Cinta; dalam Diksi Kata dan Realita
Oleh: Hazis*
Terkadang manusia sulit untuk memahami isi hatinya sendiri. Kendati zaman teknologi sudah berkembang pesat, ia tak cukup untuk menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi di dunia. Bahkan, penafsiran sebuah kata masih juga berkelanjutan hingga sekarang, walaupun sudah banyak yang mencoba untuk memaknai kata tersebut. Tak hanya itu, kata tersebut merupakan bentuk sebuah ungkapan untuk mengekspresikan sebuah kejadian atau perasaan.(Sumber: unsplash.com)
Sikap menonjol yang dialami manusia hingga menjauh dari panggilan cinta, kasih sayang, dan keramahan, mendatangkan kesimpulan dari para pakar ilmu jiwa dan ilmu sosial bahwa hal tersebut terjadi disebabkan oleh hilangnya cinta.
Cinta adalah kehidupan. Kala cinta hilang dari jiwa seseorang, ia bagaikan hidup dalam kematian. Cinta itu reaksi yang ditimbulkan, bukan ungkapan yang dilayangkan dari mulut berbentuk suara dan rangkaian kata.
Penafsiran kata cinta—ada banyak pakar mencoba untuk mengartikan kata tersebut—di antaranya adalah suatu emosi dari perasaan yang kuat dan ketertarikan pribadi. Dengan cinta kita bisa merasakan semua kebaikan, belas kasih dan sayang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa arti cinta antara lain: (1) suka sekali; sayang benar; (2) kasih sekali, terpikat (antara lelaki dan perempuan); (3) ingin sekali, berharap sekali; (4) rindu; (5) susah hati.
Dalam kamus-kamus bahasa Arab, cinta diungkapkan dengan kata حب (hubb) dalam berbagai bentuknya. Dari kata ini melahirkan beberapa, di antaranya kata hababa yang menggambarkan gigi putih berseri dan teratur. Dan kata ini digunakan untuk mengisyaratkan hubungan cinta dan kemesraan (hubungan objek dengan yang disukai) merupakan hubungan yang bersih, suci, dan indah. Dari kata yang serupa lahir kata hubab al-ma’ yaitu bagian air terbanyak yang ditampung oleh satu wadah. Penganut pendapat ini mengilustrasikan bahwa cinta adalah sesuatu yang terbanyak yang dikandung oleh wadah hati si pecinta.
Baca juga: Dilema Zaman; Paradoks kah Kita?
Dari kata yang sama lahir kata al-habab yang berarti gelembung-gelembung air yang timbul saat air mendidih atau saat air dituangkan ke atas wadah air. Definisi ini mengisyaratkan bahwa hati pecinta selalu hangat, rindu, bergelora, dan mendidih ketika menyambut kehadiran yang dicintai, walau hanya dalam khayalan. Kata hubb juga dikaitkan dengan kata habbah yang berarti buah/biji, yaitu benih lahirnya sesuatu yang bermanfaat.
Sekalipun kita tidak sepakat atau tidak menemukan definisi dan hakikat cinta, tanpa mengetahuinya kita dapat merasakan dan butuh padanya, bahkan kita dapat mengukur tingkatan cinta tersebut.
Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul 'Jawabannya adalah Cinta', menjelaskan bahwa kata untuk mengungkapkan cinta dalam bahasa Arab memiliki macam-macam dan tingkatan dalam kandungan makna. Adapun tingkat-tingkat cinta itu diserap dari aneka kosakata, di antaranya:
-
Tahap pertama dinamakan mail (ميل) yakni kecenderungan hati kepada objek yang dihasilkan oleh indra, khusus penglihatan dan pendengaran. Lalu mail mengambil tempat di hati dan melahirkan kehendak bergerak maju untuk menuju yang dicintai. Ini dinamai hawa (هوى).
-
Bila mail berkembang sedemikian rupa, maka ia menghasilkan shababah (صبابة) yakni menuang atau menumpahkan. Hal tersebut dikarenakan isi hati pecinta tumpah ruah kepada objek atau karena ia bagaikan air terjun yang tumpah ke lembah yang lajunya tak dapat ditahan.
-
Jika cinta lebih kuat daripada shababah maka ia dinamai gharam (غرام) yakni terus menemani, karena yang mencinta terus menemani yang dicinta ke mana pun ia pergi, paling tidak khayalannya tidak luput dari benaknya.
-
Kalau cintanya lebih kuat dari yang di atas, ia dinamai syaghaf (شغف) yang diambil dari syaghaf al-qalb yakni selaput yang menutupi organ hati. Akibat kuatnya cinta, ia sampai ke selaput hati atau telah menembus lubuk hati. Kata ini mendeskripsikan bahwa cinta yang berada di dalam hati telah meresapi sekaligus terlindungi dari segala sesuatu, sehingga hidup dan mati si pecinta telah menyatu dengan kekasihnya.
-
Jika cintanya lebih kuat dari syaghaf, ia dinamai isyq (عشق). Orang Arab menggunakan kata ini untuk menggambarkan sesuatu yang dicelupkan ke dalam cairan, lalu ditarik keluar ketika sesuatu yang dicelupkan itu melekat dan meresapi unsur-unsur yang terdapat dalam cairan, lalu masuk ke dalam pori-porinya. Isyq di sini adalah rasa yang menjadikan seseorang melampaui batas dalam cintanya sehingga mengantarnya menderita karena kerinduannya.
-
Kalau lebih dari cinta di atas, ia adalah tatayyuman (تتيما) yakni ketundukan mutlak terhadap sesuatu yang tidak diketahui hakikat zatnya. Kata ini mengungkapkan bahwa si pecinta patuh kepada yang dicintainya sampai melebihi isyq. Seakan-akan ia ingin mempersamakan cinta yang dialaminya serupa dengan cinta yang seharusnya ditujukan kepada Tuhan. Padahal itu bukanlah sesuatu yang diperbolehkan, karena Tuhan tidak ada yang seperti Dia, apalagi yang sama. Tuhan berada di atas segala sesuatu.
Demikian tingkatan kata bahasa Arab untuk menggambarkan cinta. Dan dengan kata di atas kita bisa membayangkan tingkatan cinta seseorang, seperti yang diungkapkan dalam qasidah cinta kepada Rasulullah Saw. pada pemilihan kata cinta untuk dilafazkan.
Secara umum, para pakar berpendapat bahwa cinta itu terdapat tiga macam:
-
Cinta instingtif. Cinta ini merupakan sikap tertarik kepada sesuatu yang lahir dari kombinasi insting sebagai makhluk hidup dengan hormon yang menimbulkan berahi dan energi yang halus. Cinta ini dapat menjadi dasar bagi lahirnya cinta yang lebih dalam. Yang merasakan cinta ini biasanya dinamai romantis.
-
Cinta emosional. Cinta ini menjadikan seseorang melekat pada yang dicintai. Seperti cinta orang tertentu yang dirasakan begitu dekat dan melekat dengannya, bahkan bagaikan belahan jiwanya.
-
Cinta murni. Cinta ini terjadi dengan kesadaran bahwa objek cinta sangat wajar dan sangat perlu untuk dicintai. Hal ini terjadi karena adanya aneka keistimewaan yang melekat pada objek cinta sehingga pencinta merasa perlu mencintainya tanpa imbalan. Cinta seperti ini dinamai platonic love (idealisme). Cinta yang tidak ada lagi pertimbangan seksual atau kepentingan pribadi. Objek cinta ini bisa manusia, bisa juga Tuhan. Dan inilah puncak cinta seperti yang tergambarkan dalam cinta para sufi terhadap Allah Swt.
![]() |
(Sumber: unsplash.com) |
Editor: Siti Humaira
Posting Komentar