mudah diingat dan dipahami secara mendalam. 
• Kepercayaan diri siswa: Setiap keberhasilan kecil dalam tahap awal akan mendorong semangat untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. 
Dari perspektif Islam, ini sesuai dengan hikmah التدرج في التشريع (bertahap dalam pensyariatan), yang menggabungkan kemampuan manusia dengan bimbingan wahyu secara bijak. 


Implementasi dalam Pendidikan Modern 
Sistem pendidikan yang menghargai tadarruj menyusun kurikulum secara vertikal dan berjenjang. Contohnya, dalam pelajaran matematika: 
• Siswa mulai dari mengenal angka dan berhitung. 
• Lalu masuk ke penjumlahan dan pengurangan. 
• Kemudian naik ke perkalian, pembagian, pecahan, dan seterusnya. 
Jika tahap awal tidak dikuasai, maka tahap berikutnya akan terasa sangat membingungkan. Demikian pula dalam belajar bahasa. Seseorang tidak bisa langsung mempelajari sastra atau puisi Arab tanpa terlebih dahulu memahami tata bahasa (nahw), susunan kalimat, dan kaidah dasar lainnya. Dalam studi keislaman, seseorang tidak bisa langsung masuk ke perdebatan teologis atau ijtihad hukum tanpa memahami dasar-dasar ilmu alat seperti usul fiqh, ilmu hadits, dan tafsir. 
Artinya, tadarruj adalah metode yang relevan sepanjang zaman — bukan hanya dalam dunia klasik, tetapi juga dalam sistem pendidikan kontemporer. 

Nilai Moral dari Tadarruj 
Selain bermanfaat secara intelektual, tadarruj juga membentuk karakter. Pelajar yang konsisten dalam proses bertahap akan belajar tentang: 
• Kesabaran dalam menghadapi proses panjang, 
• Kedisiplinan dalam belajar secara konsisten, 
Tawadhu’ (rendah hati) karena menyadari keterbatasan dirinya, 
• Dan ketekunan dalam menuntut ilmu. 
Sebaliknya, mereka yang ingin jalan pintas sering kali berakhir pada pemahaman yang dangkal, semangat yang cepat padam, atau bahkan sikap arogan terhadap ilmu. Imam Syafi’i rahimahullah pernah berkata: “Barang siapa yang mencari ilmu sekaligus, maka ia akan kehilangannya sekaligus.” 
Para ulama besar tidak pernah terbentuk dalam satu malam. Mereka menempuh jalan panjang, belajar secara bertahap, penuh sabar, dan konsisten dalam menuntut ilmu hingga mencapai kedalaman pemahaman. 
(Sumber: Lexica.art)
Penutup: Kembali ke Jalan Proses 
Di tengah budaya serba cepat seperti saat ini — dari internet cepat hingga informasi instan — kita tergoda untuk percaya bahwa ilmu pun bisa diperoleh secara instan. Namun kenyataannya, ilmu sejati tidak bisa dipercepat. Ia harus dijalani, diresapi, dan dijadikan bagian dari karakter kita. 
Mari kita kembali pada kebijaksanaan tadarruj. Mari kita cintai proses belajar itu sendiri — langkah demi langkah — karena dari sanalah akan lahir pemahaman yang kokoh dan ilmu yang benar-benar bermanfaat. 
Sebagaimana pepatah Arab berkata: 
“Man jadda wajada, wa man zara‘a hashada” 
“Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil; siapa yang menanam pasti akan menuai.” 
Maka tanamlah ilmu itu dengan penuh kesabaran. Siramilah dengan ketekunan. Dan ketika saatnya tiba, petiklah buahnya berupa pemahaman yang mendalam, hikmah yang luas, dan manfaat yang abadi.[]

*Penulis merupakan mahasiswa tingkat 3 jurusan Syariah Islamiyyah, Universitas Al-Azhar, Kairo.
Editor: Siti Humaira


Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top