Sekularisasi Epistemologi dan Urgensi “Dasar Agama” yang Kokoh

Oleh: Muhammad Mutawalli Taqiyuddin*
 
(Sumber: YoungIndiaBlogs)
 

Manusia sejatinya kebingungan setelah lahir. Kenapa aku hidup? Kenapa aku ada? Aku mau ke mana? Hingga Tuhan mengutus para nabi dan rasul untuk menunjukkan jalan bagi orang-orang yang bingung akan tujuan dan pedoman hidup. Seiring berjalannya peradaban, lahir banyak manusia, hingga sampai dalam momen-momen tertentu kebutuhan primer terbatas atau justru sangat mencukupi tapi seperti sangat terbatas karena keserakahan manusia, menyebabkan pertumpahan darah, perang yang menjadi akibat dari perebutan harta dan kekuasaan. Tuhan mengutus para nabi dan rasul agar menjadi pemimpin kelompok/umat untuk mengatur segala hak dan kewajiban agar keadilan bisa ditegakkan. Seiring dengan itu secara langsung sekaligus menjadi tanda akan eksistensi “agama”. Konon dalam Bahasa Sanskerta, “agama” terdiri dari dua kata, “a” artinya tidak dan “gama” artinya perpecahan, setelah digabung, maknanya “tidak berpecah-belah”.

Hal yang paling mendasar dari agama adalah keyakinan, yakin bahwa ada Tuhan sebagai pencipta semua entitas dan tidak butuh dengan entitas tersebut, yang tidak mungkin ada sekutu bagi-Nya, yang wajib ada dan tidak ada wujud lagi sebelum-Nya. Keyakinan dasar juga mencakup keyakinan sepenuh hati bahwa nabi dan rasul yang diutus ini memang benar-benar utusan Tuhan, jika dia bukan utusan Tuhan, kita tidak akan mengenal apa pun hal-hal yang berkenaan dengan pencipta, aturan hidup, prinsip keadilan, hak dan kewajiban serta tujuan hidup. Buktinya manusia ketika lahir, ia kebingungan mau ke mana, secara fitrah akan menyadari yang menciptakan dan mengatur ini semua pasti Dzat yang Maha Kuasa pencipta segala hal yang dilihat, sedangkan petunjuk dari Dzat Maha Kuasa tersebut tidak akan diketahui kecuali melalui perantara utusan-Nya.

Realita, sepanjang masa telah lahir banyak bentuk kepercayaan, baik yang benar-benar dari Sang Pencipta maupun yang hanya dikarang-karang atau khayalan manusia belaka. Mengakibatkan tokoh-tokoh ateisme dari dulu hingga saat ini keliru karena menghukum rata semua agama sebagai mimpi akal manusia sebagaimana pendapat Ludwig Feurbach (1804-1872 M). Agama juga merupakan bentuk produk dari keluhan makhluk yang tertekan, ekspresi candu masyarakat sebagaimana pendapatnya Karl Marx (1818-1883 M)
 

Dari sekian banyak agama, hanya ada satu agama yang sampai saat ini orang-orang yang ingin menyerang agama tersebut dari segi apa pun malah kewalahan bahkan tidak sedikit yang awalnya ingin menjauhkan umat agama tersebut dari ajaran agamanya malah ikut beriman. Berbagai argumentasi telah dikeluarkan untuk menyudutkan agama tersebut tapi selalu gagal dan hanya menyisakan kebencian dan kedengkian saja, ialah Islam. Secara garis besar, Agama Islam tidak hanya nama suatu agama, tapi juga nama peradaban sebagaimana yang disebutkan oleh Ibrahim Madkur dalam Kitab “Fi al-Falsafah al-Islamiyah; Manhaj wa Tahtbiquhu”.

Islam memiliki ajaran dan konsep yang jelas berkaitan dengan keyakinan (akidah), amal perbuatan (syariat) dan etika (akhlak) yang tidak ditemukan dari agama lain yang sekompleks Islam.

Akibat dari Lemahnya Dasar Agama

Berbicara mengenai dasar yakni keyakinan atau iman. Keyakinan tersebut tidak bisa hanya sekedar diyakini saja, tapi harus dilandasi dengan pengetahuan tentang keyakinan tersebut. Ilmu yang membahas khusus mengenai pengetahuan dan kajian tentang segala hal berhubungan dengan keimanan adalah Teologi/Ilmu Akidah.

Ilmu Akidah dalam Islam adalah ilmu yang membahas tentang segala hal yang diperintahkan oleh agama untuk diyakini dengan sepenuh hati, meyakininya dengan dalil yang qath’i serta menolak segala tuduhan-tuduhan dengan segala aturan yang ditetapkan oleh Al-Quran dan Sunah Nabi Muhammad Saw.

Rukun iman yang enam dengan segala uraiannya sudah begitu jelas, jikalau pun ada perbedaan, perbedaan tersebut tidak berakibat pada rusaknya prinsip keimanan dasar. Tapi yang jelas, dalam Akidah Islam sudah ada konsep yang final seperti keesaan Tuhan, adanya malaikat, adanya kitab-kitab suci, adanya nabi dan rasul, adanya hari kiamat dan takdir Tuhan. Ajaran Tauhid bukan baru dimulai sejak Nabi Muhammad Saw. diutus, tapi sudah dimulai sejak manusia sekaligus rasul pertama diciptakan, Nabi Adam As. Berbagai rumusan, kaidah serta hukum sudah dijelaskan oleh para ulama terdahulu dan terus dikaji dan dilestarikan oleh ulama-ulama saat ini. Fungsinya antara lain supaya umat Islam tidak melenceng sesuai apa yang telah Rasulullah Saw. wariskan untuk umatnya.

Jika kita melihat agama lain, kita sebut Agama Nasrani atau Kristen saat ini sebagai contoh utama, konsep teologi mereka tidak begitu jelas sebagaimana konsep yang ada pada Agama Islam. Seperti masalah keesaan Tuhan dan trinitas, bahkan di kitab yang mereka sucikan menyeru kepada monoteisme sedangkan ini tidak sesuai dengan realita yang diyakini umatnya saat ini, sebagaimana tertera pada perjanjian baru:

“For you are great and do marvelous deeds; you alone are God(Psalm 86:10)

“Why do you call me god? Jesus answered: No one is good – except God alone.” (Mark 10:18)

“The most important one, answered Jesus, is this: Hear, O Israel: The Lord our God, the Lord is one” (Mark 12:29)

Yesus tidak disalib karena Tuhan mengutus malaikat untuk menjaganya, yang disalib adalah orang yang diserupakan dengannya, dalam perjanjian lama:

“9 If you say The Lord is my refuge, and you make the Most High your dwelling, 10 no harm will overtake you, no disaster will come near your tent. 11 For he will command his angels concerning you to guard you in all your ways, 12 they will lift you up in their hands, so that you will not strike your foot against a stone.” (Psalm 91:9-12)

“14 Because he loves me, says the Lord, I will rescue him; I will protect him, for he acknowledges my name.” (Psalm 91:14)

Bahkan dari sisi syariat, saat ini pihak gereja menetapkan hukum warisan mengikuti hukum warisan yang ditetapkan dalam Islam, bukti bahwa konsep akidah dan syariatnya tidak sempurna dan tidak kompleks mencakup semua elemen kehidupan.

Lemahnya dasar dan teologi Kristen, mengakibatkan rentannya serangan dari pemikiran-pemikiran sekularisme (anti agama), sehingga tidak heran jika kita melihat ajaran agama Kristen yang terdapat pada Alkitab (Holy Bible) dengan representasi dari mayoritas pemeluknya sendiri sangat berbeda jauh. Contohnya seperti perintah menutup kepala yang bahkan umat kristiani sendiri tidak mengetahui ayat ini, sampai-sampai yang melihat menyangka kalau di Agama Kristen tidak mensyariatkan menutup kepala, dalam Perjanjian Baru:

For if a woman does not cover her head, she might as well have her hair cut off; but if it is a disgrace for a woman to have her hair cut off or her head shaved, then she should cover her head.(1 Corinthians 11: 6)

Dari ayat ini dipahami bahwa, jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia menggunting rambutnya (botak).

Dasar agama yang berperan sebagai benteng, jika lemah maka akan mudah disusupi kesesatan-kesesatan seperti nilai–nilai ateisme yang menafikan wujud Tuhan dan sekularisme yang memisahkan antara urusan agama dengan urusan kehidupan sehari-hari.

Faktor Utama Munculnya Ateisme

Ateisme adalah menolak atau tidak percaya akan eksistensi Tuhan sebagai pencipta segala sesuatu, bagi mereka segala wujud yang ada muncul kebetulan (As-Sudfah). Faktor utama munculnya pemikiran seperti ini antara lain:

- Rasa tidak adanya kebutuhan kepada dogma-dogma agama. Menganggap agama adalah sebab dari kemunduran, terutama dalam bidang sains – empirik, yang penting adalah bagaimana kebutuhan sehari-hari dan mengumpulkan harta.

- Kemunduran yang terjadi akibat kekuasaan gereja. Penelitian ilmiah dilarang karena dianggap dapat merusak ajaran agama itu sendiri. Hal ini menyebabkan masyarakat kecil terpuruk dan timbul benih-benih kebencian pada agama. Ini terbukti secara historis ketika kekuasaan gereja melarang masyarakat untuk mengkaji sains, akibatnya terjadi pandemi paling mematikan sepanjang sejarah, Black Death pada tahun 1346 – 1353 Masehi di Eurasia Barat dan Afrika Utara dan telah memakan 75-200 juta jiwa. Salah satu penyebab utamanya adalah gereja yang melarang masyarakat untuk mengkaji sains termasuk obat-obatan, sehingga ketika terjadi pandemi, tidak ada dokter atau satu orang pun yang dapat mengatasi pandemi.

Perlu diketahui bahwa dalam konteks ini, agama yang dimaksud adalah Agama Kristen, sesuai dengan historinya. Tapi harus dipahami juga bahwa perlu dibedakan antara ajaran agama itu sendiri dan pemeluk agamanya. Banyak dari awam yang lupa atau bahkan memang keliru dalam memahami keduanya, banyak yang menyamakan. Banyak sekali oknum-oknum atau kelompok pemeluk agama yang memanfaatkan nama atau ajaran agamanya semata-mata untuk kepentingan sepihak, tak terkecuali pemeluk agama Islam. Dalam hal semacam ini, perlu dibedakan antara ajaran agama dan pemeluk agama itu sendiri. Ajaran agama sifatnya tetap sebagaimana adanya, tapi pemeluk agama sangat mungkin untuk melenceng dari ajaran agamanya sendiri.

Sekularisasi Epistemologi

Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang membahas tentang tabiat, sumber dan konsep dasar dari ilmu atau pengetahuan manusia dan batas-batasnya.

Konsep ilmu agama yang tidak kokoh, mengakibatkan mudahnya disusupi oleh pengaruh aliran pemikiran dan filsafat yang menyesatkan dan merusak konsep agama itu sendiri. Seperti halnya akidah Nasrani yang rusak setelah terpengaruh oleh Filsafat Neo-Platonisme, mengakibatkan umat Nasrani yang awalnya monoteisme malah meyakini buta akan trinitas wujud Tuhan (Bapa/Allah – Anak/Yesus – Roh Kudus).

Begitu juga saat ini yang didominasi oleh sekularisasi pengetahuan atau upaya untuk memisahkan agama dan teologi dari urusan-urusan duniawi. Sekularisasi pengetahuan ini diketahui prosesnya dimulai oleh tokoh yang disebut-sebut sebagai Bapak Filsafat Modern, René Descartes (1596 - 1650 M) dengan formulasi prinsip “Aku berpikir maka aku ada” (cogito ergo sum). Dengan prinsip ini, Descartes telah menjadikan rasio satu-satunya standar dalam mengukur kebenaran. Ditambah lagi para filsuf barat yang menjadikan akal dan panca indera sebagai satu atau dua jalan menuju kebenaran. Akhirnya hal-hal yang bersifat teologis dan metafisika ditinggalkan, seperti Emmanuel Kant (1742 – 1804 M) yang menamakan metafisika sebagai ilusi transendent (a transcendental illusion) seperti yang disebut oleh Justus Harnack dalam Buku Kant’s Theory of Knowledge.

Intinya, epistemologi barat modern – sekuler melahirkan paham ateisme, akibatnya ateisme menjadi fenomena umum dalam berbagai disiplin keilmuan seperti filsafat, teologi Yahudi – Kristen, sains, sosiologi, psikologi, politik, ekonomi dan lain-lain.

Kritik terhadap eksistensi Tuhan juga bergema di dalam ilmu sosiologi dengan tokohnya Auguste Comte (1798–1857 M) yang menganggap bahwa iman kepada agama merupakan bentuk keterbelakangan peradaban. Bergema dalam bidang psikologi dengan tokohnya Sigmund Freud (1856–1939 M) yang menganggap agama hanyalah ilusi dan tidak sesuai dengan realitas dunia. Bergema dalam bidang filsafat dengan salah satu tokohnya, Friedrich Nietzsche (1844-1900 M) yang menyebutkan dalam bukunya Thus spoke Zarathustra “God died; now we want the overman to live” yakni Tuhan telah mati. Ia menambahkan bahwa agama membuat orang lebih baik sesaat dan sifatnya membiuskan (momentary amelioration and narcotizing), baginya agama tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan.

Tapi yang menjadi catatan pentingnya adalah, bagaimana kerasnya pun Nietzsche mengkritik agama, ternyata agama yang dikritik lebih khusus kepada agama Kristen, atau dengan kata lain, Kristen sebagai sampel untuk menuju pada kesimpulan yang ia maksud, ini disebut dalam buku “Friedrich Nietzsche” karya Robert C. Holub.

Selain ateisme, epistemologi barat juga menyebabkan teologi Kristen yang sudah sekarat diserang hingga menjadi sekuler, agama tapi seperti bukan agama. Pandangan hidup Kristiani telah mengalami pergeseran paradigma. Selain itu di abad pertengahan, agama Kristen memang agama yang sentral dan dominan tampil di Barat, setelah pandemi Black Death dan revolusi industri, dua peristiwa bersejarah tersebut menandakan awal mula periode baru, modernisasi. Akhirnya teologi Kristen menjadi pinggiran dan ditinggalkan.

Kesimpulan

Jika bertanya dari sekian banyak agama dan kepercayaan yang ada di dunia ini, dari mana tolak ukur kebenaran dari suatu agama, tidak mungkin benar semua. Tolak ukurnya bisa dilihat dari segi kejelasan konsepnya dan keakuratan sumber informasinya.

Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ali Imran: 19)

Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus, muslim dan dia tidaklah termasuk orang-orang musyrik.” (QS. Ali Imran: 67)

Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. (QS. Al-Maidah: 3)

Jika tidak memiliki dua prinsip dasar tersebut, ajaran agamanya tidak akan konsisten dan sangat rentan diserang oleh pemikiran-pemikiran yang anti agama. Contohnya agama Kristen yang secara ilmiah diakui dasar dan sanadnya sudah tidak kuat lagi, maka akan sangat rentan disusupi atau diserang oleh benih-benih ateisme dan sekularisme yang anti-Tuhan dan anti agama.

Referensi:

Al-Quran al-Karim.

Holy Bible, Bibliatica
.
Abdul Mun’im Fuad, Min Iftira’at al-Mustasyriqin ‘ala Ushul al-Aqidah fi al-Islam (aradh wa naqd), Maktabah Iman (2022).

Dr. Adian Husaini et al, Filsafat Ilmu; Perspektif Barat dan Islam, Gema Insani (2021).

Bertrand Russell, The History of Western Philosophy, Oxford University Press (1945).

Harvey Cox, Why Christianity Must Be Secularized, Encyclopedia Brittanica, Inc (1967).

Ibrahim Madkur, fi al-Falsafah al-Islamiyah; Manhaj wa Tathbiquhu (Jilid 1), Dar al-Ma’arif (1967).

Robert C. Holub, Friedrich Nietzsche, Twyne Publishers (1995).
 
 
 
*Mahasiswa pascasarjana universitas al-Azhar Kairo, jurusan akidah dan filsafat, fakultas ilmu-ilmu keislaman. 

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top