Jiwa-jiwa yang Lelah
Oleh: Hanif Maulana*
![]() |
https://unsplash.com/ |
"Semua aku serahkan pada-Mu, ya Allah." Kalimat itu mungkin terucap saat kita sudah merasa jenuh, bosan, atau lelah—dan itu wajar. Setiap orang pasti pernah tiba di titik di mana segala usaha terasa sia-sia, seakan tak ada hasil yang nyata. Inilah yang dalam istilah keislaman dikenal sebagai futur. Oh ya, futur sendiri berasal dari bahasa Arab, loh.
Maknanya adalah ketajaman/kekuatan/intensitas/semangatnya telah patah dan menjadi lunak setelah sebelumnya keras.
Solusinya bagaimana? Imam Ibnu Abdil Barr, di dalam kitabnya Jāmiʻ Bayān al-ʻIlm wa-Faḍlihi, meriwayatkan dengan sanadnya perkataan dari Imam Ali bin Abi Thalib, yang berbunyi:
“Berilah hati ini waktu untuk beristirahat dan carilah hikmah-hikmah yang menyegarkan, karena hati juga merasa jemu sebagaimana tubuh merasa lelah.”
Kemungkinan besar, yang dimaksud dengan hikmah-hikmah di sini adalah kisah-kisah para ulama dan orang saleh terdahulu—bagaimana mereka menjalani hidup dengan berbagai ujian dan perjuangan. Mungkin terdengar seperti "adu nasib", ya? Memang, dalam konteks ini, mendengar kisah mereka bisa jadi semacam pembanding, agar kamu menyadari bahwa kamu bukan satu-satunya orang di dunia ini yang menghadapi kesulitan serupa. Di kitab yang sama, Ibnu Abdil Barr juga menukilkan perkataan Imam Abu Hanifah:
“Kisah-kisah tentang para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada banyaknya pembahasan fikih, karena itu adalah adab dan akhlak mereka.”
Imam Sufyan ibn 'Uyainah juga pernah berkata:
“Saat menyebut cerita orang-orang saleh, rahmat turun.”
Imam Al-Mawaq, dalam kitabnya Sanad Al-Muhtadin, mengutip dari gurunya Al-Manturi dengan sanadnya hingga Abu Al-Abbas bin Al-Arif, yang berkata:
"Aku pernah berada di majelis guruku, Abu Ali Al-Sadafi, membaca hadits di hadapannya. Suatu hari, beliau membaca hadits lalu menutup kitabnya dan mulai menceritakan kisah-kisah orang saleh. Saat itu, dalam hatiku timbul pertanyaan: Bagaimana bisa seorang syekh menghentikan bacaan hadits Rasulullah dan mulai menceritakan kisah-kisah? Belum sempat pikiranku selesai, tiba-tiba sang syekh menatapku tajam dan berkata: 'Wahai Ahmad, kisah-kisah itu adalah tentara di antara tentara-tentara Allah, yang dengannya Allah meneguhkan hati para arifin di antara hamba-Nya.'
Mendengar itu, seluruh tubuhku langsung berkeringat. Ketika ia melihatku terkejut, ia bertanya: 'Wahai Ahmad, di mana bukti dari hal ini dalam Kitabullah?' Aku menjawab: 'Syekh lebih tahu.' Maka ia berkata: 'Firman Allah Ta’ala: «Dan semua kisah para rasul yang Kami ceritakan kepadamu adalah untuk meneguhkan hatimu.» (Hud: 120)."
![]() |
https://unsplash.com/ |
Sudah menemukan jawabannya? Eh, muncul pertanyaan baru: bagaimana caranya membaca kisah para rasul atau ulama, sementara buku-buku biografi mereka biasanya berjilid-jilid dan tebal-tebal? Baru lihat dari kejauhan saja sudah bikin malas, belum lagi harganya yang nggak murah. Rasanya berat kalau harus baca sebanyak itu—maunya sih yang simpel dan langsung nyambung ke hati.
Baca Juga: Cinta; dalam Diksi Kata dan Realita
Tenang, ada solusinya. Nggak perlu baca belasan jilid tebal—cukup mulai dari buku-buku karya Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah, seorang ulama besar dari Suriah yang wafat pada tahun 1997 M. Beliau menulis biografi para ulama terdahulu dengan gaya yang ringkas, padat, dan menyentuh. Beberapa bukunya yang bisa kamu mulai baca antara lain:
-
Qimatuz Zaman 'Indal Ulama
-
Shafahat min Shabril Ulama
Al-Ulama Al-'Uzzab
Ketiga kitab tersebut sudah lebih dari cukup. Sebagai contoh, di bagian muqaddimah kitab Qimatuz Zaman, beliau berkata:
وكتابي (قيمة الزمن عند العلماء) -على ما فيه من قصور- حصيلة نحو عشرين سنة، من مطالعاتي ومراجعاتي في كتب العلم: التفسير، والحديث، والفقه، والتاريخ، والرجال، والتراجم، والبلدان، واللغة، والنحو، والأدب، والأخلاق، وسواها، في جمع مادّته، وانتخابها، وضبطها، وعزوها إلى مصادرها ومراجعها، والمقابلة بينها، وتمحيصها، وسبكها، وتحقيقها، وإخراجها بأبهى حُلّة
“Dan kitabku 'Keutamaan Waktu di Kalangan Ulama'—meskipun memiliki kekurangan—merupakan hasil dari kurang lebih dua puluh tahun kajian dan telaah dalam berbagai disiplin ilmu: tafsir, hadits, fikih, sejarah, ilmu rijal, biografi, geografi, bahasa, nahwu, sastra, akhlak, dan lainnya. Aku mengumpulkan materinya, memilihnya, menyusunnya, menisbatkannya kepada sumber-sumbernya, membandingkannya, meneliti dan menyeleksinya, serta menyusunnya dengan indah sebelum akhirnya diterbitkan.”
Buku-bukunya mungkin hanya satu jilid, tapi isinya padat—seolah kita sedang menyelami puluhan bahkan ratusan kitab klasik. Luangkan saja 10 menit di pagi hari untuk membaca dua atau tiga halaman. Perlahan, kamu akan merasakan sesuatu yang berbeda: ringan di hati, tapi dalam maknanya. Jadi, selamat membaca dan semoga manfaatnya terasa hingga ke dalam jiwa. Sekian, dan mari membaca.[]
*Penulis merupakan Mahasiswa tingkat III Fakultas Ushuluddin, Jurusan Ilmu Hadis, Universitas Al-Azhar, Kairo.
Editor: Hafizul Aziz
Posting Komentar