Arti Sebuah Kepercayaan; Mempengaruhi Kepribadian


Oleh: Muhammad Mutawalli Taqiyuddin*
www.pexels.com

Dalam Agama Islam, kepercayaan atau keyakinan yang diistilahkan dengan akidah atau iman merupakan dasar pokok. Kita sering mendengar kunci kesuksesan dari para motivator, salah satunya adalah “believe in yourself!”, percayalah pada diri sendiri! Maka potensi-potensi yang ada pada diri sendiri juga ikut terpancar dan itu menjadikan diri kita produktif, bukan buang-buang waktu dengan mengeluhkan nasib dan khawatir dengan masa depan. Saat seseorang percaya, penuh keyakinan bahwa dia akan bisa melewati semua masalah dan rintangan yang ada, ia akan termotivasi untuk menghadapinya walau dengan jalan dan rintangan yang berat, itu adalah suatu kewajaran karena manusia hakikatnya tidak bisa mengetahui masa depan secara mutlak. Andai semua manusia mengetahui masa depan secara mutlak baik masa depan dirinya maupun dunia secara global, maka akidah atau kepercayaan tidak akan ada artinya, hampa, tidak ada drama, tidak ada pembelajaran dan pembaharuan diri.

Hubungan antara Kepercayaan dan Kepribadian

Dalam psikologi manusia, setidaknya ada tiga poin titik temu antara kepercayaan dan kepribadian: Self Efficacy, Mindset dan Pola Pikir, serta Optimisme dan Kepercayaan diri.

1. Self Efficacy: Diajukan oleh Albert Bandura (1925 - 2021), seorang psikolog dan penggagas teori kognitif sosial. Self Efficacy adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Ia mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menghadapi situasi eksternal kehidupan sehari-hari.

Contoh: Si A memilih untuk bekerja sebagai fotografer karena yakin dan percaya punya potensi, bakat dan daya tarik yang dominan dalam dunia fotografi. Si B yang percaya ia bisa melewati semua masalah hidupnya satu per satu.

2. Mindset dan Pola Pikir: Prinsip dan cara berpikir yang mempengaruhi perilaku dan sikap seseorang, baik positif maupun negatif. Prinsip Ini akan memainkan peran penting dalam mengarahkan pelakunya.

Contoh: Si A berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan beasiswa. Jika pola pikirnya positif, maka apa pun hasilnya dia pasrahkan pada Tuhan dan tidak akan kecewa jika hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan, karena ia sadar bahwa bisa jadi itu tidak baik baginya. Jika pola pikirnya negatif, maka ia akan kecewa dan putus semangat andai hasil tidak seperti ekspektasi walau sudah berusaha semaksimal mungkin.

3. Optimisme dan Kepercayaan Diri: Sikap positif seseorang tentang dirinya sendiri. Pandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan keyakinan akan kemampuan dalam mendorong dirinya secara individu untuk mengatasi hambatan dan mencapai tujuan hidup.

Contoh: Si A percaya diri dan optimis bahwa dia akan memenangi kompetisi ini walau banyak orang dan pengamat yang meragukannya, walau peluang menangnya kecil.

Nilai dari Keimanan

Akidah artinya keyakinan yang dipegang teguh. Akidah merupakan pokok dasar dalam agama, percaya atau meyakini dengan sepenuh hati bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan-Nya. Ketika sudah meyakini kedua hal pokok tersebut, maka sah orang tersebut berstatus “beriman”.

Menurut para Ulama Kalam, level iman tabiatnya bisa naik dan turun, dilihat dari tingkah laku dan budi pekertinya, karena apa yang kita lakukan, ucapkan dan pikirkan, itu mencerminkan level iman kita. Perilaku kita sehari-hari mencerminkan keimanan kita, bukan berarti ketika amal baik kita tidak ada lantas iman juga hilang (kafir), akan tetapi iman tetap ada walau sedang cacat. (Al-Qaul As-Sadid fi ‘Ilmi At-Tauhid: 2; 247)

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung". (QS. Ali Imran: 173)

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ ...

“Dialah Allah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada) ...” (QS. Al-Fath: 4)

Maka, kepercayaan sangat mempengaruhi kepribadian manusia. Allah Maha Mengetahui, Maha Mendengar lagi Maha Melihat, seseorang yang di kartu identitasnya beragama Islam tapi nekat mencuri dan berbuat kejahatan, kemungkinan besar ia sama sekali tidak merasa bahwa Tuhan selalu melihat dan mengawasinya, jika pun sadar, berarti dia tidak malu dan takut pada Tuhannya, tidak peduli kelak perbuatannya tersebut akan dibalas atau tidak. Seharusnya keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Melihat dan Maha Mengetahui bisa mencegah dia untuk melakukan kejahatan, itulah esensi Iman.


Masalah Pesimisme

Pesimisme adalah masalah individu dan sosial yang serius, apalagi yang bertuhan, seakan-akan tidak percaya dengan kuasa Tuhan. “Kita tidak akan berhasil, kemungkinan berhasilnya kecil sekali, maka aku mundur, tidak mau berusaha lagi.” Mental macam apa ini?! Ucapan atau narasi seperti ini selain melemahkan mental diri sendiri juga sangat besar kemungkinan merusak mental orang di sekitar, biasanya terjadi dalam ruang lingkup kerja yang sifatnya berkelompok. Pada hakikatnya, pesimis adalah sikap tercela yang pengaruhnya antara lain: Melumpuhkan kepercayaan diri, membuat pola pikir seseorang terus-menerus negatif dan jelas membunuh sisi optimisme dalam diri.

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ۖ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“Hai anak-anakku! pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS. Yusuf: 87)

Minimnya kepercayaan pada diri sendiri dan kuasa Tuhan menyebabkan kepribadian dan mentalnya lemah, malas berjuang dan mudah menyerah. Ini adalah indikasi bahwa imannya sedang kritis dan harus segera diatasi.

Seseorang yang lupa, ragu bahkan tidak tahu bahwa Tuhan Maha Kuasa, otomatis dia akan meragukan skenario kuasa Tuhan yang sama sekali di luar kemampuan akalnya. Kuasa Tuhan sama sekali di luar ranah kekuasaan manusia, artinya berbicara tentang Kuasa Tuhan jelas berbeda dengan konsep kemampuan manusia, tidak bisa disamakan. Ketika akal mengklaim kemungkinan berhasilnya suatu upaya hanya berkisar di bawah 10 persen, membuat dirinya putus asa dan berhenti berusaha karena kemungkinan berhasilnya kecil. Maka dari contoh ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa orang yang imannya lemah dengan meragukan kuasa Tuhan, akan menjadikannya pribadi yang pesimis, malas dan mudah putus asa.

Berbeda dengan orang yang beriman, mereka sadar bahwa tugas mereka hanyalah berusaha sebaik mungkin, hasil adalah urusan Tuhan. Urusan hasil, kita diperintahkan untuk menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan. Tetap berusaha sekeras apa pun dan sekecil apa pun kemungkinan karena tidak ada yang mustahil bagi Allah. Konsep dan prinsip yang seperti itu sebenarnya mendidik umat Islam agar punya mentalitas yang kuat, optimis dan pantang menyerah. Tuhan menyuruh kita untuk berusaha sebaik mungkin, apa pun rintangan dan sekecil apa pun kemungkinan berhasilnya, hasil adalah urusan masa depan dan itu di luar kemampuan manusia, sehebat-hebatnya manusia hanya bisa memprediksi atau menebak yang tentunya belum pasti sesuai dengan yang diprediksi. Maka dari itu, hasil adalah urusan Tuhan, hasil yang kita inginkan belum tentu baik bagi kita dan itu hanya Tuhan Yang Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Mengenai hasil, Tuhan menginstruksikan untuk tawakal, serahkan sepenuhnya kepada Yang Maha Mengetahui.

وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“... Maka bertawakallah kepada Allah jika kalian adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 23)
***
Mari kita senantiasa memperbaiki iman kita dengan senantiasa selalu bahagia (ridha) dengan segala ketetapan Tuhan untuk kita. Salat adalah salah satu solusi utama ketika seseorang sedang mengalami masalah yang berkenaan dengan mental dan kepribadiannya. Dilandasi dengan Iman, percayalah Tuhan akan menyelesaikan masalah kita.

Wallahu A’laa wa A’lam

*Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana Jurusan Akidah dan Filsafat, Fakultas Ilmu-Ilmu Keislaman, Universitas Al-Azhar

Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top