Kemasyhuran Inong Balee yang Hilang Ditelan Zaman

Oleh: Nisa Kamila*
(Sumber: Google)
Saya tidak mengingat persis pembicaraan awal kami pada malam itu hingga tiba pada pembahasaan ini. Kakak kelas yang sudah saya anggap sebagai saudara sendiri bercerita, ketika dia menjadi mahasiswa baru salah satu temannya memposting foto di sosial media dengan caption “inong balee pride”. Dia me-reply status tersebut dan menanyakan “Apakah kamu tahu maksud dari inong balee?” Kemudian temannya menjawab bahwa itu semacam kelompok wanita pejuang di masa lalu. Lantas ia bertanya kembali “Apakah kamu tahu bahwa inong balee adalah janda yang suaminya gugur saat berperang?” Dia pun bilang tidak tahu dan langsung menghapus postingannya tersebut.

Cerita malam itu membekas di benak sampai beberapa hari. Bukan karena temannya yang langsung menghapus postingan tersebut lantaran malu ketika mengetahui faktanya, melainkan karena saat dia bercerita sembari memastikan ke saya, "Inong balee itu kan tentara maritim jaman dulu kumpulan janda yang ditinggal suaminnya", dia memberitahu seolah bertanya, lazimnya orang yang relate dan paham langsung mengangguk mengiyakan. Sedangkan, saya membalas dengan muka bingung kemudian membenarkan.

Dalam pikiran bertanya-tanya benarkah itu para janda? sembari memutar memori lama mengingat drama-drama sejarah Aceh yang sering ditampilkan saat sekolah menengah dulu atau buku-buku sejarah yang pernah dibaca. Dan sepertinya benar mereka memang janda, saya pun mengangguk yakin saat dia bertanya sekali lagi untuk memvalidasi. Miris, sejarah yang seharusnya diingat dan dibanggakan sebagai masyarakat Aceh malah terlupakan begitu saja setelah tidak mempelajarinya lagi di bangku sekolah.

Lalu terlintas di benak bahwa literasi saya minim sekali, dan apakah ini juga terjadi pada orang-orang seumuran saya? Oleh karena itu, saya memutuskan untuk melakukan survey kecil-kecilan dengan menanyakan beberapa orang apa yang mereka ketahui mengenai inong balee, dan jawaban pun beragam, ada yang mengetahui bahwa itu adalah sekumpulan pejuang perempuan tapi tidak mengetahui itu terbentuk karena mereka janda, ada juga yang pernah mendengarnya tapi tidak tahu pasti, bahkan ada yang tidak pernah mendengarnya sama sekali.

Setelah mendengar berbagai tanggapan, saya memutuskan untuk menuliskan sejarah terbentuknya inong balee. Karena menjelaskan semuanya di sini akan terlalu panjang, maka akan saya coba untuk meringkasnya. Harapannya adalah setelah membaca tulisan ini, pembaca memiliki keinginan dan ketertarikan untuk membaca serta mengkaji lebih banyak buku sejarah. Juga, jika terdapat beberapa kesalahan, saya dengan senang hati menerima perbaikan.

Siapakah inong balee?

Inong balee merupakan prajurit perempuan pada masa penjajahan Belanda dan Portugis, mereka adalah prajurit janda yang ditinggal suaminya karena gugur di medan perang. Meskipun ini dibentuk untuk para janda, tetap ada beberapa perempuan single, mereka juga ingin membersamai di medan perang. Pasukan ini mengambil alih posisi kaum lelaki pejuang Aceh yang telah gugur, serta bertindak sebagai penghubung dalam perdagangan sekaligus keamanan dan kedaulatan di Aceh.

Lantas siapakah pelopornya dan bagaimana pasukan ini terbentuk?

Karena sebagian besar pasukan ini diisi oleh para janda, maka pemimpin atau laksamananya pun merupakan seorang perempuan yang bernama Malahayati atau dikenal sebagai Laksamana Keumalahayati. Lahir pada tahun 1550, sebagian lagi mengatakan pada tahun 1560, ia merupakan putri dari Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya bernama Laksamana Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah salah satu sultan yang memerintah Aceh Darussalam. Sultan Salahuddin Syah merupakan putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah pendiri Kesultanan Aceh Darussalam.


Berdasarkan silsilah ini, dapat dikatakan bahwa Keumalahayati adalah keturunan darah biru. Serta fakta ayah dan kakeknya dahulu pernah menjadi laksamana angkatan laut, berpengaruh besar terhadap kepribadiannya, hal tersebut terlihat jelas ketika ia menempuh pendidikan militer jurusan angkatan laut di akademi Baitul Maqdis mengikuti jejak sang ayah dan kakek.

Pada tahun 1575 kesultanan Aceh berada di bawah kepemimpinan Sultan Husin Ibnu Sultan Alauddin Ri’ayat Syah. Untuk kedua kali selama pemerintahannya, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka yang langsung dipimpin oleh Laksamana Mahmud Syah ayah Keumalahayati.


(Sumber: Google)
Namun, sayangnya mengalami kegagalan dan menggugurkan ayahnya. Hal ini membuatnya sangat terpukul, sampai ia mendapatkan nasihat dari sang guru, “Manusia di depan Allah, manusia laki-laki dan perempuan itu sama saja karena mereka berdua sama-sama memikul amanah Allah SWT di bumi ini”. Nasihat Tengku Ismail Indrapuri inilah yang membuat Keumalahayati meneruskan perjuangan sang ayah saat dewasa kelak.

Pada masa pemerintahan Sultan Mansyur Syah, Kesultanan Aceh juga melakukan penyerangan terhadap Portugis dan dipimpin oleh Laksamana Muda Ibrahim Zainal Abidin suami dari Keumalahayati. Namun, Laksamana Muda Ibrahim gugur di tengah agresi ini. Keumalahayati yang pada saat itu mengikuti suaminya serta bahu- membahu selama perang di Teluk Haru, mengambil alih komando dan dengan luar biasa dapat mengalahkan Portugis.

Setelah suaminya wafat Laksamana Keumalahayati tidak lantas berlarut dalam kesedihan, ia membentuk sebuah armada, terdiri dari para janda yang suaminya gugur dalam pertempuran melawan Portugis dan diberi nama inong balee atau armada perempuan janda. Beginilah inong balee terbentuk hingga akhirnya beranggotakan dua ribu pasukan dengan seratus kapal perang berkapasitas empat ratus sampai lima ratus orang yang dilengkapi dengan meriam, bahkan terdapat 5 meriam di dalam kapal paling besar. Benteng atau pangkalannya berada di Teluk Lamreh, Krueng Raya, Aceh.

Apa saja prestasi dari armada ini?

Armada perempuan janda ini memiliki sangat banyak prestasi. Namun, yang terbesar dan paling dielu-elukan hingga saat ini, serta banyak tercatat di berbagai catatan sejarah adalah saat Keumalahayati dan pasukan inong balee berhasil membunuh Cournelis de Houtman, seorang utusan Belanda yang datang ke Aceh dengan membawa 225 awak kapal, termasuk Kapal De Leeuw dan Kapal De Leeuwin yang dipimpin oleh adiknya Frederick de Houtman. Peristiwa besar ini terjadi pada tahun 1599, atau 1598 menurut riwayat lainnya. Cournelis de Houtman tewas di tangan pimpinan inong balee yakni Keumalahayati saat ia menusukkan rencong ke tubuh lawan dalam pertempuran jarak dekat. Sedangkan adiknya Frederick ditahan oleh Laksamana Keumalahayati dan pasukan inong balee.

*Penulis merupakan mahasiswi Universitas al-Azhar, Jurusan Bahasa Arab dan Sastra.

Editor: Wirma Athirah Putri





Posting Komentar

Keluarga Mahasiswa Aceh (KMA) Mesir
To Top