Percaya Allah dan Rasul, Namun Tak Tahu Sifat-sifatnya?

Oleh: Muhammad Aris Munandar*
Sumber: shutterstock.com
Setiap mukmin yang beri’tikad ahlusunah waljamaah tentunya sudah tidak asing dengan namanya sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah dan rasul. Para ulama kemudian menghimpun sifat tersebut dengan sebutan i'tiqad 50 dan ada pula yang berpendapat 70 (ditambah dengan 12 sifat fiil bagi Allah dan 8 sifat nabi serta lawannya). Nanti akan kita simpulkan secara terperinci.

Sebelum membahas satu persatu tentang sifat Allah dan rasul terlebih dahulu kita membahas apa itu sifat wajib, mustahil dan jaiz. Sifat wajib adalah sifat yang harus ada pada Dzat Allah swt. sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Sifat-sifat Allah ini tidak dapat diserupakan dengan sifat makhluk dan harus diyakini secara 'aqal disebut dalil ‘aqli dan juga harus diyakini dengan dalil alquran dan sabda rasulullah saw disebut dalil naql. Begitu pula sifat wajib bagi rasul.

Sifat mustahil adalah sifat yang tidak mungkin ada pada Allah ta’ala, begitu pun pada rasul. Sifat jaiz adalah perbuatan yang boleh ada atau tidak bagi Allah swt. dan yang jaiz bagi rasul bersifat layaknya sifat manusia seperti makan, minum dan sebagainya.

Setelah menjelaskan sifat tersebut barulah kita membahas sifat pertama yaitu sifat wajib bagi Allah swt. Sifat wajib bagi Allah swt. ada 20 sifat yang terbagi kepada 4 bagian yaitu: nafsiah, salbiah, ma’ani dan ma’nawiyah. Sebelum saya menjelaskan satu persatu sifat wajib bagi Allah terlebih dahulu saya menjelaskan tentang pembagian sifat wajib ini.

Pertama, sifat nafsiyah adalah sifat yang berhubungan dengan Dzat Allah. Sifat nafsiyah ini ada satu, yaitu wujûd

Kedua, sifat salbiyah adalah sifat yang meniadakan adanya sifat sebaliknya, yakni sifat-sifat yang tidak sesuai atau sifat yang tidak layak dengan kesempurnaan Dzat Allah. Sifat salbiyah terdiri dari lima sifat yaitu: qidam, baqa’, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyat

Ketiga, sifat ma’ani adalah sifat yang ada pada dzat yang mewajibkan dzat bersifat ma’nawiyah. Sifat ma’ani terdiri dari tujuh sifat yaitu: qudrat, iradat, ‘ilmu, hayat, sama', bashar dan kalam

Keempat, sifat ma’nawiyah adalah kelaziman dari sifat ma’ani. Sifat ma’nawiyah tidak dapat berdiri sendiri, karena setiap sifat ma’ani pasti memiliki sifat ma’nawiyah. Bila sifat ma'ani telah didefinisikan sebagai sifat yang ada pada sesuatu yang disifati otomatis menetapkan suatu hukum padanya, maka sifat ma'nawiyah merupakan hukum tersebut. Artinya, sifat ma'nawiyah merupakan kondisi yang selalu menetapi sifat ma'ani. Sifat 'ilm misalnya, pasti dzat yang bersifat dengannya mempunyai kondisi berupa kaunuhu 'âliman (keberadannya sebagi Dzat yang berilmu). Dengan demikian, sifat ma'nawiyyah ada tujuh sebagaimana sifat ma'ani yaitu: qadiran, ‘aliman, muridan, ‘aliman, hayyan, sami’an, basiran dan mutakaliman.

Di antara sifat yang wajib bagi Allah adalah sifat wujud (ada). Dengan arti bahwa wujudnya Allah itu wajib menurut akal karena Dzat-Nya, bukan karena alasan (illat) dan bukan karena sebab akibat. Karena itu, Allah disebut dengan wajib al-wujud. Dalam arti akal tidak dapat menggambarkan tidak adanya Allah dalam kondisi apapun, baik pada masa yang telah berlalu, masa yang sedang dihadapi maupun masa yang akan datang. 

Sifat wujud ini hanya wajib bagi Allah. Berbeda dengan wujudnya selain Allah, pasti karena alasan dan sebab akibat. Kita saksikan wujudnya alam selain manusia seperti pepohonan, gunung, langit dan lain sebagainya. Kita tidak dapat menggambarkan wujudnya alam tersebut tanpa wujudnya Allah. Alam tidak mampu menciptakan dirinya sendiri, juga tidak mampu menciptakan alam lain selain dirinya.

Wujudnya Allah tidak bersandar pada alasan dan sebab akibat. Apabila kita melihat seorang manusia, maka kita akan berkata, "wujudnya orang ini sebab wujudnya kedua orang tuanya". Apabila kita menyaksikan sebuah pohon, maka kita akan berkata, "wujudnya pohon ini karena wujudnya benih pohon tersebut". Sedangkan wujudnya kedua orang tua dan benih kembali pada sebab lain. Begitu pula seterusnya.

Oleh karena itu, Allah SWT wajib memiliki sifat wujud (ada). Maka mustahil memiliki sifat kebalikannya, yaitu 'adam (tidak ada). Kalau ada yang bertanya, "apa dalil wujudnya Allah?". Para ulama memberikan jawaban yang berbeda-beda dan semuanya tidak dapat dibantah. 

Berikut ini beberapa contoh dalil-dalil yang dikemukakan oleh para ulama dengan pendekatan yang berbeda-beda tetapi mengantarkan pada kesimpulan bahwa wujudnya Allah adalah hakikat yang tidak dapat diragukan.


Pertama, ilmu pengetahuan dan pengamatan menetapkan bahwa alam jagat raya beserta seluruh peristiwa di dalamnya yang terus berlangsung adalah perkara yang sebelumnya tidak ada dan kemudian ada. Setiap sesuatu yang asalnya tidak ada tetapi kemudian ada, pasti ada pencipta yang mengadakannya. Pencipta tersebut harus memiliki sifat-sifat yang menjadikannya mampu untuk melakukan penciptaan. Sudah pasti pencipta tersebut harus azali (tidak ada permulaan) dan bukan sesuatu yang baru. Karena kalau pencipta tersebut adalah sesuatu yang baru, maka akan memerlukan pula pada sesuatu yang menciptakannya. Dalil seperti ini disebut dengan dalil kausalitas (sebab musabab).

Kedua, ilmu pengetahuan dan pengamatan yang terus berlangsung menetapkan bahwa semua yang ada di jagat raya ini merupakan sesuatu yang sempurna. Kesempurnaan-Nya sudah pasti bukan dari dirinya. Berarti hal tersebut menunjukkan adanya sesuatu yang Maha Sempurna yang membentuk pada kejadiannya yang sempurna. Kita perhatikan ratusan ribu fenomena alam yang mempersilahkan dirinya untuk diteliti, sehingga akhirnya terungkap banyak aspek menakjubkan dalam kesempurnaan-Nya. Menurut para peneliti, suatu hal yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang Maha Sempurna dan tidak kelihatan oleh pandangan, yang menciptakan semuanya dengan sempurna dengan pengetahuan dan kebijaksanaan-Nya serta mengatur berbagai peristiwa yang terjadi dengan kekuasaan-Nya. Dalil seperti ini disebut dengan dalil kesempurnaan penciptaan alam.

Ketiga, pengamatan yang terus berlangsung terhadap berbagai hal yang ada di dunia ini menetapkan bahwa pertolongan merupakan salah satu ciri khas yang menonjol di dalamnya. Kita dapati setiap ada keperluan satu komunitas kehidupan di dunia ini, pasti ada sesuatu yang memenuhinya dan menunaikan keinginannya dengan kondisi yang paling sempurna. Setiap ada tumbuh-tumbuhan atau hewan memerlukan makanan pokok, pasti ada makanan pokok yang sesuai dengannya dalam kondisi yang paling baik dan sempurna. Setiap makhluk hidup yang memerlukan selimut untuk menolak cuaca panas, dingin dan bahaya, pasti ada sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhannya dengan kondisi yang paling bagus dan sempurna. Setiap keinginan pada kenyamanan, kemewahan dan kesenangan dengan keindahan, pasti di dunia ini ada sesuatu yang dapat memenuhi keinginannya. Hal ini terjadi kepada siapa saja. Setiap ada penyakit, pasti ada obat. Setiap ada energi, pasti ada kekuatan yang mengimbangi, selama tidak ada ketentuan Allah yang berkehendak lain. Demikian terjadi dalam banyak hal yang tidak dapat dihitung. Semua ini merupakan pertolongan yang sempurna. Pertolongan yang sempurna merupakan sifat yang hanya dimiliki oleh yang memiliki pengetahuan, kebijaksanaan dan kasih sayang. Ini adalah sifat-sifat Yang Maha Mengetahui, Maha Bijaksana lagi Maha Penyayang, yaitu Allah SWT. Demikian ini disebut dengan dalil pertolongan (inayah).

Keempat, dalil akal menetapkan bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu yang eksistensinya wajib karena dirinya. Bahkan semua apa yang terjadi padanya, merupakan sesuatu yang mungkin terjadi, dimana akal tidak menetapkan adanya penghalang apabila hal tersebut terjadi dalam bentuk yang lain. Setiap sesuatu yang mungkin menurut akal, maka pada dasarnya hal tersebut asalnya tidak ada. la tidak tercipta dalam kenyataan kecuali sebab sesuatu yang menguatkan keberadaannya melawan banyak kemungkinan yang lain. Sesuatu yang menguatkan tersebut harus sesuatu yang ada dan wajib adanya karena dirinya. Sesuatu tersebut pasti bukan bagian dari alam. Karena alam dan seluruh isinya merupakan sesuatu yang keberadaannya bersifat mungkin dan tidak wajib menurut akal. Dalil seperti ini disebut dengan dalil kemungkinan dalam terciptanya alam.

Kelima, manusia adalah makhluk paling sempurna di dunia ini menurut apa yang kita amati dan perhatikan di antara semua makhluk yang ada. Sudah pasti manusia tidak menciptakan dirinya sendiri. la juga tidak diciptakan oleh kedua orang tuanya. Apa saja yang standarnya di bawah manusia, pasti tidak dapat menciptakan manusia. Mana mungkin sesuatu yang tidak memiliki kesempurnaan seperti manusia akan menciptakan sesuatu yang sempurna? Berarti ada sesuatu yang lebih sempurna dari manusia yang mampu menciptakan sifat pengetahuan, kehendak, kebebasan dan sifat-sifat manusia lainnya setelah memberinya sifat kehidupan. Sudah barang tentu pencipta ini mencapai puncak dalam kesempurnaannya, yaitu Allah SWT. Dalil seperti ini dapat kita namakan dalil kesempurnaan. 

Demikian beberapa dalil rasional dari sekian banyak dalil yang tidak terhitung jumlahnya yang kesemuanya mengantarkan pada kesimpulan wujudnya Allah. (Abdurrahman Hasan al-Maidani, Kawasyif Zuyuf fi al-Madzahib al-Fikriyyah al-Mu'ashirah halaman 548)

Sedangkan dalil naqli (al-Qur'an dan hadits) tentang wujudnya Allah, tidak terhitung jumlahnya, antara lain firman Allah :

أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
Artinya : Apakah ada keraguan terhadap Allah Pencipta langit dan bumi? (QS Ibrahim : 10).

اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا
Artinya: Allah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya (QS As-sajdah : 4).[]

*Penulis merupakan mahasiswa tingkat 1 Universitas Al-Azhar Cairo, Jurusan Ushuluddin.

Editor: Chairil Munanda Kaloko

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top