Tahnik Warisan Parenting dari Nabi

Oleh: Wahyu Hidayatullah*
Tahnik Bayi (Sumber: Khazanah)
Setiap bayi yang lahir ke dunia ini lahir dalam keadaan fitrah, mereka adalah karunia terindah yang Allah titipkan pada setiap pasang insan. Tentu, sebagai orang tua akan senantiasa mencurahkan kasih sayang dan berupaya memberikan yang terbaik untuk sang anak tercinta, bahkan tidak sedikit dari pasangan calon ayah bunda yang rela belajar ilmu parenting dari buku ataupun pengajian demi mempersiapkan diri menjadi orang tua yang baik untuk anak mereka nanti. 

Baik kita menyadarinya atau tidak, ternyata Islam sebagai agama yang kaaffah telah mengajarkan ilmu parenting secara kompleks, mulai ketika seorang bayi dilahirkan kedunia maka ayahnya dianjurkan untuk mengumandangkan azan untuknya, lalu ada syariat aqiqah dan tahnik, serta anjuran mengenalkan anak dengan shalat di umur 7 tahun, dan lain sebagainya.

Namun melalui tulisan ini penulis bukan ingin mengupas serangkaian pelajaran parenting yang diajarkan Islam terhadap kita, akan tetapi penulis akan mencoba untuk membahas seputar salah satu aplikatif sunnah yang diajarkan Baginda Rasulullah Saw. yaitu pemindahan air liur nabi yang mulia dan tahnik. Tahnik merupakan perbuatan mengunyah makanan manis terkhusus tamar (kurma) lalu disapukan di bagian langit mulut bayi dengan tujuan cok berkah (tabaruk). Fenomena ini pasti sudah tidak asing lagi, sering kita saksikan orang tua membawa bayinya ke hadapan para alim ulama untuk ditahnikkan. 

Banyak bayi yang beruntung ketika dilahirkan di masa hidupnya Baginda Rasulullah Saw. sehingga berkesempatan mengecapi air liur nabi yang mulia dan penuh khasiat. Inilah berikut riwayat beberapa bayi beruntung yang sempat merasakan air liur nabi yang mulia:

عَن رزينة مولاة رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم ان رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم يَوْم عَاشُورَاء كَانَ يَدْعُو برضعائه ورضعاء ابْنَته فَاطِمَة فيتفل فِي أَفْوَاههم وَيَقُول للأمهات لَا ترضعنهم الى اللَّيْل فَكَانَ رِيقه يجزيهم

Artinya: “Pada hari 'Asyura biasanya memanggil bayi-bayi yang masih menyusu dan bayi-bayi yang sesusuan dengan putrinya Fatimah kemudian Rasul memberikan liurnya ke mulut mereka dan Rasul berkata kepada ibu-ibu yang menyusui mereka, ‘Janganlah kalian menyusui mereka sampai malam.’ Maka liur Rasulpun sudah mencukupi bagi mereka.” (HR.  Baihaqi dan Abu Nu'aim).

Di lain kisah, cucu nabi Sayyidina Hasan kala itu menangis karena kehausan lalu nabi datang menenangkannya dengan air liur dari lisannya yang mulia, sebagaimana diriwayatkan dalam hadis:

عَن ابي جَعْفَر قَالَ بَيْنَمَا الْحسن مَعَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم إِذْ عَطش فَاشْتَدَّ ظمأه فَطلب لَهُ النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم مَاء فَلم يجد فَأعْطَاهُ لِسَانه فمصه حَتَّى رُوِيَ

Artinya: “Dari Abi Ja'far berkata, ketika Al-Hasan bersama Rasulullah Saw. merasa kehausan dengan kehausan yang sangat maka Nabi mencarikan air untuknya tapi tidak menemukan kemudian Nabi memberikan lisannya dan Al-Hasan pun menghisap lisan tersebut hingga merasa puas (tidak haus lagi).” (HR. Ibnu Asakir).


Dari kedua hadis diatas, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah Saw. memberikan air liurnya yang murni belum tercampur apapun kepada bayi-bayi yang terpilih. Mereka adalah bagian dari keluarga atau sesusuan dengan kerabatnya. Tertulis dalam sejarah para bayi tersebut adalah tokoh-tokoh yang terkenal di masa depan dengan keshalihan dan akhlak budi pekertinya.

Mengutip dari kitab Al-Azkar, karya Imam An-Nawawi bahwa nabi pernah beberapa kali mentahnik bayi para sahabat maupun lainnya.

Dari Asma’ binti Abu Bakar radhiyallahu ‘anha, ia pernah berkata: “Aku mengandung Abdullah bin Zubair saat masih berada di Mekkah, maka aku pergi ke Madinah. Di Quba aku berhenti lalu melahirkan. Kemudian bayi itu aku bawa kepada Nabi shallahu alaihi wasallam. Beliau meletakkannya di pangkuannya dan meminta dibawakan kurma lalu dikunyahnya, kemudian dimasukkan kemulut bayi tersebut. Maka yang pertama-tama masuk ke mulutnya adalah air liur Rasulullah Saw. kemudian dikunyahkannya kurma dan beliau berdoa memohonkan keberkahan baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sumber: Pinterest
Segenap ulama bersepakat bahwa metode tahnik hukumnya sunnah, Ibnu Hajar Al-asqalani berkata: “Yang lebih utama mentahnik dilakukan dengan tamr (kurma kering), jika tidak mudah mendapatkannya, maka dengan rutab (kurma basah), kalau tidak ada maka bisa diganti dengan makanan yang manis yang tidak dibakar seperti kismis, tentunya madu lebih utama dari yang lainnya” (Fathul Bari 9/588). Diyakini tahnik merupakan metode pengasuhan yang baik, ketika seorang bayi merengek atau menangis, dia akan tenang saat disuguhkan asi oleh ibunya, serupa dengan tahnik maka bayi juga akan merasa nyaman saat disuapkan kurma yang sudah lunak kedalam mulutnya. Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk yang mentahnikkannya adalah seorang ulama dengan harapan semoga kesolehan dan kealiman beliau tertransmisi kepada sang buah hati.

Dilansir dari laman NU Online bahwa menurut pandangan peneliti barat, tahnik diakui sebagai bentuk edukasi terhadap jiwa para bayi. Manfaat tahnik adalah mengekang nafsu dan mengarahkan energi agar senantiasa menjadi positif. Hasilnya bayi yang sudah ditahnik akan merasa tentram jiwanya. “sangat masuk akal untuk menyimpulkan bahwa upacara tahnik, seperti yang dilakukan umat Islam awal, melambangkan pengekangan nafsu alami anak, memanfaatkan serta mengarahkan energinya,” (Gil’adi, Some Notes On Tahnik In Medieval Islam, Journal Of Near Eastearn Studies, Vol 47, No 3, The University Of Chicago Press, 1988: halaman 178-179).

Demi melestarikan khazanah Islam dan mengikuti sunnah nabi, sudah sepatutnya sebagai seorang muslim yang baik kita mensyiarkan budaya tahnik ini agar tidak terluput oleh masa. Melihat perkembangan moderenisasi yang semakin pesat berpotensi membuat manusia beranggapan bahwa praktik tersebut adalah suatu yang kuno dan tidak masuk akal. Menepis hal tersebut, mari kita syiarkan kepada calon ayah bunda untuk membawa bayi yang baru lahir kepada alim ulama agar ditahnik. Supaya para generasi yang akan datang terjaga ruhaninya, enerjik dalam menaati perintah allah, menjauhi larangannya, mengerjakan yang amar serta menjauhi yang munkar. Semua ini selaras dengan perintah Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah An-Nisa ayat 9:

وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَافُوْا عَلَيْهِمْۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًا

Artinya: "Dan hendaklah mereka merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka keturunan yang lemah, Yang mereka khawatir terhadapnya. Maka bertakwalah kepada allah dan bertutur dengan tutur kata yang benar."[]

*Penulis merupakan mahasiswa tingkat II Jurusan Syari'ah Islamiyah, Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top